Mohon tunggu...
renanda agung kharisma putri
renanda agung kharisma putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah mahasiswa semester 1 jurusan PKK yang memiliki hobi menari, membaca novel, dan mengarang cerita. saya merupakan pribadi yang introvert yang mudah tertarik dengan hal hal baru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengapa Harus Si Dingin Itu?

29 November 2022   22:23 Diperbarui: 29 November 2022   22:50 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pagi hari yang berkabut ditengah hutan berdiri mansion megah seluas kurang lebih 5 hektar seorang ayah bertanya kepada putri semata wayangnya perihal upacara sacral yang disebut pernikahan.

"Mau sampai kapan sayang kau belum menemukan Mate mu? Ayah sudah tak sabar melihatmu melangsungkan pernikahan" pinta seorang lelaki paruh baya

"Ayah, aku masih ingin membantu ayah mengurus pack dan mengamankan Leigon kita" rengek putri semata wayang dari Alpha senior di negeri Wolverine ini

"Apakah kau tidak percaya bahwa ayahmu ini masih sebagai Alpha terkuat di negeri ini, nak?" Tanyanya

"Baiklah, apa ayah akan menunjukkan hal itu lagi?" Sahutnya sambil menyeringai remeh

"Kau meremehkan ayah, nak" balasnya seraya menyeringai

Orang yang kusebut ayah itu mengambil posisi membungkuk dengan bertumpu pada kedua lututnya dan kedua telapak tangannya sejajar dengan tanah. Ya, ayahku hendak berubah menjadi wolf, tetapi bentuk wolf ayah berbeda dengan yang lain karena beliau adalah Alpha kami. Tubuhnya mulai membesar menyerupai serigala Arktik, pakaian yang ia kenakan mulai robek, bulu lebat kini dengan cepat tumbuh dan memadati tubuh ayahku, kini beliau sudah dalam wujud wolf-nya yang berbulu coklat keemasan dengan sedikit warna hitam di punggung, kepala, dan ekornya. Yang membuatnya berbeda adalah ukurannya saat menjadi wolf 6x lebih besar dari pada wolf pada umumnya yang hanya berukuran 4 atau 5 kali dari serigala normal.

Beliau menoleh kearahku, moncongnya menunjukkan seakan-akan ia sedang menyeringai kepadaku. Ia mengangkat kedua kaki depannya dan menghentakkan keduanya secara bersamaan. Tanah mulai retak dan terbelah menjadi dua sejauh 2 km, itu belum seperempat kekuatan ayah menjadi Alpha

"Sudah selesai ayah? Sekarang giliranku" ucapku

Aku bersiap mengambil posisi seperti ayah tadi yang hendak berubah menjadi wolf. Aku adalah anak semata wayang ayahku, jadi tak heran seluruh kekuatan Alpha-nya menurun padaku, bahkan ukuran kami ketika menjadi wolf hampir sama, yang membedakan hanya warna buluku yang putih ditambah dengan beberapa corak hitam.

Aku melolong panjang hingga terdengar kaca kaca mansion yang pecah semburat kemana mana. Usai pembuktian kekuatan, kami kembali ke wujud kami semula dan masuk ke mansion.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, itu berarti makan malam akan dilaksanakan, para maid tengah sibuk menyiapkan alat makan dan sebagian berkutat di dapur menyiapkan makan malam, Gracia dan David belum turun dari ruangan masing-masing, mungkin mereka sedang bersiap-siap untuk turun kebawah mengingat beberapa jam yang lalu mereka berubah menjadi wolf yang gagah.

David Midleton, ya, dia adalah Alpha terkuat di negeri Wolverine, yang paling berpengaruh, bijaksana, dan hartanya melimpah ruah. Tak ada peperangan yang tidak dapat ia menangkan. Ia memiliki seorang putri cantik dengan wajah kalem yang menenangkan hati. Tak lain dan tak bukan adalah Gracia Saphere Midleton. Gracia biasa di panggil Grace oleh ayahnya, David sangat menyayangi anaknya, karena itulah salah satu peninggalan dari mendiang istrinya, salah satu Luna tercantik sekaligus terkuat dalam sejarah di negeri Wolverine dulu yang bernama Patricia Bernadette. Walaupun istrinya mati dengan cara mengenaskan, David tetap memimpin pack-nya seakan itu tak berpengaruh padanya, padahal hatinya sangat hancur kala itu, tapi sebagai seorang Alpha ia harus tetap profesional dalam tugas yang diembannya. Bisa dikatakan Gracia adalah copy paste dari ibunya, kecantikannya, kecerdasannya, bahkan aura kepemimpinan yang dimiliki ibunya menurun sempurna di dalam dirinya, hanya saja yang membedakan dari kedua ibu dan anak itu adalah pembawaan mereka. Jika Gracia cenderung sebagai pribadi yang lumayan ceria, berbanding terbalik dengan ibunya yang pendiam dan irit kata kata.

At Dinner......

Terdengar suara alat makan beradu tanda makan malam telah dimulai, tak ada suara manusia yang terdengar sampah ayah membuka suara memulai percakapan

"Jadi, kapan ayah akan mencarikan mu mate?" Ujarnya melirik kearah ku dengan tangan yang masih menggerakkan sendok dan garpu

Aku hanya melirik ayah sekilas dan kembali menyuapkan makanan ke mulutku

"Baiklah, ayah anggap itu sebagai jawaban. Besok akan ayah Carikan" ujar ayah kembali sambil terkekeh

Aku hanya memutar bola mata dan menghela nafas jengah lalu menjawab "Ayah, jika waktunya sudah tiba, maka yang disebut Mate itu akan datang sendiri kepadaku, percayalah. Siapa yang akan menolak anak cantikmu ini" Diakhir kata aku tertawa kecil lalu melanjutkan makanku

"Kau sudah berumur 20 tahun sayang, ayah hanya ingin melihat kau bahagia dengan pasanganmu sendiri" Jawabnya

"Bahkan banyak yang belum dapat pasangan di umur 25 yah" Jawabku datar

"Ayah tidak mau tahu Grace, secepatnya kau harus menemukan Mate-mu, jika tidak ayah sendiri yang akan Carikan Mate untukmu. Ayah beri waktu hingga bulan purnama" titah ayah yang terdengar serius

What the..... Bulan purnama 5 hari lagi, apakah Mate-ku adalah orang yang bisa ku panggil sewaktu-waktu atau penyihir, dalam sekejap dia akan tahu diamana Mate-nya. Tanpa menunggu lama sekelebat ide muncul dipikirkan ku, langsung saja ku utarakan apa yang ada di otakku itu.

"Baiklah yah, tapi aku punya syarat atas permintaan ayah itu" jawabku

"Apapun itu, katakan" jawab ayah datar

"Mulai besok biarkan aku menyamar menjadi omega disini" kataku enteng

"APA!?" Ayah sangat terkejut hingga berdiri dan menggebrak meja makan, aku lantas ikut terkejut melihat ayah dan sontak saja aku langsung mendongak kearahnya, bahkan para Maid yang lain ikut terkejut dan terpaku melihat ayah.

 bangkit dari dudukku dan menenangkan ayah "Ayah tenanglah dulu, syaratku ini bukan tanpa alasan, aku mengajukan syarat ini karena aku hanya ingin Mate-ku bisa menerimaku, apapun aku, aku hanya ingin lihat apakah dia masih mau padaku ketika melihatku sebagai omega disini" terangku panjang lebar

Mendengar penjelasan ku ayah kembali duduk walau dengan dengusan nafas kesal yang kudengar, setelahnya ayah melanjutkan makannya dengan tangan kirinya memijat pelipis kirinya. Aku hanya melirik ayah sekilas sambil mengunyah makanan yang ada di mulutku lalu beliau kembali bersuara "Besok akan ada teman ayah yang akan kemari, Stuart Parvez De Launa. Dia datang bersama anaknya Jueno Parvez, mereka berdua datang dari negeri seberang, apa kau masih kekeh ingin menyamar menjadi omega besok?" Kata ayah sambil menatapku tajam

"Iya ayah, besok aku tetap akan menyamar sebagai omega" tekanku kekeh

~~~~~~

Setelah makan malam, kami kembali ke kamar masing-masing. Aku merenung, menatap langit malam yang terdapat sedikit bintang, tiba tiba aku punya inisiatif untuk menghubungi Jane, wolf yang selama ini ada didalam tubuhku. Tanpa ia aku takkan bisa berubah menjadi wolf sekedar untuk berganti shift atau saat bertempur.

"Hey Jane kau dimana?" Panggilku

"Apa kau tidak bisa lebih sopan sedikit memanggilku?" Jawabnya ketus, aku hanya bisa terkekeh setiap aku me-mindlink wolf cantik di dalam tubuhku ini.

"Kau mendengar percakapanku dengan ayah, tidak?" Tanyaku

"Iya aku dengar, memangnya ada apa?" Jawabnya datar sekaligus melontarkan pertanyaan padaku

"Menurutmu, keputusan yang aku ambil apa sudah benar?" Tanyaku lagi

"Huhhh, apapun yang diputuskan akan berdampak pada masa depan, apa kau tidak memikirkannya?" Ujarnya datar.

"Maksudmu?" Tanyaku bingung

"Aku sarankan kau jangan lakukan keputusanmu itu, jika Mate kita mau menerima kau dengan keadaan seperti itu, bersyukurlah pada Tuhan kau masih bisa menikah" Terangnya panjang lebar

"Hei bodoh, aku masih bisa menikah dengan siapa saja jika aku mau, lagi pula aku tidak ingin menikah sekarang, lihatlah aku terlalu muda, aku tak ingin menjadi ibu di usia semuda ini" Ejek ku kepada Jane, aku yakin setelah ini dia pasti akan marah padaku, dasar serigala pemarah.

"Baiklah, jika kau masih meneruskan keputusanmu dan Mate kita tidak bisa menerima semua itu, kau sendiri yang tanggung akibatnya." Tekannya dengan sedikit menggeram.

Jane memutuskan sepihak mindlink. Aku baru sadar ada sesuatu hal yang harus aku lakukan, secepat kilat aku keluar dari kamar dan menaiki lift yang ada di sudut koridor lantai 3 mansion ini. Ah beruntung sekali yang kucari muncul sendiri di depanku tanpa susah payah ku memanggilnya.

"Elise!" Panggilku pada ketua Maid di mansion ini, dan orang eh ralat omega wolf yang aku panggil pun menoleh dan memberi hormat. Ya, memang di mansion sebesar ini pelayan serta bodyguard disini adalah werewolf.

"Besok pagi bawakan ke kamarku baju Maid, dan ya mulai besok berpura-puralah seakan-akan aku adalah salah satu dari kalian, jangan sampai ada yang keceplosan. Kau sudah mendengar bukan pembicaraan ku dengan ayahku?" Jelasku

"Iya nona, nanti saya akan beri tahu semua Maid yang ada disini beserta Rangers - Rangers kita" jawabnya patuh

"Bagus kalau begitu, sekarang kau boleh pergi" Perintahku

"Baik nona" Elise pun pergi dengan membawa setumpuk piring untuk disimpan di dapur, karena memang aku berbicara padanya saat semua Maid tengah sibuk dengan pekerjaan mereka membereskan meja makan

Sesudah perbincangan tersebut langsung ku melesat ke kamar dan merebahkan diriku ke kasur yang berukuran king size itu. Aku memandang langit-langit kamar yang disana tergantung lampu kristal modern namun cukup simpel terlihat senada dengan atapnya yang sedikit menjorok ke dalam memberi ruang untuk lampu kotak mengisi tempat kosong yang menjorok ke dalam tersebut, kulihat ke samping kiri terdapat tirai berwarna ungu terong yang diikat sehingga memperlihatkan tirai putih yang ada di dalamnya, dari sana ku tatap samar samar langit malam gelap tertutup oleh tirai, tanpa kusadari lambat laun kedua mataku melemah dan kegelapan menyambar ku yang kini aku sudah berjalan jalan di dunia mimpi.

~~~~~~

Esok hari, aku dibangunkan oleh suara kicauan burung yang lembut. Aku mengerjapkan mataku yang masih terasa sedikit berat, tak berselang lama aku terduduk dan mengusap mataku agar pandanganku tak lagi kabur. Selesai ku pastikan penglihatan ku tak lagi kabur, aku mengambil kimono mandi yang ada di walk in closet dan beberapa pakaian dalam. Aku berjalan ke sebuah pintu dan meraih kenopnya lantas ku putar hingga pintu tersebut terbuka dan memperlihatkan bathub, cermin, wastafel, toilet duduk, dan terdapat double pole di dalamnya. Oh iya tak lupa sepetak area untuk membilas badan dengan di batasi dinding kaca yang di dalamnya terdapat shower aerator.

            Aku mencepol rambutku asal asalan, kemudian mengambil bath bomb yang tersimpan di dekat wastafel lantas aku isi bathub keramik berwarna putih tulang tersebut hingga perbandingan 3/4 dari bathub, setelahnya aku memasukkan bath bomb, dan... Voila!!! Air di dalam bathtub seketika berubah. Tanpa pikir panjang aku langsung menanggalkan kimono mandiku di sebelah kiri bathub yang terdapat double pole disana, usai kimono mandi berwarna putih susu bertengger sempurna pada double pole, aku langsung masuk ke dalam bathtub berendam selama kurang lebih 10 menit, lalu setelah kurasa cukup lama aku berendam di bathtub aku masuk ke dalam ruang kecil yang hanya di batasi dinding kaca untuk membilas badan sekaligus mencuci rambut panjang sepinggang nan indah milikku alias keramas.

Usai tamat ritual mandiku yang menghabiskan waktu sekitar 20 menit, aku mengenakan pakaian dalam, dan setelah aku kembali menutupi badanku dengan kimono mandi yang tadi aku gantungkan. Tak ingin lantai tergenang air karena rambut panjangku, aku mengambil sehelai handuk putih yang ada di seberang wastafel lantas ku bungkus rambut basahku dan langsung keluar kamar mandi.

Baru beberapa detik ku hirup udara dingin diluar kamar mandi, sudah ada yang mengetuk pintu kamarku.

Tok Tok....

"Nona Grace" Panggil sosok di balik pintu tersebut

[Door Opened]

"Oh hai Elise" sapaku riang, aku tak ingin merusak mood pagiku dengan berlaku buruk dengan orang lain, meskipun jujur saja, pada pagi hari aku sangat malas meladeni orang orang yang ada disini kecuali ayah

"Nona, ini baju Maid yang anda minta semalam, dan saya sudah beritahu para Rangers dan seluruh Omega disini untuk memperlakukan nona seperti Maid disini tetapi untuk tidak lupa juga memperlakukan nona secara semena mena" Cicit Elise panjang lebar

"Good job, Elise" ucapku sembari akan menutup pintu

"Eee nona, tuan besar menyuruh Anda agar segera turun menemuinya di aula utama" Henti Elise terhadapku untuk menutup pintu

"Okay Elise, you can go now" titahku malas pada Elise yang sedari tadi berbicara tanpa henti

Elise hanya mengangguk dan berlalu dari kamarku dengan langkah cepat, aku hanya melihat punggung Elise yang semakin menjauh dengan ekspresi malas dengan satu alis terangkat, setelahnya aku langsung masuk ke kamar lalu bersiap siap, mengingat ayah sudah memanggilku.

Setelah 10 menit bersiap, aku bergegas menuju aula utama mansion ini dengan langsung mengenakan baju Maid yang beberapa waktu lalu Elise berikan padaku. Sesampainya aku di aula utama, ada 2 pria yang menungguku disana. Pria paruh baya yang berdiri di sebelah kanan dengan menggunakan setelan kemeja putih dan jas hitam dan tak lupa beliau juga mengenakan celana dengan warna senada dengan jasnya, dan tak lupa pantofel hitam dengan merk yang dapat dikenali sebagai brand ternama selalu menghiasi kaki ayahku. Pria di sebelah kiri ayah, dia adalah Diego Pazmalavez, Diego adalah Gamma Wolf kepercayaan ayah yang setia dan selalu membantu pack kami. Ah iya aku lupa memberi tahu kalian akan Gamma Wolf, Gamma Wolf adalah seorang Wolf yang mempunyai kekuatan sangat spesial dibandingkan Wolf yang lain. Mereka bisa melihat masa depan ataupun masa lalu dari seseorang atau suatu pack, tak heran setiap pack harus mempunyai Gamma Wolf mereka sendiri. Penampilan Diego tak jauh berbeda dari ayah, dia mengenakan tuxedo putih dengan Krah baju yang berwarna hitam, begitu pula garis saku pada outfit yang ia kenakan, dasi kupu-kupu hitam dan celana berwarna senada dengan dasinya tersebut membalut sempurna tubuh Diego.

Ayah dan Diego menatapku intens dan keheningan terjadi diantara kami
"Oh bagus, tak bisakah kau bersandiwara besok saja, sayang? Hari ini ayah harus bertemu rekan bisnis ayah, dan rekan bisnis ayah itu kemari dengan putranya, apa nanti kau tidak malu?"

 Ya seperti itulah protes ayah dengan menunjukkan tangannya kearah depan dengan badan sedikit condong tepat di depanku, tak ketinggalan pula ayah memicingkan matanya

"Keputusanku bulat dan sudah tak bisa diganggu gugat ayah" keukeuh ku

Ayah menghela nafas lelah dengan tangan kiri memijat keningnya, sedangkan tangan kanannya berkacak pinggang. Suasana hening sesaat hingga Diego angkat suara

"Tuan putri, sebaiknya Anda tidak melakukan keputusan anda ini, karena di masa depan kelak anda sendiri yang akan hancur karena keputusan konyol yang anda ambil" nasihatnya padaku

Aku menoleh cepat kearah Diego, dengan nada kesal aku membalas perkataannya "Dengar Diego, keputusan ku sudah bulat, apapun risikonya aku akan menerimanya" jawabku mantap

Diego menghela nafas sejenak dengan ekspresi yang lumayan serius, lantas kembali bersuara "Tetapi dibalik itu semua anda akan menjadi Luna yang terkuat, bahkan kekuatan anda menandingi Alpha manapun, karena keterpurukan itu anda akan menjadi yang terkuat hingga membangun anda bisa membangun Leigon sendiri, pack terkuat di alam semesta" imbuh Diego, kali ini ia berbicara sangat serius dan menatapku kembali intens.

Ayah yang ikut mendengar hal tersebut terkejut sekaligus bingung, hal tersebut berhasil membuat ayah menyuarakan suaranya lagi

"Apa maksudmu?" Tanya ayah sembari memicingkan mata dan mendekat kepada Diego.

Tak sempat Diego menjawab pertanyaan ayah, seseorang datang dari balik pintu dengan tergesa-gesa

"Hormat saya yang mulia" Hormatnya pada ayah. Seisi ruangan melihat kearah orang yang memberi hormat itu.

"Ada 3 orang pria yang ingin menemui anda yang mulia, sepertinya mereka datang dari negeri seberang" Pemberitahuan Aldrico sang Beta Wolf di pack ini membuat ayah terkaget, lagi.

"Arahkan mereka untuk ke ruangan ini" Perintah ayah. Aldrico mengangguk selanjutnya meninggalkan aula megah ini

Beberapa saat setelah keluarnya Aldrico dari aula, ia kembali dengan 3 orang pria yang mengikutinya dibelakang. Tak ingin larut dalam acara formal pribadi milik ayah, Aldrico memberi hormat kembali kepada ayah, setelah itu baru ia melenggang pergi.

Aku memulai acting ku menjadi Maid dengan berdiri di belakang ayah dan Diego. Aku menatap sekilas 3 orang pria itu, salah satu dari pria tersebut aku yakin adalah ayah dari kedua pria muda yang berada di samping seorang pria paruh baya yang berbeda di depan ayahku ini. Jangan ditanya apakah dua pria yang berdiri di samping teman ayah itu pastilah anak anaknya.

"Hey, Stuart, lama tidak bertemu" Sapa ayah diikuti pelukan hangat diantara keduanya. Kalau dilihat lihat, ayah dan temannya Stuart itu seperti teman dekat

"Sepertinya, tidak ada yang berubah darimu Dave, semua sama, terutama mansion tua ini" Canda paman Stuart. Hufth, pembahasan seperti ini sangat membosankan

"Sepertinya kau belum pernah merasakan bulu abu mudamu itu di kuliti, huh?" Balas ayah dengan cengiran.

Paman Stuart hanya bisa memasang ringisan diwajahnya membayangkan jika hal itu terjadi dan mulai mengangkat suaranya lagi.
"Ah, aku belum memperkenalkanmu kepada dua putraku" Ujarnya

Satu persatu kedua anak paman Stuart menjabat tangan ayah dan mengucapkan salam perkenal khas aksen mereka sendiri sendiri

"Matthew McKanzie, you can call me Matt or Matthew, uncle" salam Matthew sopan dan dibalas ayah dengan jawaban yang tak kalah sopan.


"Oh dude c'mon, jangan panggil aku paman, aku masih ingin muda sepertimu" Jawaban ayah itu sukses membuat semua orang yang ada disana tertawa geli tak terkecuali aku, hanya seorang pria yang berdiri di sebelah Matt yang hanya memasang senyum tipis, dingin sekali dia.

"Jueno Parvez, call me Jun, sir" Salamnya datar tanpa ekspresi, apa dia tidak bisa tersenyum sedikit? Atau kemungkinan dia menderita moebius syndrom?. Dengan perilakunya seperti itu, aku yakin dia adalah pria yang tidak peduli akan apapun.


"Dingin dan berwibawa, kau mungkin akan bisa menjadi pemimpin sejati nak" Jawab ayah.

Jika dia menjadi pemimpin, bagaimana dia bisa berinteraksi dengan orang, sikap dinginnya melebihi dua kutub yang ada di Utara dan Selatan bumi ini, pikirku.

"Damn, Grace. Our mate here, ohh gosh, don't you feel it, huh?" Seru Jane seraya meraung raung tak sabar dalam tubuhku.

"What the.... Yang mana maksudmu? Si tinggi Matt itu?" Tanyaku bingung

"Tidak payah! Dia sudah memiliki dan sudah menemukan Mate-nya sendiri" Caci Jane kesal.

"I mean Jueno, yeah he is. Jun!" Imbuhnya bersih keras

"WTF?..... Are you kidding me? Si dingin itu? Mate-ku? Seriously?" Tanyaku terkejut sekaligus tak percaya

Mindlink ku dan Jane seketika terputus saat paman Stuart melihatku dan menanyakan siapa aku pada ayah.

"Wait, siapa Maid yang ada di belakangmu dan Gamma mu ini?" Pertanyaan paman Stuart membuat seluruh pasang mata di ruangan itu tertuju padaku.

"Um... Dia putriku, karena sejak lahir fisiknya sudah sangat lemah dia ditakdirkan untuk menjadi omega disini." Bohong ayah

Oh astaga aku lupa, harusnya aku sedari tadi pergi meninggalkan mereka agar tidak terjadi kecurigaan seperti ini. Hufth Poor you Gracia.

"Perkenalkan dirimu, nak." Pinta ayah

"My name is Gracia Saphere Midleton, you can call me Gracia or Grace. Nice to meet you." Salam kenalku pada keluarga Parvez.

"Nama yang cantik." Puji paman Stuart

"Hi, i'm Matthew McKanzie Parvez, Matt or Matthew, nice to meet you too." Tak kusangka lagi anak paman Stuart memperkenalkan dirinya kepadaku, kupikir dia akan bersifat sedingin saudaranya.

"I'm Jueno Parvez, call me Jun" tak selang lama setelah Matthew memperkenalkan diri, adiknya Jueno langsung menyambung perkenalan tersebut, dan jangan lupakan logat datar dan dinginnya senantiasa mengiringi perkataannya.

"Well, semuanya sudah berkenalan dengan baik, bisakah sekarang kita ke ruangan yang biasanya digunakan untuk menyambut tamu?" Ayah memecah keheningan seraya dengan bahasa tubuh yang seorang pebisnis pada umumnya.

"Good idea." ujar paman Stuart menyetujui saran ayah.

~~~~~~~

Keluarga paman Stuart, Diego dan ayah sedang berbincang-bincang di ruang tamu dengan menikmati secangkir kopi yang aku buatkan tadi, tentu saja aku harus totalitas menjalankan aktingku ini karena memang dari awal ini adalah permintaanku. Aku kembali ke ruang tamu dengan nampan yang berisi beberapa camilan kacang kacangan dan makanan ringan, walaupun keluarga ku adalah Wolf murni dan keluarga paman Stuart yang rata rata half vampwolf, kami masih bisa memakan makanan manusia pada umumnya. Ini dikarenakan reaksi tubuh para makhluk immortal yang bisa memakan makanan manusia agar penyamarannya tidak terkuak begitu saja. Mengonsumsi makanan manusia dengan jumlah sewajarnya itu bukan masalah bagi kami, asalkan pada saat berburu, kami harus memakan banyak daging atau darah supaya dapat menahan rasa lapar dan haus khas para makhluk immortal yang membahana

Ketika aku usai menaruh makanan di meja, paman Stuart memanggilku. "Hei nak, sebaiknya kau ikutlah menunggu kami disini, kau juga bagian dari keluarga ini, jadi istirahatlah sebentar." Sentak paman Stuart ketika aku hendak mengembalikan nampan putih yang kupegang ke dapur.

"Ah, sebentar paman, aku akan mengembalikan nampan ini ke dapur, setelah itu aku kembali lagi." Jawabku sopan

Tak lama, aku kembali dari dapur. Tepat seperti janjiku tadi, aku bergegas ke ruang tamu dalam rangka menemani keluarga paman Stuart, ayah, dan Diego berbincang tentang hal yang aku tidak mengerti mereka membicarakan topik apa. Huhhh aku hanya seperti vas .... Yang berdiri kokoh di belakang sofa yang diduduki keluarga Paman Stuart.

Kedua belah pihak menghentikan pembicaraan dan mulai meneguk Arabica Coffee yang sudah tersiap rapih diatas meja. Beberapa saat seusai semua orang meneguk kopi yang kubuat, Matt angkat suara terlebih dahulu ketimbang mereka

"Umm.... Ayah, Paman maaf sebelumnya tapi aku harus kembali ke rumah, istriku sedang hamil jadi aku harus menjaganya dan selalu disisinya. Apa aku diizinkan untuk...." Perkataan Matt terputus berbarengan dengan ayah yang menyela perkataannya

"Jagalah dia sebaik mungkin, jangan biarkan dia menangis dimasa yang seperti ini, atau kau bisa untuk tidak ikut datang kesini dan menjaga istrimu, kawan." Sela ayah tersebut sudah cukup meyakinkan Matt bahwa dia telah diijinkan pulang oleh ayah.

"Terima kasih paman." Ucapnya diikuti Matt yang berdiri dan berjalan keluar, saat ia hendak keluar Matthew menepuk pundak Jueno seraya mengatakan sesuatu

"Turuti apa kata ayah, dan jangan membuat kekacauan." Ujarnya sambil tertawa. Apa yang dikatakan Matthew hanya dibalas dengusan kesal, tatapan tajam, dan Jun yang setelahnya membuang muka kepada kakaknya itu.

Beruntung sekali wanita yang menjadi Mate dari Matthew mendapatkan pria sebaik dan sehangat dia, tak seperti adiknya yang dingin itu. Membayangkannya saja membuat bulu kuduk ku merinding.

Ketika perbincangan setelah kepergian Matthew dilanjutkan, aku teringat ada suatu pekerjaan sedang menungguku di dapur mansion ini, jadi aku berpamitan tidak bisa menunggu obrolan mereka terlalu lama lagi. Secepatnya aku berjalan menuju dapur.

Saat aku sedang berjalan di salah satu koridor lebar yang terlihat sepi, tiba tiba ada suara yang memanggilku

"Hey, kau!" Seru suara bariton yang memanggilku terdengar sangat dingin. Jangankan menjawab, menoleh saja aku harus berpikir ulang apakah itu suara manusia atau.....

"Aku memanggilmu bodoh. Memangnya ada siapa lagi disini?" Maki nya padaku

Baiklah, ini bukan hantu, hantu tidak akan memaki orang seperti itu. Dengan cepat aku menolehkan kepalaku kebelakang dan.....

Hell.... Si dingin itu

"Apa yang kau lihat huh? Aku memanggilmu jadi kemarilah." Suruhnya kasar.

Tak ingin membuatnya bertambah marah, aku berjalan sedikit pelan menghampirinya.

"Temani aku berkeliling mansion ini." Hanya itu saja? Dia bisa meminta orang lain menemaninya selain aku, misalnya saja Diego. Sungguh, aku sangat malas menemaninya untuk berkeliling mansion ini, tapi apa boleh buat jika tidak dituruti mungkin aku sudah dipaksa olehnya bak adegan penculikan di film - film action Hollywood.

"Aku bosan hanya duduk dan mendengarkan celotehan tidak jelas disana." Sambungnya. Apakah aku bertanya kenapa alasannya ingin aku temani untuk berkeliling mansion ini? Aku rasa selain mengidap sindrom moebius, apa dia juga sudah kehilangan akalnya?.

Karena aku sangat menyayangi nyawa ku, dengan sangat terpaksa aku harus menemaninya berkeliling mansion ini. Aku menjelaskan setiap ruangan dan sudut rumah ini padanya, tapi lihat apa yang dia lakukan, dia hanya diam menatapku dengan wajah datar tanpa ekspresi tanpa ada pertanyaan tentang apa yang ku jelaskan padanya.

Tibalah kami di taman belakang mansion yang berbatasan dengan hutan. Disana aku dan Jun berjalan sedikit sambil menjelaskan karena mulutku sudah hampir berbusa menjelaskan setiap sudut dan ruangan mansion sebesar ini, ya tuhan sudahilah penderitaan ku ini.

"Dari tadi kau hanya mengomel tidak jelas, mansionmu dan mansionku tak jauh beda. Jadi aku tahu setiap sudut, ruangan, taman bahkan kamar kecil disini. Kau terlalu banyak bicara"

WHAT THE.... 

Aku sudah rela mulutku hampir berbuih dan dia? Tanpa rasa sungkan atau berterima kasih dia dengan ringannya mengatakan itu semua. Sepertinya dia harus diberikan penghargaan atas ketidak peduliannya kepada oran orang yang ada di sekitarnya. Sudah cukup walaupun aku berakting sebagai Mate disini tak seharusnya dia berbuat seperti itu, jikalau aku adalah omega sungguhan, dia masih tidak pantas berbuat seperti tadi.

Aku menatap tajam kearah mata datar yang tidak mempedulikan apapun, hingga dia membalas tatapan tajam ku, dan jelas ia tak mau kalah menatapku tajam, bisa dikatakan tatapannya jauh lebih tajam dariku, tapi itu semua tak membuatku gentar, bahkan aku menjadi semakin kesal padanya sampai sampai gertakan gigiku terdengar oleh telingaku sendiri. Tanpa aku duga dia berjalan perlahan menuju kearahku, dengan begitu aku tidak takut, aku masih berdiri menahan amarah di tempat ku tanpa Mundur sedikitpun. Dia terlalu nekat, tanpa bisa aku perkirakan dia melakukan hal yang diluar dugaan, lagi.

Dia merengkuh pinggangku secepat kilat, lalu menciumku kasar, aaaggghhh menjijikan sekali.

"Mmppphhh" Erangku. Aku berusaha melepaskan diri dari kungkungan badannya.

Aku menggeliat, berusahalah mendorongnya, mencubit, bahkan menendang kakinya. Tapi itu semua sia sia, tenaganya berkali kali lipat dariku ditambah dia semakin mengeratkan rengkuhannya. Dia melepaskan tangan kirinya dari pinggang ku, ku pikir dia akan menyudahi ciuman menjijikkan ini tapi ternyata aku salah besar, tangan kirinya itu digunakan untuk meraih tengkukku, benar saja dia semakin memperdalam ciumannya dengan berusaha memasukkan lidah menjijikkannya itu kedalam mulutku. Oh tuhan apakah ciuman pertamaku harus semenjijikan ini? Aku hampir kehabisan nafas, aku butuh oksigen sebanyak mungkin tapi Jun tak memberikan kesempatan barang sedetik saja untukku bernapas. Dengan terpaksa lagi aku membukakan sedikit demi sedikit mulutku, membiarkan lidahnya mengeksplorasi apa yang ada disana, barulah setelah itu ia melepaskan ciuman tersebut perlahan, saat itulah aku menatap tajam matanya dan mengumpat dirinya sekeras mungkin

"FUCK YOU!" Dia kembali menciumku, kali ini lebih kasar. Kemudian ciumannya itu turun perlahan kearah leherku, dia menyapukan lidahnya ke leher putihku kemudian dia menggigit leherku, gigitannya benar benar sakit sampai aku mendengar suaranya menenggak sesuatu, Hell... He's half vampwolf

"Sa... Sakiiit" Erangku tergagap.
Mungkin dia mendengar apa yang aku ucapkan sehingga dia menghentikan aktivitasnya itu dengan bibir yang masih terdapat bercak merah bekas darahku

"Mate, my Mate. You're mine now."

Walaupun sekarang aku gemetar menghadapinya, tapi sisa sisa keberanian di dalam diriku masih sentiasa berkobar. Buktinya saja aku masih menatap tajam mata bulatnya menyebalkan itu.

"Lepaskan aku!" Ucapku pelan namun penuh penekanan

"Kau masih belum mencintai ku, huh? Tetapi tak apa aku akan membuatmu tergila gila padaku dalam waktu satu pekan." Klaim yang tak masuk akal bagiku.

Untung saja dia segera melepas pelukan ketatnya itu dariku. Tapi, wait. Dia menarik salah satu tanganku isyarat aku harus mengikutinya, dia berjalan sambil menarikku terburu buru. Aku tak bisa menandingi kecepatannya melangkah, sesekali aku tersandung kakiku sendiri, tapi apa? Dia tidak berhenti menarikku bahkan ketika aku mancakar tangannya dengan kuku wolf ku, dia tak berkutik dia tetap bersih kukuh menarikku hingga aku sadar dia akan membawaku kemana.

"Ayah, paman, aku sudah menemukan Mate-ku, bolehkah aku pergi sekarang?" Terburu-buru sekali dia.

"Ayah tau kau sudah menemukan Mate-mu, tapi setidaknya ijinlah dengan sopan kepada calon mertuamu." Perintah paman Stuart dengan menunjuk ayah sebagai inti yang dibicarakan paman Stuart.

"Tanpa ditanya aku pasti mengijinkan mereka, Stuart. Lagipula ayah mana yang tidak bahagia jika melihat putri semata wayangnya menemukan cintanya, terlebih lagi jika putrinya tidak mau mencari pasangan hidupnya sendiri." Ucap ayah sarkas seraya melirikku.

Aku rasa ayah sekarang ini tidak berada di pihak ku, jadi yang bisa kulakukan hanya mengerutkan dahi dan memajukan bibirku 5 centi ke depan. This is so sucks!

Aku tersentak ketika si dingin itu menarik tanganku kembali yang sedari tadi belum ia lepaskan walau hanya mata sekali pun. Tanpa di ramal pun dia sudah terlihat sangat overprotektif padaku dan jelas dia akan menjadi pengekang yang abadi.

"Hei, apa kau bisa sedikit memperlakukan wanita dengan lemah lembut?" Seruku muak akan si dingin ini yang sedari tadi tak ada habisnya menarik tanganku. Balasannya tak jauh berbeda dari beberapa saat ketika ia menarik tanganku menuju ruang tamu, benar benar tak acuh.

Lagi lagi, aku hampir jatuh karena tak bisa menyeimbangi kecepatan langkah kaki pria ini. Walau aku yakin dia adalah makhluk immortal, tetapi tenaga dan kecepatan laki laki melebihi wanita bukan? Pada akhirnya ia berhenti mendadak di depan pintu utama mansion ini, dan ia berhenti tepat di samping mobil termahal keluaran terbaru Bugatti La Voiture Noire.

[Car Door Opened]

"Masuk." Perintahnya.

“Aku tidak mau." Bantahku dengan sedikit membuang muka dan malipat tanganku di depan dada

"Banyak bicara." Gumamnya yang bisa aku dengar. Tanpa waktu lama, ia mendorongku untuk masuk di kursi penumpang sebelah kemudi, ya memang mobil semewah itu hanya untuk menampung dua orang, yakni satu sopir dan satu penumpang

[Car Door Closed]

"Hei, keluarkan aku!!" Teriak ku dari dalam mobil walaupun aku tahu responnya masih tetap sama, datar dan tak peduli.

Dia mengitari kap mobil dan membuka pintu mobil di bagian kemudi dan pastinya setelah itu ia masuk dan mengemudikan mobil seharga ratusan milyar ini. Tapi sebelumnya ia mengatakan sesuatu padaku

"Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dalam kurun waktu satu pekan, aku pastikan itu." Ucapnya berbisik tepat didepan wajahku. Usai tamat ucapannya tersebut dia membenarkan seat belt dari kursi penumpang yang aku duduki lalu mengecup bibirku sekilas. 

Cihh!!! Menjijikan. 

Aku benar-benar muak dengan apa yang telah ia lakukan padaku, tidak ada sopan santun. Oh tuhan apa kau tidak salah menjadikan pria Arktik ini sebagai Mate-ku

 ~~~~~~~

 Jueno POV

Sejak pertama bertemu di aula aku sudah merasakan sesuatu pada gadis manis yang berpakaian pelayan itu, tapi aku harus menjaga kharisma ku. Seketika itu aku memasuki aula mansion paman Dave, aku disambut oleh wangi Citrus berpadu dengan aroma kayu manis yang menyengat, damn it intoxicates me! Seorang pria yang aku yakini adalah orang kepercayaan dari keluarga ini mempersilahkan aku, kakak, dan ayah memasuki ruang aula. Dan benar saja aroma itu semakin menyengat, itu menandakan aku semakin dekat dengan aroma memabukkan itu. Ada 3 orang yang berdiri di tengah aula megah ini, dua orang pria dan seorang maid? Aku terus berjalan mengikuti aroma yang menghipnotisku agar selalu mengejarnya.

Tak salah lagi, aroma ini berasal dari maid cantik yang ada di depanku ini? Seriously? Dia Mate-ku? Seorang pelayan? Bukan maksudku untuk meremehkan, tapi maid cantik nan manis seperti dia tak pantas menjadi Maid, dia hanya pantas menjadi seorang tuan putri. Dan tak lama lagi aku akan membawanya pergi dan menjadikannya tuan putriku, Just wait it dear.

Perbincangan diantara kedua keluarga Stuart dan Midleton berlangsung sebentar, yang paling aku tunggu adalah suara maid cantik yang ada di belakang paman Dave dan Diego. Kami melanjutkan perbincangan di ruang tamu keluarga ini, kakak pulang lebih awal daripada aku dan ayah karena kakak iparku, kak Kiza sedang mengandung anaknya, walau aku percaya bahwa mom akan selalu menjaga menantunya yang sedang hamil, tapi kakak memang selalu berlebihan dan over dramatic. Aku hanya mendengarkan ocehan paman Dave dan ayah akan saham saham bisnis dan pembukaan cabang baru bisnis mereka, This is fuckin' boring.

Aku tak ingin menjadi gila karena suasana membosankan ini, aku me-mindlink ayah untuk ijin meninggalkan ruangan. Setidaknya aku bisa lebih rileks dengan berjalan jalan mengelilingi mansion megah ini. And then see, I got some idea. Maid manis itu kembali dengan membawa beberapa makanan ringan, dalam sekejap mata ide brilian muncul di otakku. Ketika Mate-ku itu pergi dari ruangan, aku mengambil kesempatan untuk ijin berkeliling mansion megah milik paman Dave. Rencanaku berhasil aku diijinkan oleh paman Dave pergi meninggalkan mereka. Bergegaslah aku mencari Mate-ku, Grace. Ini adalah kesempatan emas bagiku.

Dan.... Kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya.

POV end

Selama perjalanan tak ada suara diantara kami yg terdengar kecuali deru kendaraan yang melaju menyalip kendaraan kami. Sepanjang perjalanan pula aku hanya melipat kedua tanganku, sembari mengerucutkan bibirku. Ya, siapa yang tidak kesal dicium secara paksa dan dipaksa pula untuk ikut dengannya entah kemana

Aku teramat fokus pada gerutu dan umpatan yg sedari tadi ingin ku keluarkan di depan wajah datarnya itu.

Hingga aku tersadar saat pintu mobil terbuka dan lagi lagi aku kembali di tarik paksa oleh seorang pria, siapa lagi kalau bukan Jun si pria Antartika.

"Jun, sakit, kau menyakitiku." Rintih ku yang tak sekalipun di gubris oleh pria yang sedang menarikku dengan kasarnya ini

Tepat di belakangnya terlihat dua orang wanita yang sedang duduk dan menikmati secangkir teh terlonjak kaget, tentu saja siapa yang tidak geram melihat pria dengan kasarnya menarik tangan wanita seperti ini.

"Joe, apa yang kau lakukan?! Mom tidak pernah mendidikmu untuk kasar pada wanita!" Tegur salah satu wanita, lebih tepatnya wanita paruh baya yang mungkin umurnya 50 tahunan, tapi harus kuakui, kecantikannya tak lekang dimakan usia.

Sementara wanita satunya lagi merangkulku seraya mengelus bekas merah di pergelangan tangan ku, perlu kalian ketahui wanita yang sedang merangkulku ini tengah hamil, itu berarti ini keluarga Jun?

Seorang pria turun dari tangga mansion dengan sedikit terburu-buru, mungkin ia penasaran ada keributan apa di ruang tamu? Tak salah lagi ini adalah mansion tempat tinggal Jun.

"Mom, ada apa? Kenapa kau memarahi Jun?" Tanya Matthew

"Dia memperlakukan kasar wanita itu, aku tak tahu kenapa." Terang
Seseorang yang dipanggil mom oleh Matthew.

"Apa benar itu Jun?" Tanya Matthew dengan nada intimidasi

"Dia Mate-ku, aku tahu sejak awal dia tidak memandangku, aku pikir apapun caranya aku harus membawanya kesini, ke rumah ini." Terang Jun dengan nada tak kalah tegas dengan kakaknya

"Pikirkan ribuan kali sebelum kau bertindak Joe Parvez, jika paman David mengetahui semua ini dan juga ayah, aku yakin dan pastikan kau tidak akan bisa bertemu dengannya lagi." Ancam Matt

"Aku tak peduli." Jawabnya tak acuh

Jun berlalu pergi menuju lantai atas, dengan menggandengku tentunya. Aku bersyukur kali ini ia tidak mencengkeramku.

Aku dibawa olehnya ke suatu kamar yang cukup luas, ralat! Memang luas seperti kamarku. Hufth mengingat kamarku, aku jadi rindu rumah dan ayah. Kami berdua masuk kedalam kamar tersebut, Jun menginstruksiku akan hal hal yang ada dikamar ini, mulai dari pakaian, kamar mandi, balkon, kapan aku harus mandi, dan hal paling gila yang ia perintahkan padaku adalah aku tak diperbolehkan keluar seorang diri dari rumah ini. Peraturan macam apa itu?! Bahkan dia hanya anak pemilik rumah ini tapi dia sok mengatur ngatur segalanya.

"Mandi dan istirahatlah, aku tak ingin kau kelelahan, karena besok kau harus menemaniku ke pesta." Titahnya padaku yang hanya terbalas anggukan

Dia berjalan mengarah ke pintu dengan langkah dingin mengintimidasi khas auranya, tiba tiba baru saja ia menjauh dariku beberapa meter, dia sudah berbalik badan dan mengatakan sesuatu lagi padaku

"Dan satu hal lagi, turunlah pada saat makan malam." Cicitnya lagi

"Aku pasti turun kebawah okay? Kau puas?" Jawabku dengan memutar bola mata kesal

"Dasar gila." Umpatku lirih

Ku kira umpatku tadi tak di dengar olehnya tapi....

 Wushhh....

Dia melesat sehingga sekarang ia tepat berada di depanku. Ia meraih tengkukku dan menciumku kasar, aku terperanjat kaget, Jun mengambil alih bibirku, bahkan dia seenaknya saja memainkan lidahnya didalam mulutku. Setelah beberapa saat ia melepaskan ciumannya, nafas kami berdua tersengal sengal lalu ia mengatakan satu hal padaku

"Aku tak suka mendengar umpatan dari bibir seksimu ini sayang, itu tak pantas kau ucapkan." Ujarnya sambil membelai lembut rambutku

"Bersihkan dirimu." Ya itulah kata terakhir yang diucapkannya sebelum keluar kamar ini.

Tak mau membuang buang waktu lagi, aku langsung membersihkan diri. Soal pakaian, Jun mengatakan bahwa ada beberapa helai pakaian di lemari kamar ini yang bisa aku kenakan.

Segar rasanya setelah membersihkan diri, kini aku mengenakan mini dress diatas lutut dengan motif flora menambah kesan anggun dan feminim dari diriku.

Berjam jam lamanya aku dikamar ini, kini aku mulai merasa bosan. Menoleh ke kanan dan ke kiri, tak ada satupun yang dapat dijadikan hiburan untuk menghilangkan jenuhku ini, hingga satu ide muncul di kepalaku. Aku membuka jendela lebar lebar dan membiarkan angin membelai badanku dan menggerakkan rambut rambut nakalku, ini sungguh menenangkan diriku, sekejap kilasan kilasan peristiwa sepanjang hari ini mulai sirna terganti oleh ketenangan hingga aku terhanyut kedalamnya sampai tak kusadari aku mulai menguap pertanda mataku mulai memberat. Kuputuskan untuk kembali masuk ke kamar, membaringkan tubuhku dan memejamkan mataku.

Author POV

            Grace terlelap dalam mimpi hingga ia tak sadar bahwa ada seorang pria masuk sekedar mengecek bagaimana keadaannya selama ditinggal olehnya. Niatnya yang tadi hanya untuk menengok kekasihnya, berubah 360°. Bagaimana tidak berubah jika ia melihat seorang bidadari surga sedang tertidur dengan anggunnya dengan menenakan mini dress tanpa ada selimut yang menutupi tubuh jenjang wanita itu.

Perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara pria jakung itu naik keatas kasur, sejauh ini pergerakannya tidak menimbulkan tanda tanda terbangunnya wanita yang sedang tidur diatas sprong bed berukuran king size itu. Ia mulai membelai lembut pipi merah merona wanita yang kini berada di dekapan dada bidangnya, perlahan belaian lembut itu beralih kearah rambut, kemudian turun ke lengan putihnya, ia menatap lembut mata yang sedang terpejam di hadapannya dengan penuh kasih lalu mengecup keduanya.

"Kau memabukkan ku sayang." Ujarnya.

"Kau hanya milikku." Imbuhnya di sertai kecupan bibir diakhirnya

"Jangan meninggalkanku, baru kali ini aku memiliki sesuatu yang spesial di dalam hidupku." Tambahnya lagi

Dia mencium lembut kembali bibir wanita itu, dan kini tubuh wanita itu telah berada di bawah kungkungan pria yang sedari tadi menciumnya lembut tanpa henti.

Tidur wanita itu sangat pulas, bahkan ketika pria itu menggelitik lehernya dengan sapuan lidahnya ia tak kunjung terbangun. Pria itu terheran-heran dia tidur bisa sepulas itu, ada kilasan ide yang muncul di dalam otaknya agar menggigit gigit kecil lehernya, berkali-kali ia melakukan hal itu hingga bekas bekas kemerahan muncul disana tapi gadis itu tetap tidak bangun.

Setelah dirasanya telah cukup banyak bekas gigitan yang ada di leher gadis itu, pria jakung yang menjadi akibat munculnya kemerahan tersebut pun menyudahi aktivitas erotis yang sedari tadi ia lakukan.

"I love you, honey." Pria itu mengecup bibir gadis yang masih berada di bawah kungkungannya dan setelah itu ia keluar dari kamar tersebut tanpa membuat kegaduhan.

Aku menggeliat diatas kasur dan kesadaran ku mulai kembali, mataku terbuka lalu aku beranjak dari kasur berukuran king size ini, aku tak ingat jam berapakah ini mungkin aku tidur cukup lama. Aneh, aku bermimpi sangat erotis menurutku, aku tak tahu mengapa tapi mimpi itu sangat nyata bahkan aku merasa badanku sedang ditindih oleh seorang bertubuh atletis, dan satu hal lagi yang lebih aneh dari itu semua, bibirku terasa bengkak dan area sekitar leher hingga atas dada sangat perih. Mungkin ada beberapa serangga yang menggigit ku ketika tidur, mengingat saat tidur tadi aku membiarkan jendela terbuka, jadi bisa saja serangga luar masuk ke kamar ini.

Oh ya ampun aku lupa! Aku terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi padaku tadi sehingga aku hampir lupa kalau Jun menyuruhku turun untuk makan malam. Secepat kilat aku berjalan keluar kamar, bahkan kini bisa dibilang aku berjalan cepat menuju ke ruang makan.

Sampainya di ruang makan aku melongo, tak ada siapapun di sana, bahkan peralatan makan pun belum disiapkan, itu berarti.... Aku ada inisiatif untuk ke dapur. Ya, disana ada seorang wanita hamil yang sedang memotong motong sayuran sambil memanggang daging yang aku yakini daging itu pasti sirloin steak dan rib eye steak, ah aku memikirkan apa ini. Tak tega dengannya yang sedang memasak dengan kondisi hamil besar seperti itu, aku membantunya.

"Hai." Sapaku padanya

"Oh hai, bagaimana dengan pergelangan tanganmu?" Tanyanya lembut

"Sudah tidak sakit lagi." Jawabku

"Bolehkah aku membantumu?" Tanyaku

"Jika kau tidak merasa keberatan boleh saja, tetapi..." Awalnya ia berfokus kepada sayuran yang ia potong, pada akhir kalimatnya yang menggantung dia melihatku dengan wajah heran dan terkejut

"Oh God, kau habis melakukan apa?!" Tanyanya dengan nada sedikit dinaikan

"Maksudnya?" 

"Aku hanya baru bangun tidur, memangnya ada apa?" Tanyaku keheranan

"Tidak apa, mungkin kau belum mengerti." Ujarnya dengan sedikit cengiran dan tak lupa ia melirik leherku sekilas.

Aku mengambil mangkuk berukuran sedang untuk mencuci asparagus yang masih terbungkus rapih di dalam kemasan, sebelum aku membuka bungkusnya wanita itu angkat suara.

"Oh iya, kita belum berkenalan sebelumnya, aku Kiza Qureshi, dan siapa namamu?" Ucapnya sambil memotong wortel dengan sekilas melirikku sambil tersenyum

"Aku Grace Saphere Midleton, senang bertemu denganmu kak."

"Jangan panggil aku kak, panggil saja Kiza, kita masih seumur." Ungkapnya sembari tersenyum

"Baiklah kak, eh... Maksudku Kiza."

~~~~~~

Masakan hampir selesai hanya perlu menyajikannya di piring saji dan menata semuanya di meja makan yang mungkin bisa diisi lebih dari 10 orang, aku tak kaget dengan hal itu, karena ruang makan di mansionku tak beda jauh dengan disini.

Aku dan Kiza sedang menghias makanan yang tersedia di piring saji sedangkan para omega tengah sibuk menata peralatan makan, dan sebagian ada yang merapikan dan membersihkan peralatan masak yang tadi kami pakai.

Sebelum para keluarga datang ke ruang makan, aku sudah terlebih dahulu menata beberapa makanan, sisanya Kiza yang mengantar dan menatanya di ruang makan hingga seluruh anggota keluarga berkumpul bersiap siap untuk menyantap makan malam. Aku keluar terakhir setalah kak Kiza, karena ayam panggang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dimasak jadi kuputuskan untuk menunggunya hingga matang dan menyuruh Kiza untuk makan dahulu, setelahnya aku menyusul

Ting! 

Suara oven berdenting menandakan makanan yang sedang sudah matang, segera aku mengeluarkannya dengan penuh senyuman yang merekah dan meletakkannya di piring saji. Ku hirup sebentar aroma menggoda dari ayam panggang yang sedang ku pegang sekarang, aku berjalan menuju ruang makan dan meletakkan ayam panggang tersebut di dekat seseorang yang dipanggil mom oleh Matthew dan Jun tadi.

"Terimakasih sayang WHAT THE!?" Teriak ibu Jun dan Matthew mengejutkanku.

Semua orang yang ada di ruang makan pun ikut terkejut, ralat kecuali si pria Arktik itu, dia sangat sibuk bermain dengan ponsel pintar miliknya. Kini semua mata kecuali Jun tertuju kepada ibu Matthew dan Jun.

"Mengapa terdapat banyak bekas kemerahan di leher hingga atas dadamu sayang?" Tanyanya khawatir.

"Oh ini, mungkin kamar itu banyak serangga luar yang masuk, karena tadi aku tertidur dengan jendela yang terbuka." Titahku

"Tanda itu sering kuberikan kepada Kiza saat kami berbulan madu 7 bulan yang lalu." Sahut Matt yang mendapat respon tawa yang tertahan dari semua orang

Maksudnya? Aku masih belum paham dengan perkataan Matt barusan.

Ah sudahlah itu tak penting, lagipun aku sangat lapar, lebih baik aku mengambil kursi kosong dekat Kiza lalu menyantap makanan yang ada disini. Hanya beberapa langkah dari posisi awalku berdiri, Jun langsung menggandengku menuju kursi yang masih kosong di sebelahnya.

"Duduk." Perintahnya

"Aku tidak mau Jun, aku ingin duduk disana yang dekat dengan lasagna kesukaanku." Rengekku seperti anak kecil, ya tingkahku itu sekali lagi berhasil mengukir senyuman anggota keluarga yang ada disini, bahkan Kiza tertawa melihatnya, maklum mungkin bawaan orang hamil.

"Aku bilang duduk." Kali ini nadanya lebih tegas daripada tadi.

Aku duduk dengan mencebik kesal, ribuan umpatan dan gerutuan dalam hatiku rasanya hampir tak terbendung, untung saja ada omega yang langsung mengambilkanku lasagna kesukaanku, jadi umpatan dan gerutuan itu batal keluar dari mulutku. Hehehe.....

"Jangan sampai kau membuat Grace seperti Kiza sekarang diluar ikatan pernikahan Jun." Peringat sang tuan rumah.

"Never, dad." Jawabnya mantab

Walaupun aku sedang mengunyah makanan, tetapi telinga Wolf ku ini sangat tajam. Aku memilih tidak menyahut obrolan mereka karena aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku? Tidak boleh seperti Kiza sekarang ini tanpa ikatan perkawinan? Apa maksudnya? Sudahlah, banyak memikirkan sesuatu yang tidak-tidak membuat makanan yang sedang kumakan ini menjadi hambar. Lebih baik aku menghiraukan apa yang sedang kudengarkan.

~~~~~~~

Waktu makan malam sudah selesai, aku dan Kiza membereskan peralatan makan yang sudah kami pakai tadi dibantu oleh omega lainnya, Anggota keluarga lainnya sedang berbincang di ruang keluarga. Tibalah saat kami sudah selesai dengan pekerjaan kami, aku merangkul pundak Kiza karena dia sudah kelelahan sejak tadi ia memasak tanpa henti, katanya sejak hamil ia sangat suka memasak, hingga Matthew sering memarahinya karena kelelahan setelah memasak, ada ada saja bumil satu ini.

"Sayang aku sudah bilang padamu, kau tidak usah sering memasak, lagipula untuk apa puluhan omega disini kalau tidak untuk mengurus pekerjaan dapur dan rumah." Hahaha aku baru tahu jika Matt secerewet itu.

"Tapi aku hanya ingin menuruti kemauan anak kita Matty." What? Panggilan macam apa itu, sungguh menggelitik hati hahaha.

"Gracia." Aku menoleh ke sumber suara itu

"Kenapa kau berdiri disana, kemarilah dan bergabung dengan kami." Ajak seseorang yang dipanggil mom oleh Matthew dan Jun.

Aku berjalan canggung, karena sebelumnya aku tak pernah bergabung dengan keluarga yang sedang Qtime. Aku duduk di sebelah seseorang yang dipanggil 'mom' itu.

"I... Iya bibi?" Ucapku tergugup

"Jangan panggil aku dengan panggilan kuno seperti itu sayang. Panggil aku mom, atau ibu Karen." Katanya sambil tersenyum padaku.

 Aku hanya mengangguk mendengar pernyataan dari ibu Karen. Ibu Karen mengelus puncak kepala ku dengan penuh sayang, kami berbincang hangat dan menebak beberapa teka teki, semua terlihat antusias untuk menjawab kecuali satu orang, siapa lagi kalau bukan Jun, dia hanya menjawab teka-teki tersebut hanya sesekali, jawaban singkat dan padat, itupun jika dia dipaksa angkat suara. Huh lihatlah betapa dingin sifatnya.

Tak terasa sudah satu jam kami berkumpul bersama, kami memutuskan untuk istirahat dan kembali ke kamar masing masing. Jun terlihat keluar mansion sebentar entah mau apa dia, tetapi yang jelas aku sudah berada di kamar dimana Jun membawaku tadi pagi ke sini. Aku mengganti baju dress ku dengan pijama dress yang aku temukan di almari pakaian. Aku heran mengapa ada banyak pakaian wanita disini, padahal aku lihat anak paman Stuart adalah kaum Adam semua. Sudahlah aku malah memikirkan apa yang bukan urusanku.

Aku masuk ke kamar mandi untuk mengganti baju dress santaiku ini dengan pijama dress tadi, tak ku sangka pijama ini sangat indah saat kukenakan, mini dress piyama dengan panjang diatas lutut tanpa lengan, tali yang menjadi penggantung piyama yang kupakai ini menambah kesan tinggi padaku, ditambah lagi warna yang tak terlalu mencolok yaitu silver grey, aku memilih gau ini karena terdapat Lace yang dapat menutupi belahan dadaku, karena ini adalah model piyama down turn. Aku sudah mengganti bajuku, kini saatnya untuk tidur.

[Ceklek]

Shit!

Kenapa pria dingin itu kesini?

"Mau apa kau kesini?" Tanyaku lantang

"Ini kamarku." Jawabnya singkat

"Baiklah, aku akan tidur di kamar lain." Gertakku seraya berjalan cepat ke pintu

Baru saja beberapa centi aku melewatinya, tapi dia dengan sigap menggapai tanganku dan mengunci tubuhku dengan memeluknya. Tidak ada jarak diantara kami, bahkan kedua hidung kami saling berdekatan.

"Kau akan tidur disini." Ucapnya penuh penekanan dan menatap mataku tajam.

Rengkuhannya sangat kuat, hingga kakiku hampir tidak menapak di lantai.

"Jun, I can't breathe." Rintihku terbata bata.

 Jun memang melonggarkan rengkuhannya dariku, tapi tidak melepaskan ku seakan akan aku akan pergi ke tempat yang jauh dan tak dapat di jangkau makhluk hidup hingga ia tak mau melepaskan ku.

"Kau tidak boleh meninggalkanku barang sedetik saja, dan aku janji aku tak akan meninggalkanmu." Ucapnya sambil mengangkat daguku agar aku menatapnya.

Bulshit!!

Dasar buaya!!! 

Aku yakin ucapannya akan manis diawal dan pasti berakhir mengenaskan dikala ia mendapatkan yang lebih menawan.

Dibalik perkataanya tadi, terdapat nanar mata yang sulit di jelaskan. Tatapan keseriusan, dan mendamba? Apakah dia mencintaiku? Dia benar-benar tidak ingin kehilangan diriku? Ini sulit kupercaya. Seseorang seperti Jun, berharap padaku?

"Tidurlah." Perkataan Jun membubarkan lamunanku disertai lepasnya tangan yang melingkar di pinggangku.

Aku berjalan menuju sofa yang ada didekat jendela lalu merebahkan diriku disana. Baru saja beberapa detik aku memejamkan mata, tapi aku rasakan tubuhku dengan mudahnya melayang, eh tapi wait, melayang!? Maksudnya?

Oh God drag me to the hell now!! 

Jun mengangkat ku dengan semudah itu, aku tak heran, tetapi dia sedang bertelanjang dada!!

Anyone help me please

"Jun, apa yang kau lakukan?!" Tanyaku waspada.

Dia menurunkan ku pelan pelan di kasur yang berukuran king size dan bersprei putih ini. Belum sempat menginjakkan kakiku di lantai, Jun sudah memelukku hingga wajahku menatap ke dada bidangnya yang atletis, dia memelukku erat bahkan, kakiku di kunci dengan kakinya sehingga untuk gerak sedikit saja sulit.

"Tidurlah." Dia sudah akan tidur saja, bahkan dia mengatakan itu dengan nada serak. Usai tamat ia mengucapkan kata itu, ia menenggelamkan wajahnya ke lekukan leherku, dia menghirupnya dalam dalam bak leherku ini adalah zat psikotropika yang dapat membuatnya tenang dan tertidur. Jujur, ketika dia menghembuskan nafasnya, aku sedikit geli. Suasana hening pun menyelimuti malam ini, suara napas yang teratur ditambah bunyi dengkuran halus dari Jun menandakan ia sudah terlelap tidur.
Karena aku anak baik dan tidak ingin membuat keributan di malam hari ini jadi aku terpaksa tidur diperlukannya untuk malam ini, hanya untuk malam ini saja. Baru aku ingin tertidur, Jun merubah posisinya yang kini bisa dilihat wajah kami bertatapan, aku terbangun karenanya. Aku menatap wajahnya, menelisiknya dengan baik. Dia sangat manis apa bila tidur, pahatan dewa Yunani memang tidak pernah salah wajahnya yang sangat tenang disertai matanya yang indah saat tertutup.
"GRRR KISS HIM GRACE." Jane dari tadi sudah menggeram tak sabar bertatap langsung dengan bibir Jun, huh dasar serigala mesum.

"Jangan gila kau Jane." Bantahku.

"I DON'T CARE, AKU AKAN TETAP MENCIUMNYA." Jane bertambah liar di dalam sana, oh astaga sulit sekali mengendalikan Wolf satu ini.

Tanpa kusadari tanganku mulai mulai mengelus lembut pipi putih milik Jun. Tanganku mulai turun dan berhenti pada tengkuk jenjang milik Jun.

Chup

Tanpa kusadari pula aku mencium sekilas bibir Jun, aku rasa itu bisa membuat Jane tenang di dalam sana, tapi yang kudapat adalah sebuah kejutan.

Chup

Sebuah ciuman yang singkat dari Jun. "Tamatlah kau Grace, kau ketahuan menciumnya diam diam" Batinku

"Kau... Kau belum mlmmhhh....." Perkataan ku terpotong karena Jun sudah membungkam mulutku dengan bibir ranumnya.

Entah mengapa aku tak ingin menolak ciuman yang diberikan Jun secara tiba-tiba itu, aku merasa nyaman. Kuputuskan untuk membalas ciumannya. Detik demi detik berlalu, tiap-tiap lumatan, hisapan, gigitan kami nikmati bahkan tak jarang Jun memasukkan lidahnya dan memainkan salah satu inderanya itu di dalam mulutku.

Aku ingin menyudahi semua kegiatan ini, kutarik pelan kepalaku, namun naas Jun dengan sigap meraih tengkukku dan menjilati bibirku kemudian menghisapnya tanpa henti. Bagus, kini aku merasakan bibirku membengkak.

"Jun, sudah hentikan, aku ingin tidur." Pintaku

"Siapa yang memulai duluan sayang?" Skak Matt. Apa yang harus aku lakukan huhuhu. Selepas mengatakan itu, ia terus saja menciumi, melumat bibirku seakan akan bibirku ini adalah permen terlezat di muka bumi. Apa yang harus aku lakukan huhuhu.

"Jun, tapi...." Ucapanku lagi lagi terpotong, tapi kali ini Jun tidak menciumku, tapi....

Hell... It's a danger position!!!

Oh no, Zeus selamatkan aku dari bahaya diatasku ini!!! Ya, dia menindihku, dan sekarang tubuhku berada dibawah tubuhnya yang bertelanjang dada.

"Jun, ini... Enghhh." Lenguhku ketika Jun mulai menggerayangi leherku.

"Jun sakit, jangan menggigitku." Rintihku lirih agar tak ada yang mendengar dari luar.

"Sudah kubilang, kau memabukkan ku sayang." Bisiknya tepat di ditelingaku.

"Jun, tapi ini sudah larut, aku ingin tidur." Pintaku lagi

"Sebentar saja sayang, lagipula kesempatan ini sangat langka, mllmmm." Ucapnya sambil menjilati dan menghisap leherku.

Apa yang bisa ku perbuat? Jika aku menolaknya dia akan menjadi lebih bringas. Jika kalian pikir aku menikmati semua ini, nol untuk kalian. Bahkan aku tak bisa menikmati semua adegan panas ini karena sedari tadi aku kesakitan karena Jun terus menggigitku. Dan berita buruknya, bekas kemerahan di leherku kini bertambah banyak. Bagus besok aku harus cara untuk menutupi semuanya.

Suara dengkuran halus terdengar sangat teratur di telingaku, Jun melemah, dan pada akhirnya dia tertidur diatasku. Sungguh, dia berat sekali aku bahkan kesulitan bernafas, pelan pelan dan hati-hati aku memindahkan posisinya tepat saat awal dia tidur bersamaku. Jangan pikir ketika tidur ia selemah manusia biasa, dekapannya tak pernah lepas dariku bahkan semakin erat. Aku sangat kelelahan, walaupun ada pikiran yang terlintas untuk kabur, tapi aku benar-benar lelah karena kegiatan kami tadi. Ya sudahlah, untuk malam ini aku akan tidur bersamanya.

~~~~~~~

Banyak langkah kaki diluar kamar membuatku terbangun, kudapati Jun masih mendekapku erat, sepertinya posisinya tidak berubah sama sekali dari awal kami tidur. Perlahan aku turun dari kasur tanpa ingin membuatnya bangun, aku berjalan menuju jendela, aku membuka sedikit gorden berwarna cream yang menutupi jendela. Aku membukanya sedikit, hahhh segar rasanya dapat merasakan angin pagi. Apa aku kabur saja ya? Mumpung Jun sedang terlelap tidur, lagi pula aku adalah Wolf jadi aku bisa melompat dari ketinggian dengan mudah.

"Sudah bangun rupanya."

DEG!!! 

Pupuslah sudah anganku untuk kabur, hiks. Pemilik suara yang terdengar serak di telingaku kini merangkulku dari belakang, mengecup rambutku dan tak lupa ia membenamkan wajahnya antara lekukan leherku.

"Mandilah sayang, mungkin semua orang sudah menunggu kita untuk sarapan." Perintahnya

"Kau duluan saja, aku masih ingin menikmati udara segar."

"Baiklah, kemari."

Chup

"Good morning honey."

Oh really? Apa semalam ia belum puas bermain-main dengan hal erotis bersamaku? Dan sekarang.... Dia memberiku morning kiss?

~~~~~~

Tak beberapa lama Jun keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya, tak lupa rambut basah yang sedang ia keringkan menggunakan handuk lebih kecil, menambah kesan segar darinya.

Tanpa basa basi aku langsung masuk ke kamar mandi, dan segera mandi karena badanku sudah lelah semua rasanya mungkin dengan mandi aku akan segar kembali. Tak butuh waktu lama untukku membersihkan diri, akupun sudah selesai. Alangkah bodohnya aku sampai lupa membawa baju ganti. Untung dikamar mandi ini terdapat banyak handuk cadangan, fyuuuhhh syukurlah. Aku mengenakannya untuk menutupi aurat ku, aku berjalan sedikit berjinjit keluar kamar mandi dan menuju almari. Sejauh ini sukses dan aman aman saja, aku berhasil mengambil baju di almari, aku berjalan ke kamar mandi lagi untuk ganti baju

Klotak! 

Nope, yang aku kira berhasil gagal! Salah satu Hanger yang ada di almari terjatuh ke lantai, aku berhenti di tempat dan sedikit meringis karena mendengar suara jatuhnya hanger itu.

Shit!

Kenapa harus pada saat seperti ini!? Jun pun menoleh kearah jatuhnya hanger itu lalu kepadaku. Matilah aku, poor you Grace!

"Oh hai." Sapaku dengan senyum terpaksa.

Dia menyelidiki ku dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan tatapan seakan-akan aku adalah makanan terakhir di dunia ini.

"A... Aku... Akan... Ganti baju.... Sebentar." Ucapku gugup.

Aku mulai mundur teratur karena Jun berjalan maju dengan aura intimidasi ditambah ada nafsu yang tersirat di setiap langkahnya.

"Mau kubantu memakaikannya?" Tanyanya

"Eh, tidak aku bisa melakukannya sendiri. Hanya dua menit, aku akan kembali." Jawabku sedikit takut. Aku berjalan cepat kearah kamar mandi, saat sampai di dalam kamar mandi, aku terlupa sesuatu lagi.

"Jun, apa kau punya syal?" Tanyaku sambil menyembulkan kepala dari dalam pintu kamar mandi.

Pria yang aku panggil kini berdiri menghadap jendela dengan balutan kemeja putih dan celana span hitam. Dia hanya menolehkan kepalanya ke samping, namun terlihat dari ekor matanya bola mata pria itu melihat kearah belakang.

"Tidak ada." Ungkapnya santai.
Aku memanyunkan bibirku, apa dia tidak malu dengan perlakuannya semalam? Karenanya dari leher hingga atas dadaku dipenuhi bercak merah, huh kesal sekali.

Aku keluar setelah mengganti baju dan mengeringkan rambutku ini, fyuhhh untung saja Jun sudah turun duluan, tapi bagaimana aku menutupi semua bekas kemerahan ini? Walaupun ku tutupi dengan rambut panjangku tetap saja terlihat, bahkan leherku hampir penuh dengan bekas gigitan dari Jun. Sangat mengherankan, kenapa Jun sangat suka menggigit ku? Ya walaupun dia half vampwolf bukan berarti dia bisa menggigitku sepanjang masa kan? Ah masa bodoh, kau tak ingin membuat anggota keluarga yang lain menunggu karena ku yang bukan siapa-siapa di mansion ini, buru buru aku keluar dari kamar menuju ruang makan, huh pasti semua orang akan salah fokus pada tanda merah di leherku ini.

Dengan aku berjalan menunduk mungkin bisa mengalihkan perhatian mereka dari hickey yang di berikan Jun. Semua orang sudah berkumpul di meja makan, dan makanan pun sudah siap saji, tetapi mereka belum menyentuh makanan? Apa mereka menungguku? Oh astaga aku merasa bersalah membuat mereka menunggu. Aku duduk di salah satu kursi kosong sebelah Jun, aku terus menunduk, aku malu memperlihatkan hickey ini kepada semua orang, jika satu dua hickey yang diberikan Jun tak masalah bagiku, tapi Jun benar benar kelewat batas memberiku hickey.

"Kau mau mashed potato dengan steak nya sayang?" Tanya ibu Karen yang hanya kubalas anggukkan dan senyum tipis.

"Ada apa denganmu sayang? Kau terlihat lesu." Tanya ibu Karen lagi.

"Kau tidak lihat berapa hickey yang ada di lehernya sayang?" Sahut paman Stuart menimpali dengan cengirannya

"Jun." Tegur ibu Karen seraya memiringkan kepala dan membulatkan matanya sempurna.

"Itu hanya sedikit, mom." Yang ditegur malah menjawab dengan santai dan entengnya, dasar menyebalkan.

Lantas aku membulatkan mata dengan mulut menganga kearahnya, tapi lihat dia, bahkan dia tidak melihat reaksiku saat ia mengatakan itu, dia malah asyik memakan bruschetta yang ada di piringnya, apakah makanan itu lebih penting dari pada tanda di leherku ini?

Sudah sudah, kalian makanlah. Dan Grace, aku akan meminjamkan syalku padamu setelah selesai sarapan." Ujar Kiza menengahi.

~~~~~~

Sarapan pagi pun sudah selesai, paman Stuart dan Matthew sudah berangkat kerja tepat setelah sarapan selesai, ibu Karen dan Kiza membereskan meja makan. Tadinya aku hendak membantu mereka membereskan piring piring, tetapi ibu Karen menyuruhku untuk kembali ke kamar dengan alasan aku perlu istirahat padahal aku tidak sakit tetapi ibu Karen menyuruhku untuk istirahat dikamar, aneh. Jangan tanyakan Jun kemana, aku bahkan tidak melihatnya pergi bersama paman Stuart ataupun Matthew, dia sedang menelepon seseorang pagi pagi buta seperti ini, entah siapa yang ia telepon. Tak penting memikirkan itu semua, lebih baik aku masuk kamar dulu seperti apa yang diperintahkan ibu Karen.

Aku pun segera ke kamar menuruti apa perintah dari ibu Karen. Kini aku sudah berada di dalam kamar, entah apa yang aku lakukan di kamar ini, rasanya sangat bosan juga terkurung di dalam kamar, ponsel canggih ku juga tertinggal di rumahku, aku tak tahu harus apa. Duduk, berjalan jalan tidak jelas, melihat keluar jendela, memperhatikan detail dari kamar ini, percayalah sungguh membosankan, hingga pada akhirnya ada seseorang yang mengetuk pintu kamar, mungkin itu Kiza yang akan meminjamkan ku syalnya kepadaku.

Tok.. tok...

[Door Opened] 

 Ternyata itu bukan Kiza, dia hanya salah satu omega disini.

"Maaf nona, izinkan para orang-orang ini untuk masuk untuk menaruh semua gaun gaun ini." Ijin pelayan itu. Tapi tunggu dulu, aku tidak pernah memesan gaun sebanyak ini, siapa yang mengirimkannya padaku? Apa ayah mengirimkan semua ini untukku?

"Baiklah." Jawabku singkat lalu membukakan pintu lebar-lebar.

pria itu masuk satu persatu dengan gaun gaun indah beserta Mannequin-nya. Sungguh indah, tapi siapa yang akan memakai semua ini? Dan kenapa diletakkan di kamar ini?

Pelayan itu memberiku sebuah syal berwarna maroon yang di janjikan Kiza tadi dan sepucuk surat entah dari siapa.

"Tuan muda menitipkan ku surat ini untuk diberikan kepada anda, nona." Kata pelayan itu seperti bisa membaca pikiranku saja.

Pelayan itu pamit pergi meninggalkanku setelah orang orang yang membawa banyak gaun tersebut sudah selesai dengan pekerjaannya.

 Isi sepucuk surat ini...

"Pilihlah salah satu, malam ini kau akan menemaniku ke pesta malam ini. Jun"

Apa lagi ini? Mengapa harus aku yang menemaninya ke pesta? Apa anggota keluarga yang lainnya tidak bisa? Maksudku dia pasti punya teman bukan? Mengapa harus aku?

Tok.. tok..

Terdengar suara pintu diketuk kembali, kali ini siapa lagi? Aku pun membukakan pintu

[Door Opened] 

"Hai, apa kau sudah terima semua gaun yang sudah Jun berikan?" Tanya seseorang didepan pintu yang sudah kubukakan.

"Ah Kiza, ternyata dirimu, sudah lihatlah, gaun sebanyak itu." Sambil memiringkan badanku aku memperlihatkan gaun gaun yang dikirimkan Jun untukku.

"Wow, banyak sekali, apa kau akan gunakan semua gaun ini pada satu malam dan pada sekali pesta?" Serunya kegirangan, memang ibu hamil moodnya sering berubah ubah hahaha.

"Tidak Kiza, aku akan memilih salah satu dari semua gaun ini, tetapi aku bingung harus pilih yang mana." Ucapku disertai garukan di kepalaku yang tidak gatal.

"Tidak apa, aku akan membantumu memilihkan baju untukmu." Ujarnya penuh semangat dengan mulai menunjuk, menyodorkan, dan memintaku untuk mencoba satu persatu dari gaun yang dikirimkan oleh Jun. Jujur belum ada satupun gaun yang srek dengan hatiku, semuanya menurutku terlalu berlebihan.

"Lihatlah itu, gaun putih itu sangat indah." Ucap Kiza sambil menunjuk gaun putih dengan hiasan gelombang disalah satu sisi bahu dan pinggangnya. 

"Gaun itu terlalu ramai hiasan Ki, aku akan menjadi pusat perhatian nanti." Tolakku

"Um, bagaimana dengan yang pink satu ini?" Kiza sedikit berpikir dengan mengangkat salah satu sudut bibirnya kemudian menggeret Mannequin yang terdapat gaun pink dengan model Grecian berpadu Off-shoulder disampingnya. 

"Tidak untuk yang itu, aku tak bisa bebas menggerakkan lenganku nanti." Ungkapku

"Hei lihat, gaun yang ada di depanmu itu pasti cocok untukmu." Jarinya menunjuk kearah gaun berwarna sky blue v - neck dan yang pasti dipenuhi Lace.

"Bukannya aku meragukan pilihanmu Ki, tapi kau tahu bagaimana sifat Jun, jika aku menampakkan belahan dadaku di depan umum reaksi dan efeknya bagaimana untukku." Jelasku panjang lebar.

"Kenapa hal itu tidak terpikirkan olehku." Ucap Kiza sambil menepuk dahinya.

"Jackpot! Lihatlah gaun light silver bermodel Off-shoulder dengan bunga-bunga dibagian atas ini." Tunjuk Kiza kembali sambil menyingkirkan gaun gaun yang menghalangi.

"Itu terlalu gerah Ki." Ujarku memutar bola mata malas.

"How great is this, ini pasti gaun Dewi kecantikan Yunani, Grace, lihatlah." Kiza lagi lagi mengatakannya dengan mulut menganga dan mata terbelalak lebar

"Oh yeah, siapa yang tak cantik mengenakan gaun seperti itu, gaun yang indah seperti baju khas kerajaan Yunani kuno dengan model Asymmetric seperti itu ditambah panjangnya yang menjuntai hingga melebihi tinggi badan si pemakai. Warnanya memang elegan, tapi untuk wanita yang tingginya standar sepertiku, dapat dipastikan akan mencium lantai dansa ketika berjalan mengenakannya." Cerocosku panjang lebar tak ada hentinya dengan mencebik kesal. Kiza hanya bisa menekuk wajahnya yang manis dan gembul khas orang hamil, lucunya.

"Baiklah, lihatlah yang kedua gaun ini, setidaknya kau akan jatuh hati melihat yang satu ini." Ucapnya sambil menarik gaun kembar namun berbeda warna namun satu model. Yang satu warna pink muda, dan yang satu berwarna white pearldengan model Halter O neck dengan crop tee dan rok berbahan dasar organdi berlapis bertabur bordir bunga di separuh roknya

"Aku tidak suka keduanya." Ucapku datar

"Mengapa begitu?" Tanya Kiza heran

"Nanti badanku gatal gatal." Jawabku seraya menunjukkan puppy eyes ku.

Singkat cerita, selanjutnya ia tak pantang menyerah menunjukkan berbagai macam gaun, dari gaun v - neck berbelahan dada rendah, bertabur manik manik berlian. Selanjutnya adalah gaun berwarna Aqua blue dengan lengan Off-shoulder berwarna light pink. Seterusnya yaitu gaun berwarna krem Lace dan lagi lagi bahannya adalah organdi, dapat dipastikan dan diyakini itu akan membuat kulitku iritasi. 

Gaun selanjutnya adalah gaun biru Dongker dengan model high neck Tampa lengan, tentu saja pada bagian atas gaun ramai bordiran yang sungguh menjengkelkan hufth sudahlah lanjut ke gaun berikutnya. Gaun berikutnya bak gaun selebriti, yup warnanya masih biru Dongker, tetapi lagi lagi bahannya organdi dengan model lagi lagi sama dengan beberapa dress sebelumnya, yaitu Off-shoulder, bagian pinggang gaun itu dihiasi berlian, tetapi entahlah aku tak suka itu terlalu 'wow' saja.

"Baiklah sekarang terserah pada kau, pilihlah sendiri salah satu, jika tidak kau akan tau dendiri apa yang akan diperbuat oleh Jun sebagai hukumanmu." Peringat Kiza membuatku bergidik ngeri mengingat bagaimana dia memberikan hukuman ketika aku mengumpatnya kemarin. Aku pun berjalan meneliti gaun satu persatu, hingga akhirnya aku menemukan satu gaun yang berada di dekat sofa santai yang berwarna hijau botol dengan warnanya yang gemerlap, model dress itu sangat simpel, model sheat dress yang kupikir ini akan lumayan nyaman ketika ku pakai.

"Ki, bagaimana dengan ini?" Tanyaku riang.

"Boleh juga, coba pakai." Ujar Kiza

"Okay."

Aku dibantu Kiza melepaskan gaun tersebut dari Mannequin fiberglass tempat gaun tersebut dipajang, aku melihat ke cermin rias dan ada satu yang terlupakan olehku. Yang benar saja, bekas kemerahan di leherku sangat merah bagaimana aku bisa menutupi semuanya? Makeup ku tak kubawa. Dewi Aphrodite sekarang terserah padamu, keajaiban apa yang kau berikan untukku.

"Ada apa?" Tanya Kiza bingung ketika melihat wajahku lesu. Aku menunjuk banyak tanda merah di leherku, dan Kiza hanya ber-oh ria tanpa mengeluarkan suara.

Dia lantas menggandengku dan membawakan dress yang tadi aku pilih. Ia membukakan pintu kamar, tetapi kamar ini berbeda dengan kamarku, aku menelitinya lebih detail terdapat box bayi kayu dengan warna putih tulang lengkap dengan mainan gantung diatasnya, dapat diduga bahwa ini adalah kamar Kiza dan Matthew. Imut sekali....

"Kau akan mencoba pakaianmu, dan jangan khawatir dengan hickey mu itu, aku akan menutupinya dengan make-up ku. Jadi tenang saja." Ujar Kiza tersenyum sambil mendudukanku di kursi rias. Aku hanya mengangguk patuh dan tersenyum kepadanya. Kiza mengambil alat makeup dan mulai mendadani ku hingga kurang lebih 30 menit, setelahnya aku mengganti baju dengan dress yang tadi ku pilih.

For god's sake, aku tak menyangka hasilnya melebihi ekspektasi ku, aku benar-benar terlihat anggun dan body goals mengenakan gaun ini ditambah lagi riasan Kiza yang membuatku sangat seksi. Aku mematutkan diriku di cermin, dalam hati aku memuji muji penampilanku sendiri, tak sia sia Kiza mendandaniku hingga kelelahan hehehe.

"Wow Grace, kau terlihat mengagumkan. Jun tidak akan melepaskan pandangannya darimu." Puji Kiza. Semburat merah sedang muncul di kedua pipiku sekarang.

"Ayo ikut aku, kita turun sekarang. Hal seperti ini harus diabadikan." Ajak Kiza penuh antusias.

Kiza mengajakku turun, ia merogoh saku cardigan yang ia kenakan. Barang yang ia cari sudah ia dapatkan, sebuah benda pipih berteknologi terkini yakni ponsel canggih ia arahkan kamera belakang tersebut kearahku.

"Berpose lah Grace, aku akan memotret mu." Teriak Kiza yang berada beberapa meter jauhnya dariku.

Aku berpose ala kadarnya, itu pun hasilnya tak seberapa bagus menurutku.

 "Grace, lihatlah hasil fotomu. Sungguh cantik bukan?" Pekiknya sambil memperlihatkan hasil tangkapan gambar tadi.

Setelah menuruti apa kemauan bumil satu ini, aku langsung berganti baju dan menghapus makeup ku dengan micelar water milik Kiza.


Ya seperti yang kalian ketahui, aku sangat bosan duduk sajadi mansion ini, jadi tak ada salahnya aku sedikit berkeliling untuk mengenali sudut sudut mansion ini. Tetapi ada salah satu ruangan di tengah koridor lantai 3, ruangan itu selalu tertutup oleh pintu kayu berukiran rumit. Entah aku tersambar setan apa, rasa penasaranku mengalahkan rasa sungkanku, aku mencoba membuka pintu itu. God blessed me! Pintunya tak terkunci, ternyata ruangan itu adalah sebuah ruang kerja dengan sofa berbahan dasar kulit mahal pendek, dan di seberangnya terdapat televisi LED yang kira kira ukurannya 55 inch tergantung dengan mewahnya disana, tetapi disana juga terdapat meja bar? Aku sedang melihat lihat setiap arsitektur ruangan ini, minimalis tetapi dapat membangkitkan rasa nyaman. Sesekali aku menyentuh minuman beralkohol merk ternama, hingga aku berhenti dan menghadap ke meja kerja yang terdapat di sudut ruangan, tersusun sangat rapi.

"Siapa yang menyuruhmu kesini sayang?" Bisik suara bariton yang tak asing bagiku.

Aku hampir terperanjat kaget mendengarnya, tetapi untungnya aku sudah bisa menebak siapa yang datang.

"Tidak ada yang menyuruhku, sengaja saja aku datang kesini." Jawabku nada ketus.

Jun tersenyum, senyum dalam artian membingungkan bagiku. Tanpa kusadari ia maju perlahan kearahku, saat aku menoleh ia melepaskan dasinya dan memainkannya, seakan mempunyai makna tersembunyi dibalik gerakannya itu.

Aku dibuat terkejut ketika ia membopong tubuhku dan mendudukkannya di sofa depan televisi.

"Kau telah memasuki sarang ular, sayang." Ucapnya berbisik didepan wajahku.

Aku memicingkan mata bingung, maksudnya? Apa di mansion ini dia memelihara banyak ular?

"Ini adalah ruangan pribadiku." Bisiknya ditelingaku dan dilanjutkan sapuan basah lidahnya tepat dimana iya menancapkan taringnya waktu awal kita bertemu tempo hari.

Sontak aku mendorong tubuhnya. Walaupun aku werewolf, tetapi tenaganya begitu hebat, aku sudah mengerahkan seluruh tenaga wolfku untuk mendorongnya tetapi semua itu sia sia. Kali ini Jun mulai menciumi, menghisap dan lambat laun jilatannya semakin buas. Aku telah memperingatkannya untuk segera berhenti, tapi apa dayaku dia lebih kuat dariku dan lebih mesum tentunya. Jun menciumi leherku hingga perlahan ia naik ke atas rahangku. Entah mengapa aku sangat menikmati apa yang dilakukan Jun, beberapa desahan meluncur sempurna dari mulutku, dapat kurasakan ia melepaskan beberapa kancing atas bajunya. Menurutku ini akan sedikit lama, tak lama setelahnya ia menghentikan kegiatan neck kiss nya tersebut dan tersenyum lembut tepat di depan wajahku.

"Grouuuurrrr, kau terlalu banyak berpikir Grace, biarkan aku yang mengklaimnya sekarang." Seketika Jane, serigala yang ada dalam tubuhku mengambil alih semuanya sehingga tak kuasa mengendalikan diriku untuk tidak mencium ganas pria jakung yang ada di depanku ini. Ya begitulah, ciuman ganasku mengagetkan Jun, bahkan sekarang tubuhnya ada di bawahku, yup kini aku yang mengambil alih semuanya. Oh astaga sejak kapan aku menjadi semesum ini?

Sekitar satu jam atau dua jam kami melakukan ritual mesum itu, akhirnya aku beranjak menjauhinya dan berniat untuk keluar ruangan terlebih dahulu. Niatku itu gagal beriringan dengan Jun yang mencekal pergelangan tanganku dan menariknya sehingga aku terduduk dipahanya. Nada yang tak beraturan terpacu cepat pada jantungku, tatapan matanya seolah terdapat suratan kasih untukku, aku terhanyut oleh belaiannya. Apa aku mulai mencintainya?

"Bersiaplah sebelum jam tujuh malam, aku tak ingin menunggu dan tak ingin membuatmu menunggu." Tegasnya

Sebelum ia pergi, Jun mengecup singkat bibirku, mengangkat dan mendudukanku di sofa panjang ruangan ini. Aku baru tersadar dari hipnotis keindahan darinya setelah ia pergi, dan seperti yang kalian ketahui, aku ditinggalkan sendirian olehnya. Menyebalkan sekali bukan?

Kiza berpesan agar jam setengah enam malam aku harus sudah bersiap-siap. Untuk makeup, Kiza sentiasa merelakan waktu dan tenaganya untukku, manis sekali. Anggota keluarga Parvez tidak terlihat sejauh aku menuruni anak tangga, kemana mereka semua? Cepat cepat ku singkirkan penasaranku itu dan berfokus pada tujuanku mengapa aku keluar kamar, ya aku ke kamar Kiza untuk berdan dan bersiap siap disana, bahkan aku sudah membawa gaunku yang sudah ku sampirkan pada lenganku.

Sampai di kamar Kiza, aku langsung disambut tools makeup miliknya dan senyum penuh semangat dari pemilik kamar ini. Tanpa banyak bicara, aku didudukkan tepat berhadapan dengan kaca rias. Sebelum duduk di kursi rias, ku dahulukan untuk memakai gaun pemberian Jun yang sudah kupilih. Merias pun dimulai, hanya butuh waktu 45 menit untuk Kiza merias diriku, aku tak ingin rambut panjangku dimodifikasi yang aneh-aneh karena aku rasa lebih nyaman seperti ini saja tanpa harus aku memodelnya, toh ini hanya pesta tidak akan ada yang keberatan jika aku tidak memodel rambutku.

Tibalah saatnya aku turun ke bawah, aku sangat gugup. Memang aku sering menemani ayah ke acara pesta bersama kolega bisnis juga reuninya dengan kawan-kawan lama ayah, tetapi entah mengapa aku merasa segugup ini.

Baru saja aku melewati sekitar 7 anak tangga, aku sudah disuguhkan pria yang duduk di lengan sofa asyik memainkan ponsel canggihnya, bisa kutebak siapa dia yang bertengger kaku disana.

Suara heels ku bernada nyaring, ketika ku berjalan menyadarkan pria itu bahwasanya ia kini tak sendirian lagi di ruang tamu. Pria yang mengenakan setelan kemeja strip hitam putih dibalut sweater hitam dengan sepatu pantofel itu menatapku intens tanpa mau berpaling ataupun berkedip, aku berjalan malu kearahnya tapi ia tetap tak bergeming, pria itu menelisikku dari ujung kaki hingga ujung rambut membuatku kian bertambah malu dibuatnya.

"Ayo." Ajak pria jakung itu singkat
Kami pun masuk kedalam mobil yang sudah terparkir di depan pintu utama beserta supirnya.

Singkat cerita, sepanjang perjalanan kami diam satu sama lain, Jun yang asyik memainkan ponselnya, dan aku yang memandang bosan jalanan beraspal. Tak kusadari mobil pun berhenti di sebuah parkiran hotel mewah berkelas, terdengar suara pintu mobil yang tertutup di sebelahku dibarengi pintu didekatku terbuka. Seseorang mengulurkan tangannya untuk ku gapai, tetapi aku menolaknya.

"Aku bisa turun sendiri." Titahku

"Jangan membantah." Ucapnya dengan nada sedikit mengancam.

Apa boleh buat, jika aku egois dan tidak menuruti apa perintahnya, akibatnya akan sangat buruk untuk saat ini. Aku menurutinya, kali ini ia mengode dengan mengacak pinggangkan tangan sebelah kanannya, yang berarti aku harus bergandengan dengannya. Baiklah aku mengalah untuk saat ini, tapi mungkin setelahnya dia yang harus mendengarkan ku.

Tibalah kami pada aula pesta, begitu banyak orang disini, kuyakin bahwa ini bukan pesta biasa pesta ini hanya mengundang orang orang tertentu. Kami disambut hangat oleh sang penerima tamu, kelihatannya si penerima tamu tersebut sangat akrab dengan Jun, dia juga sempat menanyakan siapa aku, dengan yakninnya Jun menjawab bahwa aku adalah mate sejatinya. Kami di persilahkan masuk, memang kami tidsk bergandengan seperti tadi, tapi lebih parahnya sekarang ia merengkuh pinggangku tanpa ingin melonggarkannya.

"Jun, lepaskan aku, kau tidak sadar bahwa kita sudah dijadikan objek lirikan sedari tadi." Ucapku lirih sambil berusaha mepeaskan diri dari rengkuhannya.

"Berhati hatilah sayang, tidak semua orang baik disini." Biskinya dengan tidak menatapku.

Jun dipanggil oleh seseorang dari kejauhan sehingga dia berpamitan kepadaku untuk menghampirinya sebentar, bagus aku ditinggalkan lagi, kali ini ditengah kerumunan orang yang sama sekali tak kukenal. But wait, ada dua orang laki-laki yang mengenakan jas Armani berwajah kembar, oh beruntungnya diriku masih ada orang yang ku kenal disini. Aku menghampiri mereka yang tengah asyik mengobrol sambil menyesap anggur di masing-masing tangan kanan mereka.

"Carrie? Morgie?" Sapaku disamping mereka berdua.

Kedua vampir bersaudara itu hanya memandangiku, setelah itu ia bertanya balik siapa aku. Ya ampun walaupun tampang mereka rupawan tapi tetap saja ya mereka pikun hahaha.

"Hey boys, apa kalian tidak mengingat siapa aku?" Tanyaku lagi yang hanya dibalas tatapan aneh oleh mereka

"Oh c'mon dude, i'm Grace, don't you know me?"

"Grace?!" Ucap mereka serempak

"Long time no see, dear." Kata Carrie

"How dare you! Lihatlah penampilanmu sekarang, sangat jauh berbeda dengan Grace yang dulu." Timpal Morgie diakhiri dengan siulan menggoda. Mereka nampak antusias ketika berjumpa dengan sahabat lamanya ini, ya aku Carrigan dan Morgan adalah sahabat sejak kami sekolah di senior high school dua tahun lalu, setelahnya kami jadi jarang kontak satu sama lain. Thank God and Jun, kalian sudah mempertemukanku dengan kawan lamaku lagi, setidaknya dengan bertemunya aku dengan mereka semangatku kembali lagi.

Aku terkekeh melihat sikap mereka berdua yang masih tidak berubah sejak dua tahun lalu, mereka masih sangat ceriwis dan konyol, selain itu kami juga bercerita banyak tentang kehidupan kami sekarang, kenangan masa SMA dan membicarakan tentang mate. Sayang sekali hanya aku yang telah menemukan Mate-ku, Carrigan dan Morgan tak kunjung menemukannya, kasian sekali kedua pria konyol ini hahaha.

"By the way honey, siapa yang mengajakmu kemari? Ke acara VIP seperti ini? Tidak mungkin kau kesini sendiri." Tebak Morgan tepat sasaran, memang Morgan lebih cerewet dari pada Carrigan, secara Morgan adalah adik Carrigan. Belum usai kujawab pertanyaan Morgan, yang menjadi topik pembicaraan sudah menghampiriku duluan dan membuat Carrigan dan Morgan terkejut melihatnya.

"Oh hi Joe, tidak biasanya kau menghampiri kami." Yang dipanggil 'Joe' hanya mengangguk tipis lalu mengajakku pergi. Carrie dan Morgie membelalak penasaran kepadaku, tanda mereka menanyakan siapa yang mengajakku pergi ini, bibirku terucap kata 'Mate' tanpa bersuara untungnya mereka langsung mengerti apa yang kukatakan.

"Ayolah Joe, kau bisa bergabung dengan kami." Ajak Morgie, aduh dia tidak tau jika ia kaku seperti ini itu berarti ia sedang menahan amarah.

"Bersabarlah menghadapi kakak ipar Grace, dia terkenal super duper kaku dan dingin, sepertinya kau harus melelahkan batu besar satu ini." Bisik Carrigan sambil sedikit melirik Jun.

"Excuse me." Permisi Jun dengan nada sarkas.

"Jadi, kapan kalian melangsungkan pernikahan?" Celetuk Morgie tidak ada sungkannya.

"Kalian tunggu saja." Jun memberikan jawaban singkat, setelahnya menarikku pergi dari kedua hadapan Carrigan dan Morgan.

"Jika akan menikah undang kami ya." Morgie sedikit berteriak mengatakannya dari belakang, jangan tanya apa yang dilakukan Jun, dia tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Morgie.

"Kita mau kemana Jun?" Tanyaku

"Menemui sang pemilik pesta." Jawabnya singkat padat dan jelas.

Aku tak mengira bahwa pesta ini adalah pesta yang diadakan Mr. Braeden, aku pernah dikenalkan oleh ayah sebelumnya, karena beliau memang juga kolega bisnis ayah, jadi pasti aku mengenalnya.

"Mr. Braeden selamat atas 10 tahun berdirinya perusahaanmu." Jun memberi ucapan selamat disertai jabat tangan dengan Mr Braeden.

"Terimakasih Joe."

"Ngomong ngomong, Grace bukannya kau akan berangkat dengan tuan Midleton? Aku juga mengundangnya, tetapi mengapa kau datang bersama anak dari keluarga Parvez?" Tanya Mr Braeden panjang lebar.

"Dia Mate-ku sekarang." Lihatlah dia siapa yang ditanya, dan siapa menjawab. Aku hanya tersenyum masam ketika Jun mengatakan hal itu.

"Ah pasangan kekasih baru, semoga kalian selalu berbahagia dan nikmati pestanya, aku permisi dulu." Mr. Braeden berlalu pergi.

Tak lama setelah Mr. Braeden pergi, terdapat sesosok pria yang tak asing pula bagiku. Oh gosh, that's Daddy! Aku melepaskan rengkuhan neraka ini dari pinggangku dan menghampiri ayah.

"Dad!" Panggilku semangat

"Oh hi sweety." Sosok yang kupanggil ayah itu menoleh, sigaplah aku memeluknya sekilas dan mengatakan bahwa aku sangat merindukannya. Tentu pelukanku itu dibalas oleh ayah dan klaimku bahwa aku sangat merindukannya dibalas sama.

"Ekhem." Terdengar suara deheman dari belakang menandakan seseorang itu meminta diperhatikan.

"Hei lihat siapa ini, calon menantu ayah." Sapa ayah sambil merangkul pundak Jun.

Jika saja sekarang ini sedang tak ada di pesta, mungkin aku akan berteriak dan mengatakan "AKU TAK INGIN MEMPUNYAI PASANGAN HIDUP SEPERTINYA." ya seperti itulah.

"Senang bisa bertemu anda disini paman." Ucap Jun dengan senyum tipis.

"Jangan memanggilku paman, panggil aku ayah, anggap saja sekarang aku sebagai ayahmu sendiri, okay?" Pinta ayah, Jun mengangguk patuh pada apa yang dikatakan ayah.

"Oh iya sayang, kau melupakan ini." Ayah menyodorkan ku sebuah benda pipih berteknologi canggih, OMG my phone!

"Bagaimana ayah tau jika aku akan datang ke pesta ini?" Tanyaku sambil mengambil ponselku.

"Jun menelfonku tadi pagi, ia mengatakan bahwa kau akan menghadiri pesta ini, jadi sekalian ayah bawakan ponselmu." Untuk menanggapi pertanyaan ayah tadi, aku hanya ber-oh ria. Perbincangan pun berlanjut cukup lama yang membuatku tak tahan untuk buang air kecil, tak ingin mengompol di keramaian, aku pun ijin permisi sebentar untuk ke kamar kecil.

Singkatnya aku sudah buang air kecil di toilet sudut ruangan, aku hendak kembali ke pesta yang diadakan, mendadak aku merasa ada yang mengekoriku dari belakang, aku ingin menangkap basah si stalker tersebut, jadi aku tak menoleh ke belakang dan hanya berdiam di tempat, aku yakin ia pasti sembunyi sekarang, aku melepaskan heels ku agar tak terdengar suara langkah ku, aku juga ikut bersembunyi di koridor samping tempatku berdiri. Benar saja ada seorang laki laki yang berjalan cepat dan berhenti di posisi awalku, dia terlihat geram karena kehilangan mangsanya. Ku hantam belakang kepalanya dengan heels ditanganku, aku rasa tidak akan mudah untuk mengalahkannya, buktinya saat ku hantam kepalanya dia hanya meringis kesakitan.

Mata cokelat ku kini berubah menjadi keemasan, menandakan hampir seluruh tubuhku dikuasai oleh Jane, pria asing itu hendak meninjuku tetapi aku berhasil mencekal pergelangan tangannya, dengan sigap dan secepat kilat aku meninju balik perutnya dan mencakar pipi kirinya sehingga cakaran wolf ku terpampang jelas disana. Walaupun menggunakan gaun press body aku masih bisa membanting tubuh pria yang 2x lebih besar dariku. Dia terbaring memegangi perut dan pipinya yang pastinya sakit luar biasa, aku tersenyum puas bisa mengalahkan pria penguntit seperti dia.

Tep!

Byuuurr

Aku terkejut mendapati ada yang menyiramku dengan air sampai sampai aku tersadarkan dari pingsan.

"Hei lihat, jalang kita sudah bangun." Suara itu yang dapat ku dengar pertama kali.

Ketika sadar aku terduduk dilantai dengan tangan dan kaki terikat aku mulai mengumpat kedua laki laki di depanku ini.

"Walaupun terikat seperti ini, bibirmu itu sangat mengerikan huh?" Ucap pria yang memiliki bekas cakaran di pipi sebelah kirinya.

"Ssshhh, calm down dear kami hanya ingin bersenang senang denganmu." Biskinya didepan wajahku.

Cuih!

Aku meludahinya tepat pada wajah pria itu, rasakan akibatnya!

"Kalian akan menyesal!" Ancamku
Pria di hadapanku meraup wajahnya kesal

Plak

Dia menyapit rahangku dengan satu tangan.

"KAU PIKIR HANYA JALANG SEPERTIMU YANG BISA KAMI DAPATKAN, HAH?"

Plak

Satu lagi tamparan mendarat keras di pipi kiri ku hingga aku tersungkur ke lantai.

"Wow, kelihatannya sangat seru, boleh kucoba?."

Pria yang menamparku pertama kali, memberi jalan kepada pria dengan bekas cakaran di pipinya

"Get some." Lirihnya

Plak!

Plak!

Dua tamparan sekaligus mendarat sempurna di pipi kiri dan kananku. Aku tersungkur lemah, aku yakin sekarang sudut bibir kiri dan kananku sudah lebam dan mengeluarkan darah. Tetapi kedua pria itu seperti sangat puas dengan apa yang mereka lakukan, mereka tertawa lepas setelah melakukan penyiksaan penyiksaan tersebut, dasar psikopat! Membusuklah kalian di neraka!

Aaarrgghhhh!

"Kau sangat suka melawan huh?, Akan kubuat kau tidak akan bisa lagi melawan siapapun." Pria yang kucakar tadi mengatakan hal itu dengan menjambak rambutku keras hingga kepalaku terangkat kasar.

Plak!

Plak!

Plak!

Tiga tamparan itu berhasil kembali membuatku tersungkur ke lantai, kali ini sangat menyedihkan, tubuhku lemas, seakan Jane terkurung dan tak bisa melawan. Mataku terasa panas, tak kusadari cairan bening membasahi kedua pipi lebamku. Entah mengapa yang ada di pikiranku hanya Jun, aku menyesal telah melanggar perintahnya agar menurut padanya dan tidak meninggalkannya sendirian.

"Jun, help me please." Lirihku terisak dilantai, sungguh miris!

Kedua pria yang menamparku tadi hanya tertawa lepas dan si pria yang pertama kali menamparku mengatakan sesuatu.

"Kau menghajar anak buahku tanpa ampun, tapi lihatlah kau sekarang menangis tanpa henti." Ucapnya

"Ini baru permulaan sayang, kau akan lebih menderita lagi dari ini." Imbuhnya lagi sambil berjalan kearahku dan mengelus puncak kepalaku lembut seakan ia tak melakukan dosa sama sekali.

Aku terisak-isak dilantai, sesekali aku tersedak karenanya, dan sesekali aku memanggil manggil nama Jun.

"Kekasih sialanmu itu tidak akan bisa menolongmu disini, jadi jangan bermimpi." Ucapnya terbahak.

Napasku semakin melemah seiring waktu, kupikir aku akan mati konyol di tangan para keparat ini.

BRAKKK

Pintu yang semula tertutup kini lepas dari engselnya karena di dobrak paksa oleh seseorang dari luar.

"Jun."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun