Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Fatsar memandangi ke arah langit. Mendengar kata "bintang" juga mengingatkan dirinya tentang keadaan langit malam yang sedang berada di atas mereka. Naungan alam tidak bisa membohongi keadaan; awan hitam yang menganggu ini hanya sekedar hijab pembatas pandangan saja. Sejatinya, seseorang tetap bisa menghadirkan pemandangan para bintang di dalam pikiran imajiner mereka masing-masing. Lebih dari itu, para bintang tidak akan pernah lupa tugasnya, yaitu sebagai penunjuk jalan bagi para manusia. Beruntung, beberapa pihak manusia telah memetakan keberadaan mereka semua. Meski bintang-bintang itu kehilangan dayanya untuk terlihat, tetapi mereka tetap meninggalkan pengaruhnya di berbagai lembaran peta perbintangan yang bisa dudapatkan dengan muda di seluruh penjuru negeri.

            Ganohe kembali melajutkan narasinya, "Mereka mencoba berjalan lebih ke dalam benua itu. Keanehan tetap ada, karena semenjak kedatangan mereka, tidak ada satupun makhluk hidup yang ditemui. Seakan-akan yang mereka dengarkan selama ini, suara-suara misterius, memang merupakan suara para hantu yang tidak terlihat. Tidak juga terlihat pemukiman ataupun bentuk peradaban di benua itu. Tentu saja ini adalah pemikiran yang dangkal dan terburu-buru. Nyatanya mereka tidak mengetahui secara pasti posisi mereka, lebih-lebih ukuran sebenarnya dari tanah yang sedang mereka tapaki."

            Arka masih mendegarkan dengan seksama. Bayangan pikirannya hanya menampilkan sedikit siluet dari tampilan benua itu dari kejauhan. Suatu tempat yang sangat misterius. Lautan yang bewarna aneh, pasir merah menyala, bebatuan yang hitam arang, sesekali terlihat semacam aliran kegelapan misterius ke arah langit, juga langit yang bewarna keunguan dengan bintang-bintang yang malu-malu menampilkan cahayanya. Suatu tempat yang tidak ingin ditapaki oleh manusia manapun juga. Juga, tempat asal dari kaum yang dikabarkan pernah menguasai benua ini sebelum era kejayaan manusia.

            "Tidak sepenuhnya pemikiran gerombolan itu, bahwa benua barat itu kosong, benar. Pada nyatanya, mereka telah dipermainkan oleh beberapa penguntit yang ingin membunuh mereka. Semua itu hanyalah jebakan agar mereka semakin jauh menjelajahi daratan tak bertuan, sehingga semakin kecil kemungkinan mereka bisa lari ke lautan. Cukup cerdik bukan?"

            Beberapa ekor anjing terdengar menyalak, kemungkinan besar mereka berada di semak-semak di sebelah kanan yang bertiga orang. Entah karena anjing-anjing itu tengah melihat figur setan, atau karena mereka sedang ngebet ingin kawin. Suaranya memecah konsentrasi. Bagi beberapa orang, suara-suara salakan anjing itu bisa mendatangkan semacam horror tersendiri. Juga, jalan setapak ini terlalu sepi untuk sekedar merasa aman. Walau jarak ketiga orang itu hanya tinggal tiga ratus meter sebelum mencapai perumahan kumuh, tetapi tetap rasa was-was menghantui mereka andaikata anjing-anjing liar itu tiba-tiba menyerang mereka.

            "Hahaha, suatu kejadian yang tidak mengenakkan bukan? Andai anjing-anjing yang menyalak itu justru sedang memersiapkan semacam penyerangan ke arah kita?" Fatsar berbicara terlalu enteng. Apa dia cukup cepat berlari menjauhi marabahaya itu? Justru kemungkinan dia tertangkap adalah yang terbesar. Apa dia berpikir bahwa antara Arka atau Ganohe ada yang bisa melindungi dirinya? Naif sekali!!!

            "Ah, apa-apaan Om Fatsar ini!!! Ini bukanlah perkara lucu toh!!! Nanti juga, kalau memang anjing-anjing bakal menyerang kita, palingan kita hanya bisa lari sekencang-kencangnya ke arah depan. Moga-moga aja masih ada beberapa orang yang duduk-duduk, mereka tidak datang ke bazar. Kalau tidak, ya, kita pasti akan tertangkap oleh anjing-anjing liar yang dikenal sangat kencang itu. Belum lagi kita tidak mengetahui pasti jumlah mereka. Kalaupun kita nantinya berlari cukup cepat dan bisa memberi jarak dengan yang di belakang, di samping kiri-kanan di depan juga terbuka untuk serangan dadakan. Ini benar-benar hal yang pelik loh..."

            Kening Fatsar berkerut, setidaknya ada lima buah kerutan. Apa yang dikatakan Arka itu memang benar, sekali. Tidak ada jaminan bahwa mereka sendiri bisa menyelamatkan diri dari marabahaya yang terkesan enteng itu. Memang hanya gerombolan anjing, tetapi jumlah menjadi faktor penentu kemenangan. Bahkan keberadaan beberapa penduduk daerah kumuh adalah kunci dari keselamatan mereka. Kalau tidak, yang bisa ditemukan di pagi hari nanti hanyalah beberapa mayat yang telah robek dikoyak-koyak oleh anjing liar. Entah siapa yang akan mati dan siapa yang akan selamat, semua itu masih berupa misteri yang tidak bisa dijamah.

            Berbeda dengan Fatsar yang mulai pucat, Ganohe justru tertawa dengan rasa lega yang luar biasa. Apa ada yang aneh? Atau, mungkinkah Ganohe berpikiran untuk menghadapi gerombolan anjing liar itu untuk menguji kekuatan sejati dirinya?

            "Nah, memang seperti itulah yang terjadi. Gerombolan yang menginjakkan kaki di benua barat telah diintai oleh beberapa 'anjing liar' yang begitu lapar dan haus. Aroma darah yang mengalir di dalam nadi mereka, juga gesekan antar otot-daging yang terdengar begitu renyah, semua itu semakin memaksa nafsu makan 'anjing liar' itu untuk bertindak semakin cepat. Mereka tidak ingin mangsa mereka lolos. Apalagi setelah bermain-main dengan skenario mengulur-ulur waktu itu. Memangnya, apa ada jaminan bagi para manusia itu untuk selamat dari terkaman mereka semua? Tidak ada jalan keluar. Berhasil melarikan diri ke arah laut pun, batasan kabut tebal tidak akan melepaskan mereka dengan mudah ke arah timur. Mereka justru akan disesatkan, sebelum akhirnya kembali menghadap takdir buruk yang semakin tidak terelakkan."

            Penjelasan itu membuat bingung Arka. Jadi, selama ini yang memburu para manusia itu adalah gerombolan anjing liar yang tinggal di benua barat? Apa sebegitunya? Terkesan tidak heroik dan tidak memiliki unsur penjuangan sedikitpun. Mereka hanya tewas karena terlalu panik ketika melarikan diri dari sergapan anjing liar. Lalu, mengapa perlu diabadikan kisah seperti itu? Jangankan di benua barat, di TarukoPedang saja itu adalah cerita yang lumrah. Di hutan sering kali ditemukan bangkai-bangkai hasil santapan anjing liar yang ganas. Kebanyakan dari mereka adalah para pengembara yang tidak terlalu berpengalaman. Nah, gerombolan yang menginjakkan kaki di benua barat itu pasti mereka-mereka yang belum terlalu berpengalaman di dalam petualangan alam bebas. Itulah yang berusaha Arka presentasikan kepada Ganohe, sebuah premis yang dengan cepat dibantah oleh Ganohe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun