Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Tanpa menunggu waktu lama, Fatsar segera melanjutkan ceritanya, "Keikutsertaan ketujuh ksatria itu ditandai dengan sebuah pernyataan kesetiaan kepada benua ini di sebuah tempat dari tenggara pusat benua. Mereka mengambil sumpah untuk menghilangkan latar belakang mereka, dan mengikat diri mereka sepenuhnya hanya untuk kemerdekaan kemudian kesejahteraan benua ini. Suatu pernyataan yang sangat dinanti-nanti oleh semua yang hadir di tempat perjanjian tersebut. Ketujuh pedang telah saling mendaulat satu sama lainnya. Pertempuran-pertempuran besar siap menanti setiap orang yang ada di tempat itu. Masa depan, kalaupun ada pilihan di dalamnya, hanya ada dua: Menang atau mati.

            Berbagai pemberontakan yang terjadi setelah itu, menurut beberapa yang pernah aku dengar, terjadi sangat brutal. Baik dari pihak penjajah ataupun dari pihak pemberontak, masing-masing pihak begitu ngotot memperjuangkan kepentingan mereka di atas benua ini. Suatu keadaan yang tidak menguntungkan bagi siapapun. Jika pemberontak yang menang, mereka akan menggantung semua penjajah kemudian menjadikan kurikulu mereka sebagai hiasan atau ornamen kemenangan. Sementara jika para penjajah yang menang, mereka akan membantai semua pemberontak yang berhasil ditangkap, ataupun akan semakin memaksa para budak untuk bekerja di luar batas alami mereka. Suatu keadaan yang sangat ganjil. Banyak korban berjatuhan tanpa disadari oleh masing-masing pihak. Suatu bentuk kematian massal yang ditolerir karena tuntutan keadaan."

            Pada akhirnya, Arka harus mengakui bahwa dia tidak mengetahui apapun mengenai hal itu. Ini benar-benar informasi baru yang sangat berharga. "Baiklah, Anda berhasil memikat perhatian saya lebih jauh, Om Fatsar. Silahkan dilanjutkan ceritanya."

            "Kemenangan tidak murni berasal dari kerja keras manusia saja. Dikatakan bahwa beberapa pembelot dari pihak penjajah juga turut andil di dalam upaya memerdekakan benua ini dari cengkeraman penjajah dari benua barat. Suatu hal yang tidak dipungkiri, bahwa pada kenyataannya, aliran sihir hitam diajarkan oleh para pembelot dari kawanan penjajah itu. Suatu keuntungan pada masa itu, daya tempur para pemberontak semakin besar. Kemenangan yang terasa cukup sulit dirasa, sekarang perlahan-lahan mulai dirasakan oleh panca indera para pejuang yang masih tersisa. Tapi sayang, tidak semuanya bisa merasakan harumnya bau kemenangan yang berhembus dari segala penjuru angin. Para pembelot pada akhirnya tewas di beberapa pertempuran. Sialnya lagi, mereka tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya. Kurikulu mereka tetap diambil. Jadinya, tidak ada perbedaan antara para pembelot yang berjasa dengan para penjajah yang berdosa.

            "Kemenangan memang berhasil direbut. Pemberontakan besar yang terjadi selama tujuh puluh lima tahun itu berbuah sangat manis. Benua ini berhasil dimerdekakan dan menjadi sebuah benua tempat pencarian hidup yang pantas bagi manusia. Tidak ada satupun dari para penjajah yang masih hidup. Pertempuran terakhir di ibukota benua, juga yang sama saat ini, menjadi ajang pembantaian besar-besaran bagi para penjajah. Mereka dibunuh, digantung atau dibakar. Seluruh jalanan yang ada dipenuhi oleh darah bangsa penjajah yang tidak bewarna merah, malainkan biru-kehitaman. Suatu keadaan yang tidak mencerminkan sebuah kemenangan yang bermarwah. Tetapi, akumulasi emosi kolektif yang telah terjadi selama ribuan tahun, dilepaskan secara mencoroh tanpa ada keran yang mengatur. Pembunuhan yang keji, itu adalah hal yang benar selama tidak ada pihak yang benar-benar merasa hal itu adalah sesuatu yang salah."

            Suasana kembali hening sejenak. Fokus tertuju kepada Arka, si pemilik pertanyaan. Dirinya tertunduk lebih dalam, mencoba memahami semua kenyataan itu di usia yang cukup belia. Isi tempurung kepala yang seharusnya main-main atau kebahagiaan, malahan diisi oleh sesuatu yang bahkan orang dewasa pun tidak sanggup menanggungnya. Keinginan untuk menjadi lebih baik, terkadang itu menjadi semacam bumerang tersendiri.

            "Cukup menyedihkan bukan? Sebenarnya, bukan hanya pihak penjajah yang merasa dicurangi oleh kekalahan itu. Bahkan bangsa manusia, para budak, mengalami penurunan jumlah populasi yang sangat masih. Dikatakan bahwa sepuluh persen yang  masih bertahan hidup pasca pemberontakan besar itu. Bisa kamu bayangkan, ketika gunungan bangkai masih berbau begitu menusuk hidung, juga jangan lupakan burung nassar yang begitu sibuk mengemahi bangkai-bangkai yang begitu banyak itu. Sebelum kemerdekaan benua, ada lima puluh suku bangsa yang hidup di negeri ini. Setelah kemerdekaan, hanya tertinggal tujuh suku bangsa saja yang masih tersisa. Suatu kehilangan yang sangat besar. Tapi, apa yang bisa dilakukan?"

            Penjelasan itu semakin membuat Arka tertunduk. Berarti, termasuk juga seluruh warga TarukoPedang, tidak peduli kasta ekonomi mereka, adalah keturunan dari ketujuh suku bangsa yang masih tersisa. Juga keturunan dari sepuluh persen yang berhasil bertahan hidup. Tidak ada pendapat lain di dalam pikiran Arka.

            "Para ksatria juga mengalami kekalahan yang cukup menyedihkan. Dari tujuh, dikatakan bahwa empat gugur selama pemberontakan berlangsung. Tiga yang tersisa, pada akhirnya, didaulat oleh para pimpinan pemberontakan yang lain sebagai pemegang kekuasaan mutlak atas kerajaan benua yang baru merdeka ini. Benar, kerajaan kuno mencakup seluruh benua ini. Namanya adalah Vrijland, yang kemudian diadopsi menjadi nama dari benua ini. Sebuah nama yang sangat menyentuh dan menggambarkan perjalanan panjang sebelum tanah ini bebas dari cengkeraman apapun. Yang bertiga itulah, yang kelak, dikenal dengan sebutan Bangsawan Pure. Tidak jelas juga mengapa disebut sebagai Pure, tetapi itu berkaitan dengan kesucian dan kemurnian dari niatan baik mereka membantu perjuangan rakyat di sana. Bisa dikatakan bahwa gelar itu adalah sebuauh apresiasi terhadap mereka."

            Arka memahami apa yang sedang dibicarakan. Berarti, para bangsawan yang berkuasa di pusat benua adalah keturunan dari ketiga ksatria itu. Atau, apa memang benar demikian?

            "Tidak. Tidak ada yang tahu pasti. Itu terjadi sekitar enam puluh ribu tahun yang lalu. Sudah berapa banyak generasi mereka jika memang berhasil bertahan. Juga, tidak ada jaminan bahwa mereka berhasil memertahankan kemurnian dari garis darah mereka. Bisa saja keturunan mereka telah menjadi sesuatu yang 'lain' saat sekarang ini."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun