Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Sebenarnya, di pihak berlebih juga tidak ingin sepenuhnya melepas kekuasaan kepada para Tetua, yang secara sosial, adalah para kere. Oleh sebab itu, disepakatilah bahwa terjadi pembagian kekuasaan antara para Tetua dengan sebuah keluarga yang terpandang dari pihak berlebih. Keluarga Labeyaume adalah keluarga yang beruntung itu. Memiliki, bisa dikatakan, menguasai semua kekayaan yang ada di desa ini. Tupoksi mereka hanya satu, yaitu memastikan bahwa semua sumber kekayaan di desa ini terjamin. Maksudnya, bahwa semua uang yang ada di desa ini hanya berguna sepenuhnya untuk kepentingan para kaya. Coba bandingkan dengan para Tetua, yang benar-benar harus bertungkus-lungsu mengurusi semua hal di desa ini: irigasi, kesehatan, edukasi dan pertahanan.

            Lalu, bagaimana dengan seorang kaya yang diangkat menjadi salah satu Tetua akhir-akhir ini? Tidak ada yang tahu pasti mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal keluarga pewaris masih lengkap kesemuanya. Sekali lagi ini semua berdasarkan rumor yang beredar. Rumor itu mengatakan bahwa salah satu keluarga pewaris menyatakan ingin absen dulu di dalam perputaran pemegang gelar Tetua. Sehingga, agar tidak terjadi kekosongan, dipilihlah salah satu dari kalangan terpandang di pihak kaya (bukan keluarga Labeyaume). Walau demikian, dapat dikatakan orang yang mendapatkan jatah kekuasaan itu juga tidak diharapkan. Seharusnya Kakaknya lah yang berhak menerima gelar itu. Namun, karena satu atau lain hal, orang itu pergi dari desa. Mau tidak mau adiknya yang tidak diharapkan itulah yang menjadi Tetua. Hal ini juga yang disinyalir selalu menjadi sumbu perpecahan di dalam kubu para Tetua itu sendiri."

            Arka sedikit terkejut, baru kali ini juga dia mengetahui hal semacam itu. Jadi, dugaannya bahwa para Tetua itu adalah makhluk abadi yang selalu berubah bentuk sepanjang masa adalah pemikiran yang konyol. Rupanya mereka juga manusia biasa; bisa mati juga. Walau itu tetap tidak bisa menutupi kebenaran kedekatannya dengan dua di antara para Tetua itu, yaitu Parman dan Lav.

            "Begitu. Pertanyaanku yang lain adalah mengenai suatu batu yang katanya memuat tulisan dan aksara kuno. Hal ini sangat mengganggu semenjak aku pertama kali menginjakkan kaki ke desa ini. Banyak yang mengatakan bahwa desa ini memiliki sebuah batu putih yang besar yang tertulis di permukaannya berbagai informasi mengenai dunia kuno. Nenek Nyon, apa berita itu benar?" Pertanyaan Ganohe kali ini cukup serius. Arka menganga mendengar pertanyaan berat itu. Sudah pasti pikirannya tidak sanggup memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Begitu juga Fatsar, dia sempat risih sesaat setelah mendengar pertanyaan menusuk Ganohe itu. Bahkan sempat dia, "Ganohe!!! Apa-apaan pertanyaanmu itu? Kita juga harus menjaga tata krama. Tidak sepatutnya kita menanyakan hal yang terlalu interim seperti itu." Ganohe bergeming hebat. Baginya, kepuasan atas pertanyaan intelektual yang mencokol di dalam pikirannya jauh lebih penting dari sekedar ramah-tamah biasa. "Kau harus memahami hal ini Fatsar. Kau juga telah memahami diriku dengan sangat baik. Bagaimana bisa dirimu begitu menentang seperti ini? Sudalah. Kau juga pasti memahami bahwa aku tidak bisa dihentikan mengenai hal ini." Suara desihan terdengar jelas keluar dari mulut Fatsar. Rasa jengkel pasti menjamur dengan hebat di dalam relung hatinya. Dia membalikkan badan dan hanya menatap ke arah dinding kosong. Dia seperti mengabaikan semua orang. Hanya Arka yang peduli dan coba intip-intip sesekali. Ganohe tidak usah ditanya lagi. Sementara Nenek Nyon hanya menggeleng sembari merunduk.

            "Tidak masalah dengan pertanyaanmu itu, Nak Ganohe. Aku akan menjawab semampuku. Justru aku tidak merasa khawatir dengan jawabanku nanti. Malahan aku akan merasa khawatir jika kau mengetahui kebenarannya." Perkataan itu mengentak jiwa Ganohe. Apa ini? Apa Nenek Nyon membocorkan secara sengaja sedikit tentang kebenaran batu besar itu?

            Nenek Nyon menarik nafas dalam. Otaknya telah dipenuhi kembali oleh asupan oksigen, semuanya terasa begitu segar. Sel-sel otaknya yang tersisa terasa aktif sekali. Aliran listrik mengalir dengan sangat hebat di dalam jaringan yang banyak mengandung air itu. Sebuah jalinan misterius membentuk citra kata-kata yang ditransfer menuju otot-otot mulut Nenek Nyon yang sudah mulai kendor dan terlihat keriput dari luar. Sehingga menunggu waktu yang tepat, Nenek Nyon telah diperintah oleh otaknya sendiri untuk berbicara. "Jadi begini...

            Masalah batu besar bewarna putih yang kamu bicarakan tadi, itu seperti desas-desus yang selalu menjadi bahan perdebatan antar para sarjana. Pandangan yang kuat mengatakan bahwa hal itu memang benar adanya. Batu besar itu tersembunyi di suatu tempat di desa ini, tapi tidak ada yang tahu dimana itu berada. Sedangkan yang tidak percaya mengatakan bahwa hal itu tidak lebih dari mitos-mitos atau cerita anak-anak lain yang pernah berkembang di masyarakat desa ini, seperti keberadaan peri atau hantu-hantu orang tua yang sering berjalan-jalan di sekitar hutan.

            Akan tetapi, kebenaran dari keberadaan batu itu sendiri bisa saja memang benar adanya, andai, batu itu berada di suatu kawasan yang terlarang di desa ini." Ganohe menangguk sebentar, "Kawasan terlarang Nenek Nyon?" Orang tua itu mengangguk mengiyakan. Tanpa ada jeda sedikitpun, segera Ganohe melanjutkan interupsinya, "Dimana letaknya? Sepertinya itu adalah suatu kawasan yang dituahkan." Nenek Nyon hanya tersenyum. Dia mengiyakan kata-kata itu.

            "Memang benar, di lingkungan desa TarukoPedang ini, ada suatu kawasan yang sangat dilarang untuk dimasuki. Terletak di perbukitan barat sana. Itu adalah semacam hutan larangan. Entah apa yang menyebabkan lahirnya pamali memasuki kawasan hutan itu. Yang jelas, pendapat umum mengatakan bahwa di sana banyak terdapat makhluk-makhluk mistis atau para hantu jahat yang siap membunuh siapapun yang berani memasuki kawasan itu. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tidak semua warga percaya lagi dengan pamali itu. Beberapa di antaranya melanggar dan memasuki hutan itu, entah untuk tujuan mencari kayu bakar, herbal atau sekedar pergi berburu. Hal lini juga terjadi seiring semakin melemahnya intitusi Tetua desa kami. Mereka tidak sanggup lagi menghukum banyak orang. Singkat cerita, para warga yang memberanikan diri masuk mengatakan, bahwa, tidak ada hal yang janggal di hutan itu kecuali keadaannya yang lebih gelap. Tempat itu tetap menjadi sarang bagi pelanduk atau rusa yang menjadi sasaran utama para pemburu.

            Ya, walau bagaimanapun, mereka yang mencoba melanggar pamali itu tetap hanya berkutat, berputar-putar, di sekitaran lingkaran luar hutan yang dilarang itu saja. Tetapi tidak ada yang tahu apa yang menanti di pedalaman hutan. Itulah sebabnya masih ada kemungkinan bahwa batu misterius itu memang benar adanya."

             Belum sempat Nenek Nyon menelan air liurnya, Ganohe kembali mengeluarkan pertanyaan tanggapan, "Nenek Nyon! Apa Anda mengetahui sesuatu tentang isi dari batu besar itu?" Suasana di ruangan menjadi membosankan jadinya. Arka yang sedari tadi antusiaspun, pada akhirnya, menguap untuk pertama kalinya. Fatsar juga, memang dia masih kesal karena sikap Ganohe dengan membalikkan badan, tetapi justru karena itu dia tertidur pula sembari menatap ke arah dinding kosong. Praktis, hanya Ganohe dan Nenek Nyon saja yang masih aktif berpikir di jam delapan lewat sepuluh menit malam ini. Kali ini, Nenek Nyon kembali harus menjawab pertanyaan itu. Bagaimanapun!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun