Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Kemudian dia melanjutkan penjelasannya, "Jangan begitu mengambil hati. Lagipula, bukan sesama manusia yang memperbudak pada masa itu. Pelaku yang pernah memperbudak umat manusia pada masa itu berasal dari benua lain, aku tidak mengetahui secara pasti darimana asalnya. Mereka dikenal sebagai penjelmaan dari penyihir hitam. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka lah yang pertama kali memperkenalkan sihir kepada manusia yang tinggal di benua ini. Yang jelas, pada era itu memang adalah masa paling awal dari penggunaan sihir oleh manusia di benua ini."

            Semua yang ada di ruangan hanya diam sembari menikmati suara-suara yang merangkai kalimat yang keluar dari mulut Fatsar. Keadaan yang tenang, meski sedikit ribu karena gemericik peraduan antar ranting atau daun yang terhempas-hempas dihajar angin yang berhembus kencang dari selatan. Fatsar mengabaikan itu semua, yang penting suaranya tetap terdengar oleh tiga orang yang mendegar, terutama bagi Arka yang begitu antusias.

            "Aku akan melanjutkan," sebelumnya Fatsar menghirup nafas sendiri. Dia berusaha menenangkan sedikit dari kepalanya yang tiba-tiba menjadi berat dan berujung kepada pusingnya tempurung itu. Setelah memulihkan keadaan, Fatsar kembali melanjutkan narasinya.

            "Menghadapi perbudakan yang keras selama beribu-ribu tahun, hal itu bukanlah sesuatu yang dapat ditanggung dengan mudah di atas pundak masing-masing dari leluhur manusia waktu itu. Para pria hanya hidup untuk membangun berbagai bangunan kebesaran penjajah, wanita tidak lebih dari sawah yang menghasilkan lebih banyak anak manusia untuk diperbudak. Setelah budak mati, mereka dibuang ke sebuah sumur yang kemudian dikerumuni oleh burung natsar yang sudah tidak sabar menyantap sajian daging bangkai segar. Keadaan begitu buruk. Hal itu juga yang memaksa para budak untuk melakukan berbagai pemberontakan sepanjang sejarah perbudakan. Sejauh yang aku ketahui, setidaknya terdapat tiga ratus tujuh puluh satu kali percobaan pemberontakan dari rentang waktu seratus sepuluh tahun yang lalu hingga sembilan puluh tahun yang lalu.

            "Menurut catatan yang pernah aku baca di salah satu perpustakaan di Kerajaan Utama, setidaknya ada kurang lebih dua puluh satu suku-bangsa manusia yang diperbudak oleh penjajah dari benua asing itu pada masa itu. Mereka hanya tersebar dari bagian timur dekat Pegunungan Haute sebagai penambang emas dan logam berharga lainnya, dan sisanya tersebar di dekat selatan benua; di sekitaran Cincin Tanah Humus sebagai petani. Menurut catatam sejarah, hanya kedua daerah itu lah yang dijamah oleh peradaban. Daerah pesisir sangat dilarang untuk dilalui atau dimasuki oleh para budak. Yang berani melanggar akan digantung atau dibunuh di tempat."

            Arka yang menyimak langsung menanggapi sedikit, "Om Fatsar, apa aku boleh bertanya?" Si pendek itu meneguk secangkir teh panas yang baru saja dihidangkan oleh Nenek Nyon kepadanya. Rasanya sedikit getir karena kurang gula. Fatsar juga tidak memahami, entah karena Nenek Nyon memang terbiasa menyajikan teh dengan cara itu (adat desa ini) atau memang karena mereka kekurangan stok gula di dapur. Yang jelas, beberapa volume air bewarna kecoklatan yang dia teguk itu sudah lebih dari cukup untuk melepaskan rasa dahaganya. "Silahkan, apa yang ingin kamu tanyakan?"  

            "Tadi Om menjelaskan bahwa daerah pesisir, atau segala yang berdekatan dengan laut, dilarang untuk didekati bagi para budak. Mengapa demikian? Bukannya dengan memberi akses kepada para budak ke laut, mereka bisa menangkan ikan yang melimpah di sana bukan? Juga, mereka tentu bisa memanen hasil laut untuk diolah menjadi beraneka macam cenderamata dan perhiasan pemikat." Sebuah pertanyaan yang bagus. Kali ini, Ganohe yang memberikan semacam applause kecil-kecilan untuk Arka.

            "Wah, memang mantap kamu ini." Fatsar memulai jawabannya dengan secarik kata-kata pujian. Dia menghirup nafas beberapa kali, setidaknya hingga rongga paru-parunya itu terasa lebih plong. Kemudian barulah dia bersedia memberikan jawaban pasti, " Memang benar, andaikata pada masa itu penjajah memberikan kebebasan bagi para budak untuk berlayar ke laut, maka hasil tangkapan akan semakin besar dan beragam. Tetapi, jangan lupa juga bahwa laut adalah kunci dari pelarian para budak. Para penjajah itu menakutkan bahwa di antara para pelaut budak akan ada yang berhasil melarikan diri ke benua tempat manusia lain berasal."

            Arka kembali disuguhkan informasi yang fantastis. Kepalanya begitu berputar-putar mencoba mencerna apa yang dimaksud oleh Fatsar, sebuah benua lain yang juga dihuni oleh manusia? Berarti, mereka bukanlah satu-satu ras manusia yang hidup di dunia ini?

            "Tunggu dulu Om Fatsar! Berarti, kita bukan satu-satunya ras manusia yang ada di dunia ini?"

            Fatsar menangguk pelan, pertanda biasa untuk mengiyakan. Tindakan itu sekaligus memicu reaksi pertanyaan lain dari mulut Arka yang semakin basah karena liurnya. "Om Fatsar!!! Ceritakan juga sedikit yang kamu ketahui tentang benua tempat manusia lain itu." Fatsar hanya bisa tersenyum, meski sedikit kegetiran menggeliat di antara otot-otot bibirnya. Kemudian, dengan tenang dia mengucapkan satu kata, "Tentu."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun