Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            "Anu... tunggu dulu..." pemuda itu hanya bisa menunda realita yang terhampar di hadapannya, "Mengapa terlalu terburu-buru berpikir bahwa pembicaraan akan berakhir? Ini tidak adil om!! Tunggulah beberapa waktu saja, setidaknya lima menit lagi. Biarkan aku mencerna lagi beberapa hal yang masih memenuhi tempurung ini." Permintaan yang memelas, tidak lupa Arka menampilkan ekspresi wajah memohon seorang anak kecil yang seringkali lumayan berhasil memikat hari para orang tua yang keras membatu.

            Ganohe hanya menatap dengan dingin, rasa curiga dan tidak percaya bercampur baur melebur menjadi skeptisme luar biasa terhadap bocah ini. "Jangan memelas seperti itu sialan!! Mengapa kau perlu menampilkan wajah membosankan seperti itu? Jangan berpikir bahwa aku adalah orang yang lemah terhadap rayu-rayu bocah semacam dirimu. Sudahlah, pergi tidur saja ke sana." Bukan main, tangan Ganohe juga bergerak-gerak melambai mengusir keberadaan makhluk ini. Berlagak berkuasa sekali manusia satu ini, padahal dia tidak lebih dari seorang tamu di kedai sederhana. Sekali lagi, Fatsar hanya bisa memamerkan gerakan geleng-geleng kepalanya yang semakin teleng.

            "Ganohe... Ganohe.... mengapa kau selalu betindak seperti ini?" tangis Fatsar yang mulai melemah pertahanannya. Begitupula Arka, dia hanya memandang dengan tatapan kosong, pikiran jauh mengangkasa. Dirinya heran mengapa bisa ada seorang dewasa sejutek ini.

            "Jangan dipikirkan kelakuan dari karibku ini. Ah, sesuai permintaanmu, kita akan menunggu beberapa menit lagi. Moga-moga memang ada hasrat-hasrat lain yang perlu kita bicarakan." Suasana kembali diam, seperti kuburan saja. 

            Keadaan yang demikian tidak bertahan lama-lama juga, beberapa suara derap langkah yang berat terdengar sayup-sayup dari luar. Hari memang hujan beberapa malam belakangan, tetapi uniknya jalan setapak yang mengarah menuju kedai sop ini tidak basah sedikitpun. Hanya beberapa bagian saja yang tergenang oleh air, itu pun juga bukan karena ada lubang atau tidak. Memang aneh saja.

            "Heh!!? Apa itu? Mengapa ada suara langkah yang mendekat cepat? Suaranya nyaring pula!" Fatsar mulai menunjukan wajah cemas. Sedikit-sedikit, aliran darah yang mengalir ke wajahnya berkurang, meninggalkan wajah gosong yang terlihat layu.

            "Biasa saja. Mungkin itu adalah beberapa pengawal yang datang. Ya, memang aku tidak mengetahui apa alasan mereka datang ke tempat ini?" Ganohe, dia memang seperti yang biasanya.

            Arka lebih polos lagi, tidak menunjukan kekhawatiran ataupun. Nada suara yang dilepaskan berikutnya pun juga datar dan tidak bergetar. "Memang para pengawal itu ingin membeli sop tomat? Ah, apa mereka tidak paham waktu sudah larut begini? Kami hanya melayani pengunjung dari siang sampai maghrib-akhir. Tidak mungkin kami memaksakan diri memasak beberapa mangkuk sop tomat untuk dua atau tiga orang dengan pedang yang tersarung di pinggang mereka."

            "Sialan kau bocah!! Mengapa kau berkata-kata santai sekali? Isi tempurung anak kecil memang lepas dari berbagai prasangka," Fatsar mengutuk berkali-kali di dalam hatinya. Rasa dengki menjamur sehingga meluas dengan cepat ke celah-celah ruang yang ada di dalam dimensi perasaannya. Ingin sekali dia menabok bocah Arka ini, yang menganggap remeh kedatangan para penjaga. Kalau mereka ditangkap lalu dijebloskan ke dalam penjara, bagaimana? Kalau meraka diinterogasi dengan jalan kekerasan, bagaimana? Mengapa tempurung yang sedang menyembur dengan cepat itu masih belum bisa menjangkau semua permasalahan gaib itu?

            "Ini semua karena dirimu, Fatsar. Cepat-cepat lah kau bertaubat sebelum para pengjaga itu menyeretmu dengan rantai yang terikat nanti." Arka terkejut, pandangannya langsung teralihkan ke arah Fatsar yang semakin pucat. Atmosfer kembali berubah dengan mudah, lebih mencekam dan semakin gelap.

            "Apa??" si pendek itu mengacung dirinya sendiri, "Apa maksudmu?? Untuk apa menuduhku seperti itu? Apa hanya sebatas ini ikatan persaudaraan kita?" Ganohe tidak gentar, tatapannya masih kaku menyaksikan upaya bela diri Fatsar yang tersudut sedemikiannya. "Sudah jelas, tadi kau sempat berteriak seperti orang gila. Bocah Arka saja sudah menegaskan, bahwa tidak pernah ada tamu yang bertindak sebodoh dirimu. Kegaduhan yang kau buat pasti menarik perhatian beberapa pengawal yang kebetulan berjalan-jalan di sekitaran ini. Memang terkesan seperti adu nasib, tapi sayang kau berada di sisi malang. Ingatlah, sebentar lagi juga kau akan diseret dan dipermalukan di hadapan seluruh masyarakat daerah sini."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun