Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Bangsawan Pure

24 Januari 2019   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2019   07:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            "Tidak ada yang mengetahuinya."

            "Tidak ada?"

            "Benar, tidak ada yang mengetahui apa isi dari muatan batu besar itu. Dugaan apapun juga tidak ada. Benar-benar sebuah misteri yang sangat misterius. Tidak mudah menentukan darimana kisah ini berawal dan siapa yang, entah itu, membual tentang hal ini. Jadi, kesimpulannya, semua ini adalah batas dari pertanyaanmu. Jika kau bertanya lebih jauh, dirimu benar-benar tidak ingin mengetaui apapun." Ganohe mengangguk mengiyakan. Semuanya berakhir di titik ini. Tidak ada lagi yang mampu diperbincangkan. Bahkan setelah Nenek Nyon menanyakan, apakah orang itu masih memiliki sesuatu yang mengganjal di dalam pikirannya, dia hanya menggeleng pelan.

            "Hahaha, berarti sesi kita sudah berakhir Nak Ganohe. Bagaimana kalau kamu melanjutkan ceritamu kepada Arka kembali? Lagipula, memang seharusnya kamu telah sedang menceritakan kembali kisah yang terpotong itu. Bukankah begitu, Nak Ganohe?" Dan kembali, Ganohe hanya bisa mengangguk pelan. Semua ini terkesan seperti sebuah repetisi yang pasti saja, sebuah deja vu. Hal itu juga yang memacu gelak tawa dari seorang Nenek Nyon yang begitu periang di masa tuanya. "Itu bukanlah sebuah masalah," timpal Ganohe.

            Arka dan Fatsar telah terlelap, mereka tidak sanggup bertahan dari pembicaraan Ganohe dengan Nenek Nyon yang terkesan begitu kaku. Apalagi buat Arka yang selalu menganggap enteng semua permasalahan. Fatsar juga, rasa kesal ditambah tekanan kebosanan memaksa jiwanya jauh ke dalam sumur mimpi. Hanya saja mereka tidak sepenuhnya terlelap. Indera mereka masih terpasang begitu tajam. Berharap akan ada epos yang menjanjikan bagi mereka. Menanti pembicaraan membosankan berakhir, atau salah satu dari yang dua merasa bosan dan tidak ingin melanjutkan pembicaraan. Dan masa itu telah tiba, Arka terlebih dahulu melarikan diri dari kepungan para monster yang berusaha menerkamnya di sisi lain dunia. Matanya kembali melek. Sementara otaknya berusaha dipulihkan dari semua rasa kantuk dan kefanaan.

            "Apa pertanyaan Om Ganohe telah selesai Nek?" Nenek Nyon hanya menatap ke arah cucunya, "Mengapa perlu melanjutkan pembicaraan dengan wajah kusam seperti itu? Lebih baik pergi dulu ke kamar mandi sana. Cuci wajahmu!!!" Bukan main rasa keterkejutan Arka. Untuk apa dia harus membersihkan wajah selepas tidur? Padahal ini malam, tidak ada lagi pembeda antara kesegaran dengan kekusaman seseorang. "Jangan begitu Nenek. Ini sudah malam. Seharusnya tidak perlu lagi memerhatikan hal-hal seperti itu. Aku mohon!!!" Nenek Nyon, bagaimanapun juga, tetap tidak mengubah keputusannya kepada Arka. Dia justru semakin tegas, "Arka!! Kalau kamu tetap bersikeras, Nenek akan memaksa kedua pengembara ini keluar!!!" Meja kayu itu disentak dengan kuat oleh kepalan kanan Arka. Wajah bocah itu memerah dan, "NENEK!!! Jangan memaksa!!! Kalau memang Nenek akan mengusir kedua pengembara bara ini, maka aku akan ikut bersama mereka!!!" Fatsar terbangun dan segera diliputi rasa ketakutan. Apa-apaan ini? Ganohe tetap tenang.

            "Sudahlah cucuku. Lebih baik memang kalian semua pergi ke luar, menikmati pemandangan dan nuansa malam desa ini. Sebelum itu, tetap kamu harus mencuci wajah kusammu itu Arka. Sebelum kau menurut, kau tidak akan pernah aku biarkan keluar." Apa ini yang disebut dengan sebuah resolusi? Agar meredam ketegangan yang ada, Nenek Nyon menyuruh cucunya menjadi pemandu sementara bagi kedua pengembara ini. Lagipula sekarang adalah malam bulan juli, suatu bulan yang istimewa bagi penduduk TarukoPedang. Hampir setiap malam, terkecuali jika hari hujan, diadakan semacam bazar besar di pasar desa. Semua kalangan, baik dari golongan kaya atau kere saling berbaur seperti sedia kala. Anggap saja acara ini semacam nostalgia terhadap masa yang telah lama jauh silam. Hanya terjadi maksimal tiga puluh satu malam dalam setahun. Suatu kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Itulah yang dijelaskan oleh Nenek Nyon kepada para pengembara itu.

            Fatsar bersemangat tiada tandingnya. Berkali-kali dia ikut membujuk Arka agar segera berbenah diri. Suatu hal yang dianggap aneh oleh Arka, sekaligus membuatnya bergidik. Sementara itu, Ganohe kembali berusaha membawa pembicaraan membosankan ke atmosfer ruangan ini. Hal yang patut disyukuri, sebab, pada akhirnya, Arka memutuskan untuk segera kabur ke kamar mandi untuk berbenah diri. Hanya Fatsar saja yang kasihan, entah mau kemana dia bisa melarikan diri.

            "Nenek Nyon, apa benar hanya sekedar pengingat saja malam-malam di bulan Juli ini? Apa tidak ada alasan lain, seperti karena faktor sejarah, dari pelaksanaan bazar di malam-malam bulan Juli? Lebih dari itu, mengapa harus memilih bulan Juli?" Jujur, Nenek Nyon sudah tidak memiliki niat apa-apa lagi untuk menjawab pertanyaan. Ada maksud lain dari idenya menyuruh Arka mengantar keluar para pengembara ini. Selain agar meredam pembicaraan panas tadi, juga agar para pengembara ini (terutama Ganohe) tidak bersikap nyinyir lagi terhadap seluk-beluk desa ini. Sejujurnya hal itu membuat risih Nenek Nyon. Akan tetapi, apa mau dikata. Karena telah menjadi ikatan istiadat di tempat ini untuk melayani tamu, pada akhirnya Nenek Nyon tetap harus menjawab pertanyaan itu.

            "Setahuku, hanya ada satu peristiwa penting yang ada sangkut pautnya dengan bulan Juli. Kalau tidak salah itu berkaitan dengan bulan kelahiran dari salah satu pendiri desa ini. Ingat bukan cerita Arka tentang asal mula nama 'TerukoPedang' tadi?" Nah, Ganohe menunjukkan ekspresi yang berbeda untuk pertama kalinya. Wajahnya melongo dengan mata melotot keras. Apa yang dimaksud dengan Nenek Nyon? Cerita yang mana? Sekelebat kemudian, barulah Nenek Nyon menyadari kekhilafannya karena terlupa bahwa Ganohe izin ke belakang sewaktu Arka bercerita. Tanpa membuang waktu, diceritakanlah semua hal itu kembali, yang mana dengan cepat dipahami oleh Ganohe itu. "Jadi, singkatnya bulan Juli dirayakan karena dipercayai sebagai bulan lahir dari salah satu dari tujuh ksatria yang menguasai pedang bertuah itu?" Nenek Nyon mengangguk. Bersyukur sekali orang selain Ganohe di ruangan itu, si tinggi itu tidak lagi berbicara banyak. Dia kembali menekur, entah dia berusaha tertidur sekejap atau sekedar menutup matanya saja. Suasana kembali lebih cair. Dan semua orang hanya menunggu Arka yang sedang berkemas-kemas.

            "Nenek Nyon, apa Nenek tidak datang bersama kami? Apa tidak apa-apa jika tertinggal sendirian di kedai ini? Di belakang kedai ini hanya padang rumput luas yang tidak bertuan. Para penyamun bisa dengan mudah menyusup di antara helaian rumput yang bergelepoi disembur angin. Juga, tempat ini lumayan jauh dari pemukiman terdekat. Sekali lagi, apa itu tidak apa-apa?" Fatsar ini, entah dia memang murni wujud kepedulian atau sekedera mencari perhatian belaka, dia mengatakan itu dengan nada yang cukup merendah dan memohon. Hal yang juga menyulut gelak tawa dari Nenek Nyon. Apa pemuda ini meremehkannya? Apa dia tidak menyadari sudah berapa lama wanita menopause itu telah bersemayam di tempat ini? Bahkan itu terjadi jauh lebih lama sebelum kehadiran Arka yang lumayan membawa nuansa baru di tengah-tengah kesendiriannya. "Jangan khawatir Nak Fatsar. Bagaimana pun juga, aku jauh lebih kuat dibanding dirimu."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun