Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

G30S: Tragedi yang Menyelamatkan atau Luka yang Belum Sembuh

1 Oktober 2025   13:02 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika kita menilai secara objektif, PKI di bawah Aidit memang bukan sekadar replika Maois. Ia adalah sintesis unik dari komunisme internasional, strategi lokal, dan loyalitas kepada Soekarno. Tetapi justru karena kompleksitas inilah, PKI menjadi entitas yang penuh potensi sekaligus penuh ancaman bagi kekuatan politik lain.

Dengan pengaruh massa yang terus meluas, dukungan Soekarno yang relatif stabil, serta kedekatan dengan Tiongkok dalam konteks Perang Dingin, Aidit menjadi figur yang dipuja dan ditakuti. Dan dalam dunia politik yang sarat kepentingan, siapa yang terlalu cepat naik akan menghadapi risiko jatuh lebih cepat---terutama jika dianggap bermain di dua kutub ideologi global yang sedang panas: Kapitalisme AS vs Komunisme Cina.

C. Perbandingan Doktrinal PKI vs Partai-Partai Komunis Lain

Untuk memahami posisi PKI dalam peta ideologi global, kita tak bisa hanya melihatnya sebagai cabang dari komunisme internasional. Kita perlu membandingkan fondasi doktrinal PKI dengan partai-partai komunis lain yang lahir dari rahim sejarah, tetapi tumbuh dalam lingkungan sosial dan politik yang berbeda.

1. PKI vs Partai Komunis Uni Soviet (PKUS)

Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) adalah pionir revolusi proletariat yang mengusung Marxisme-Leninisme sebagai doktrin resmi. Arah revolusinya fokus pada kelas buruh industri, pengambilalihan alat produksi melalui revolusi kelas, serta sentralisasi ekonomi dan politik dalam negara otoriter yang mengatur penuh kehidupan masyarakat.

PKI, walau mengadopsi Marxisme-Leninisme sebagai fondasi ideologis, menghadapi kenyataan bahwa Indonesia pada pertengahan abad ke-20 bukanlah negara industri. Mayoritas rakyat Indonesia adalah petani miskin di pedesaan, bukan buruh pabrik di kota-kota besar. Maka, proletariat PKI adalah petani, bukan pekerja industri. Ini sudah merupakan deviasi besar dari garis ortodoks Soviet.

Selain itu, PKI tidak menolak peran nasionalisme, dan bahkan menerima kepemimpinan Soekarno yang non-komunis dalam bingkai Nasakom. Ini kontras dengan ortodoksi Soviet yang cenderung menolak kompromi politik dengan kekuatan non-proletar.

2. PKI vs Partai Komunis Tiongkok (PKT)

Dengan PKT pimpinan Mao Zedong, justru ditemukan lebih banyak kemiripan---setidaknya dalam narasi dan taktik revolusioner. Mao menekankan pentingnya peran petani dalam revolusi, perang gerilya, dan membentuk basis kekuatan di desa-desa sebelum merebut kota. PKI di bawah Aidit pun mempromosikan gerakan massa petani dan mengembangkan retorika "revolusi dari bawah."

Namun, ada perbedaan penting: Maoisme adalah ideologi yang menolak kompromi dan menuntut perubahan radikal secara konfrontatif, bahkan terhadap elite partai sendiri---seperti yang terlihat dalam Revolusi Kebudayaan Tiongkok. Sebaliknya, PKI justru tampil pragmatis: ikut pemilu 1955, bersatu dalam koalisi politik Nasakom, dan tidak melakukan konfrontasi bersenjata terbuka. PKI mencoba jalan legal dalam menuju sosialisme, sesuatu yang sangat tidak Maois.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun