Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

G30S: Tragedi yang Menyelamatkan atau Luka yang Belum Sembuh

1 Oktober 2025   13:02 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam segala kekacauan dan luka yang ditimbulkan oleh G30S dan pembersihan pasca-1965, kita dihadapkan pada paradoks sejarah:
Apakah lebih baik jatuh dalam gelombang kekerasan sesaat, atau tenggelam dalam laut ideologi yang menelan generasi demi generasi?

Simulasi ini bukan untuk membenarkan tragedi, tapi untuk menunjukkan bahwa setiap percabangan sejarah menyimpan resikonya sendiri. Tugas kita bukan menyesali jalan yang sudah dipilih, tapi memahaminya dengan jernih dan menyusun masa depan dengan pelajaran yang tak boleh diulang.

C. Potensi Pecahnya NKRI atau Perang Saudara

Jika PKI berhasil menguasai kekuasaan secara utuh pasca-1965, maka bahaya laten bukan hanya pada ideologi yang terpusat dan represif, melainkan pada reaksi balik dari elemen-elemen bangsa yang menolak total komunisme. Indonesia yang sangat plural secara agama, etnis, dan politik, tak pernah menjadi tanah yang homogen secara ideologis. Maka, jalan menuju fragmentasi atau bahkan perang saudara sangat terbuka.

1. Polarisasi Ideologis: Komunisme vs Islam, Nasionalis vs Militer

Pasca kemenangan PKI, kelompok-kelompok berikut akan merasa terancam eksistensinya:

Organisasi Islam (NU, Muhammadiyah, Masyumi), karena ajaran dan struktur mereka dianggap bertentangan dengan prinsip ateisme dialektis.
Militer non-komunis, terutama tentara dari Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi, yang secara historis tidak simpatik pada PKI.
Kaum nasionalis Soekarnois moderat, yang menginginkan sinergi Nasakom tetapi bukan dominasi tunggal komunisme.
Kondisi ini akan menciptakan front perlawanan bawah tanah dengan potensi menjadi pemberontakan terbuka.

2. Potensi Titik Api: Wilayah Rawan Disintegrasi

a. Aceh: dengan sejarah pemberontakan Darul Islam dan sentimen Islam kuat, sangat mungkin menjadi pusat resistensi terhadap rezim ateis-komunis.
b. Sulawesi Selatan: dikenal sebagai basis militer yang anti-komunis, terutama di bawah tokoh-tokoh seperti Kol. M. Jusuf.
c. Sumatera Barat: warisan Masyumi dan pendidikan Islam menjadikannya wilayah yang menolak keras komunisme.
d. Kalimantan dan Papua: bisa dimanfaatkan oleh kekuatan asing untuk memecah belah, mengingat lemahnya kontrol pusat dalam kondisi konflik.

Hasilnya adalah keretakan teritorial dan konflik horizontal: pemerintah pusat komunis di Jakarta vs daerah-daerah pembangkang.

3. Dukungan Asing terhadap Perang Saudara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun