Alih-alih mengulang kutukan sejarah, bangsa ini harus bisa merekam luka masa lalu, memahami konteksnya, dan membangun pagar rasionalitas dan kemanusiaan agar sejarah tak menjadi senjata yang berulang menusuk bangsa sendiri.
C. Perlu atau Tidaknya Rekonsiliasi Nasional?
Pertanyaan tentang perlunya rekonsiliasi nasional atas tragedi G30S 1965 bukan sekadar perkara sejarah---melainkan soal masa depan bangsa. Hampir enam dekade telah berlalu, namun jejak luka itu masih membekas dalam struktur sosial, politik, bahkan dalam cara orang berbicara tentang "komunisme", yang seringkali lebih menyerupai hantu ketimbang konsep yang dipahami secara ilmiah.
1. Kenapa Rekonsiliasi Masih Sulit Dibicarakan?
Beberapa faktor membuat rekonsiliasi terasa sulit bahkan tabu:
Labelisasi absolut: Sekali dicap PKI atau simpatisan, seolah tak ada ruang untuk konteks, penjelasan, atau pengampunan.
Narasi tunggal yang hegemonik: Selama lebih dari 30 tahun, Orde Baru membentuk satu versi sejarah yang mutlak---tanpa ruang diskusi atau pembanding.
Ketakutan struktural: Banyak institusi, termasuk militer, birokrasi, bahkan sebagian besar media, masih bersandar pada narasi lama sebagai basis legitimasi dan stabilitas.
2. Alasan Mengapa Rekonsiliasi Dibutuhkan
Meski begitu, semakin kuat pula suara dari masyarakat sipil, akademisi, dan generasi muda yang mempertanyakan:
"Apakah bangsa ini bisa benar-benar dewasa tanpa rekonsiliasi?"
Beberapa alasan kuat yang mendasari perlunya rekonsiliasi:
Pemulihan martabat korban dan keluarganya: Ratusan ribu orang yang ditahan, dibuang ke Pulau Buru, atau dibunuh tanpa proses hukum masih menyisakan ketidakadilan antargenerasi.
Pendidikan sejarah yang sehat: Tanpa rekonsiliasi, sejarah akan terus diajarkan secara manipulatif---bukan sebagai pelajaran, tapi sebagai alat propaganda.
Mencegah trauma berulang: Negara yang tidak menyelesaikan luka masa lalunya rawan mengulang pola represi dengan wajah baru.
3. Kekhawatiran yang Perlu Dipahami
Namun, perlu juga dipahami bahwa penolakan terhadap rekonsiliasi sering bukan semata ketakutan irasional, tapi didasari oleh: