Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

G30S: Tragedi yang Menyelamatkan atau Luka yang Belum Sembuh

1 Oktober 2025   13:02 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

VII. Kesimpulan

A. Menarik Pelajaran dari Luka Sejarah sebagai Fondasi Masa Depan

Tragedi G30S 1965 bukan sekadar catatan kelam dalam kronik politik Indonesia, melainkan simpul sejarah yang terus menggema dalam jiwa bangsa. Ia adalah luka yang belum sepenuhnya mengering, tetapi juga cermin jernih yang---jika kita berani menatapnya---dapat memantulkan pelajaran paling jujur tentang siapa kita, bagaimana kita pernah terbelah, dan apa yang bisa kita pelajari dari kehancuran.

Sejarah tidak pernah mutlak hitam atau putih; ia adalah mozaik kelabu dari ketakutan, ambisi, ideologi, dan kehendak manusia yang rapuh. Dalam tragedi G30S, kita melihat:

Kebangkitan harapan politik yang disambut paranoia.
Pertarungan ideologi yang menjelma menjadi pembantaian.
Narasi yang dibentuk demi stabilitas tapi mengorbankan sebagian kebenaran.
Namun, justru di sinilah letak peluang reflektif kita hari ini: mampukah kita menyusun ulang sejarah bukan sebagai vonis, tapi sebagai fondasi untuk kematangan demokrasi dan kemanusiaan?

Menarik pelajaran dari luka sejarah tidak berarti membuka dendam lama, tetapi membangun kesadaran kolektif bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mengakui kerapuhan dan kesalahannya. Bahwa stabilitas tidak harus ditegakkan dengan penghapusan memori, dan bahwa rekonsiliasi bukan kelemahan, melainkan keberanian.

Untuk itu, kita perlu:

Meningkatkan literasi sejarah yang kritis dan inklusif di sekolah.
Mendorong produksi film, buku, dan karya budaya yang berani menyajikan sisi-sisi yang terlupakan.
Membuka ruang akademik dan publik yang sehat untuk perdebatan dan dialog.
Karena pada akhirnya, sejarah bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah bekal moral untuk menentukan masa depan. Dan selama kita masih menyembunyikan sebagian sejarah di ruang gelap ketakutan, kita akan terus berjalan pincang---tanpa keutuhan jati diri sebagai bangsa.

Kini saatnya menyalakan cahaya. Bukan untuk menghakimi, tapi untuk melihat dengan lebih utuh---dan melangkah dengan lebih bijaksana.

B. Pentingnya Keberanian Intelektual untuk Melihat Sejarah dari Banyak Sisi

Menulis dan membicarakan ulang sejarah G30S bukan sekadar tindakan akademik, melainkan juga sebuah keberanian moral. Di negeri yang terlalu lama hidup dalam bayang-bayang narasi tunggal, keberanian intelektual adalah jembatan menuju pemahaman yang lebih utuh, adil, dan dewasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun