Seketika abang memeluk ku, dalam diam nya aku merasakan air mata yang membasahi punggungku. Ia menangis, tak pernah seperti ini. Aku sudah tersedu-sedu dalam pelukan abangku. Perlahan abang melepas pelukan nya dan menghapus air mataku. Ia tersenyum.
"udah.. bergegaslah, tamu sudah banyak yang datang. Nggak usah takut, kan ada abang.jangan menangis, Nanti pengantin wanitanya jelek." abang tersenyum penuh arti. Aku hanya mengangguk. Abang pun keluar untuk menyambut tamu.
Aku berdiri di hadapan cermin, aku sudah mengenakan sebuah gaun pengantin yang tersampir kasur tadi. Jilbab biru lembut membalut wajahku yang mungil. Ibu dan seorang tata rias membantuku mengenakan baju yang membuatku risih ini. panas, tak henti-hentinya keringat mengalir di dahiku. Di tambah lagi perasaanku yang semakin tak karuan dan jantungku yang masih berdebar-debar tak menentu.
Ibu mengantarkan ku ke kamar pengantin yang berada di ruang tengah. Semua pernak-pernik pelaminan dan kamar pengantin di dominasi warna yang sama. Biru dan putih. Warna kesukaanku. Aku tak tahu apa-apa tentang persiapan pernikahan ini. Semuanya abang dan calon suamiku yang mengatur sedemikian rupa. Ibu menemani di sampingku.
Sayup-sayup kudengar akad sedang berlangsung. Aku menautkan tanganku erat. suara seseorang di luar sana membuat keringatku mengalir deras "saya terima nikahnya Kayla binti Syahrullah...". Seperrsekian detik kemudian terdengar suara sorak sorai keluarga dan para tamu yang hadir. Ibu sudah keluar beberapa menit lalu.
Sebentar lagi suamimu akan menjemput, masih ku ingat perkataan ibu sebelum keluar ruangan tadi. Pandanganku mulai buram, penuh dengan genangan air.butiran bening itu muai jatuh bersamaan dengan suara gagang pintu yang terbuka. Aku masih terdiam.
"kenapa??" ia mengangkat dagu ku sembari menghapus genangan air di sudut mataku
Sesosok lelaki dengan mata coklat pekat yang menenangkan dan rahang yang tegas. Bukankah dia, teman cengkrama abang di serambi kiri rumah, lelaki yang ku pijak kakinya di pantry tadi malam, danil. Aku mengerjapkan mataku dua kali.
"aku.. Takut" jawabku sambil menggingit bibir bawah bagian dalam.
Ia menarik lenganku dan membantuku berdiri dan membawaku ke ruang tengah tempat dimana akad berlangsung tadi. Ia menggenggam tanganku erat, seakan tangan mungilku tenggelam dalam genggaman tangan nya, hangat. Tak lepas senyum di bibirnya.
Kakiku lemas, bibirku terkatup saat melihat keluarga dan para tamu yang tengah menunggu kehadiran kami. Saat aku hampir terjatuh karna kaki ini tak kuasa lagi untuk menapak. Ia dengan sigap menahan pinggangku. Wajahku merah padam. Sorak sorai keluarga menggoda silih berganti.