Di atap masjid aku menghitung banyaknya ruangan yang lampunya masih menyala
Puisi Penantian Abadi, Setelah tinta-tinda penantian di ujung tombak Sedtikpun kau tak ingin menyapaku?
Imajinasi dunia percakapan jiwa yang mengalun dalam sebuah hiasan taplak hati yang kau pasang di pikiranku
Puisi: Redup Pagi, Pelabuhan tempat bertolak Ramai di kunjungi hingga sesak Rasa semalam masih membelasah Pun menimbulkan sesak didada
Di sepertiga malam yang sunyi Diantara iringan nada alarm yang tengah berbunyi
Di sini kuutarakan Dendam baru yang semakin membiru Memuncak di pertapaan sendu
Perkenalan SingkatSiapakah kebenaran dirinyaKukenal tak sengaja pada sebuah senjaDua hari sebelum kemarin, saat keberangkatan kapalBertolak di pelabuh
Kita rindu ingin bertemu Bertatap muka saling bertamu Seperti waktu itu Saling memaafkan kesalahan yang lalu
Ada sebuah kegelapan di dalam hatiku Namun tak butuh aku titik temu Sepanjang garis-garis pemanduku adalah dirimu
Jika bukan karena naluri. Menghakimi pertautan janji. Kunihilkan rindu ini
Potret gambarmu menepis rindu. Ku rindu saat-saat bersamamu
Kau pergi dan tidak pernah kembali. Kau pergi tanpa sebuah kalimat pamit. Meninggalkanku yang begitu mengasihi
Setiap malam kadang kamu terpikirkan olehmu dan setiap malam tidak lupa kamu kuselipkan dalam setiap doa doaku.
Mengapa rasa suka, rasa rindu berlebihan hadir pada diri kita? karena hati yang tidak terisi rasa cinta rasa syukur, dzikir dan ibadah kepada Allah.
Ingin ku lihat kembali.. Kapan kau sempurna...
Pada mu yang dulu sempat jadi mimpi ku Kau tanpa ku genggam dan ku raih dulu Masa itu aku hanya seorang penghibur saja
Sehari sebelum kemarin Kita bercakap-cakap lewat pesan singkat Engkau ingin menemuiku hari ini; ada hal penting hendak Kau ucapkan
Senandung rindu, menyeruak dari dalam lubuk hatiku, Mengalir sejuta rasa cinta bersama aliran darahku.