Menjelang senja, suasana alun-alun Ciawi di Tasikmalaya dipenuhi kesibukan khas bulan Ramadhan. Lalu-lalang orang mencari takjil begitu padat, aroma gorengan dan jajanan manis bercampur dengan suara pedagang yang bersahutan. Di tengah keramaian itu, mata saya tertumbuk pada pemandangan yang tak biasa. Bukan deretan pedagang makanan, melainkan buku-buku yang berserakan di lantai.
Sekilas terlihat seperti lapak loak, namun suasananya berbeda. Ada anak-anak yang duduk bersila sambil membuka halaman buku dengan wajah penuh rasa ingin tahu. Orang tua ikut berjongkok, memilih buku sambil sesekali tersenyum kepada anak mereka. Beberapa bahkan sudah duduk berdua, membaca cerita bersama, sementara di tangan mereka tergenggam bungkusan takjil yang siap disantap saat adzan Maghrib tiba.
Di tengah hiruk pikuk berburu takjil, saya melihat sekelompok orang yang berburu harta karun lain: ilmu dan imajinasi.
Toko Buku Dadakan Bernama Book Movement
Rasa penasaran mendorong saya untuk mendekat. Sebuah banner bertuliskan Book Movement tampak terpampang di sisi panggung kecil. Di bawahnya, nama komunitas Kawan Satu Frekuensi tercantum sebagai penyelenggara. Dari spanduk itu, saya baru tahu bahwa acara ini bukan hanya bazar buku, tetapi juga bagian dari kegiatan sosial yang lebih besar.
Selain buku, ada kids activity, pertunjukan live musik, hingga pemberian santunan bagi mereka yang membutuhkan. Beberapa sponsor lokal ikut mendukung kegiatan ini. Semua ini berlangsung di alun-alun kota, menjadikannya ruang pertemuan yang terbuka dan hangat bagi siapa saja.
Saya berdiri sejenak, mengamati bagaimana para relawan, anak-anak muda penuh semangat mengatur jalannya acara. Mereka menjual buku, sekaligus membawa semangat literasi ke tengah masyarakat, membuat buku terasa dekat dan menyenangkan, terutama bagi anak-anak.
Momen yang Menghangatkan Hati
Ada satu pemandangan yang benar-benar membekas dalam ingatan saya. Di tengah riuhnya alun-alun, saya melihat seorang ayah dan anaknya duduk bersila di atas lantai seadanya. Sambil menunggu waktu berbuka, sang ayah dengan sabar membimbing anaknya membaca, jemarinya sesekali menunjuk kata-kata di halaman buku yang digenggam sang anak.Â