Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Interpretasi Sejarah dan Komunis Phobia

1 Oktober 2022   02:45 Diperbarui: 1 Oktober 2022   02:54 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Latief merupakan anggota dari Dewan Revolusi Indonesia ini. Dalam kesaksiannya Abdul Latief membantah bila pembunuhan terjadi atas perintah PKI atau Ketua CC PKI, DN Aidit. Latief mengaku sama sekali tak pernah bertemu dengan DN Aidit.

Pada tanggal 15 September 1965 Untung mendatangi Soeharto untuk melaporkan adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta. Dengan lugunya Untung menyampaikan dirinya sebagai Ketua Dewan Revolusi sekaligus memimpin Gerakan 30 September untuk melindungi Presiden Sukarno dari rencana kudeta Dewan Jenderal.

"Bagus kalau kamu punya rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu-ragu," Soeharto (kesaksian Untung sebelum dieksekusi mati).

Bahkan sebagai Pangkostrad, Soeharto siap memberikan dukungan kepada Untung untuk menangkap Dewan Jenderal dengan mengirim bantuan pasukan. Soeharto memberi perintah per telegram Nomor T.220/9 pada tanggal 15 September 1965 dan mengulanginya dengan radiogram Nomor T.239/9 pada tanggal 21 September 1965 kepada Yon 530 Brawijaya, Jawa Timur, dan Yon 454 Banteng Raider Diponegoro, Jawa Tengah.

Dukungan pasukan dari luar Jakarta tersebut "dikamuflase" untuk alasan defile memperingati Hari Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober 1965.

Menurut kesaksian Omar Dhani, bekas Panglima Angkatan Udara di era Presiden Sukarno mengatakan "aneh, masak untuk defile prajurit mesti membawa peluru tajam. Semestinya tidak begitu, ada mekanismenya kalau di militer".

Karena loyalnya Angkatan Udara terhadap Presiden Sukarno, pada tanggal 3 Mei 1964 Omar Dhani membentuk dan memimpin Komandan Mandala Siaga (Kogala) untuk mendukung konfrontasi dengan Malaysia. Namun Soeharto menyampaikan kepada Presiden Sukarno bahwa Omar Dhani tidak cocok jadi Panglima Kolaga.

Dan ditengah situasi kesulitan ekonomi yang dihadapi Indonesia saat itu mengapa Soeharto sebagai Pangkostrad begitu mudah memobilisasi pasukan dan alutsista dari Divisi Diponegoro dan Brawijaya ke Jakarta jika hanya untuk kepentingan defile Hari ABRI. Dananya darimana itu? Apakah ini sebuah kebetulan? Mungkin perlu ditengok kebelakang kasus Semarang yang sempat membuat Ahmad Yani marah.

Indonesia tercatat pernah tiga kali melakukan kebijakan sanering, yakni pada tahun 1950, 1959, dan 1965. Kondisi perekonomian nasional saat itu dinilai benar-benar parah ketika usia Republik masih muda dan harus menghadapi berbagai pemberontakan.

Dari kesaksian dialog Untung dengan Soeharto tersebut maka tidak perlu heran mengapa Gerakan 30 September dengan pelaku utamanya Untung dapat digulung Soeharto hanya dalam ditempo 12 jam. Jika Untung melaporkan ke Soeharto sebagai pimpinan Gerakan 30 September (G30S), lalu siapa yang menambahi atau melabeli itu menjadi G30S/PKI?

Menurut kesaksian anggota Pasukan Cakrabirawa, Sersan Mayor Ishak mengaku dibawa oleh Letkol Untung bersama dengan Kolonel Latief, sopir dan ajudan pada tanggal 30 September 1965 sekitar pukul 18:00. Dengan bersenjata lengkap, dia tidak diberi tahu tujuan perjalanan itu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun