Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Interpretasi Sejarah dan Komunis Phobia

1 Oktober 2022   02:45 Diperbarui: 1 Oktober 2022   02:54 1124 1
Sejak awal reformasi persisnya tahun 2000 sebenarnya sudah ada upaya untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM dimasa lalu terutama yang terjadi di masa Orde Baru. Salah satunya adalah peristiwa penghilangan paksa pada peristiwa tahun 1965-1966.

Disamping karena banyaknya jumlah korban jiwa, peristiwa tersebut telah menimbulkan kontroversi atas legitimasi pemerintahan Orde Baru yang didasari atas Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 11 Maret 1966 yang hingga hari ini belum ditemukan dokumennya yang asli/otentik. Karena Supersemar pula dijadikan mandat untuk "membantai" tokoh PKI dan orang-orang yang dituduh PKI.

Ditengah situasi darurat akibat Gerakan 30 September (G30S) yang belum diketahui oleh Presiden Sukarno siapa dalang dibalik peristiwa pembunuhan Dewan Jenderal maka sebagai respons cepat untuk memulihkan keadaan pada tanggal 3 Oktober 1965 Presiden Sukarno memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto memimpin operasi pemulihan keamanan dan ketertiban.

Timbul pertanyaan mengapa Sukarno percaya memberi tugas itu kepada Soeharto? Padahal Soeharto melarang Pangdam Jaya Umar Wirahadikusuma hadiri rapat darurat di Pangkalan Udara Halim tanggal 1 Oktober 1965 dan melarang Pranoto menggantikan posisi Ahmad Yani sebagai Menteri/Panglima AD? Bahkan sebagai Pangkostrad mengancam akan menyerang Pangkalan Halim?

Apakah penunjukan Soeharto untuk memimpin operasi pemulihan itu hasil konsultasi dengan AH Nasution atasan Soeharto yang lolos dari peristiwa Gerakan 30 September? Mengapa hanya dalam tempo kurang dari satu hari sudah tersebar dalang pembunuh Dewan Jenderal adalah PKI? Semuanya begitu cepat padahal belum ada medsos seperti saat ini.

Soeharto kemudian membentuk dan memimpin langsung Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang dikukuhkan Presiden Sukarno melalui Surat Keputusan No. 162/KOTI 1965, 12 November 1965. Dengan surat ini Sukarno sudah masuk perangkap "konspirasi" agen asing.

Dalam laporannya Kopkamtib menyebut akibat operasi pemulihan keamanan dan ketertiban mencatat 1 juta jiwa tewas terdiri 800 ribu di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta masing-masing 100 ribu di Bali dan Sumatera.

Jika laporan resmi Kopkamtib menyebut korban 1 juta tentu besar kemungkinan jumlah rilnya diatas yang dilaporkan bahkan ada yang memperkirakan mencapai hingga 3 juta orang karena saat mencekam itu rakyat benar-benar dihadap-hadapkan untuk membantai orang yang bukan hanya dituduh PKI tapi juga "sebebasnya" membunuh atas sentimen pribadi, kesukuan, perbedaan agama, aliran agamanya berbeda termasuk asmara. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun