Sekitar pukul 24.00 WIB, Saelan dihubungi Soeharto dan Saelan melaporkan bahwa Sukarno telah tiba dengan selamat di Istana Bogor.
Dari kronologi kejadian dan relasi Soeharto - Untung menurut saya PKI seolah masuk "perangkap" dalam skenario konspirasi agen asing dan "local army friends" (sahabat Amerika Serikat di Angkatan Darat) untuk mengkudeta Presiden Sukarno:
1) PKI pernah melakukan pemberontakan di Madiun tahun 1948. Ini menjadi stigma buruk PKI yang dimusuhi Islam konservatif dan TNI. Sehingga mudah membangun propaganda sebagai ancaman NKRI dan dalang dibalik peristiwa G30S.
2) PKI yang mengaku cinta Bung Karno dan wajib melindungi kekuasaan Demokrasi Terpimpin reaktif mempercayai "Dokumen Gilchrist" yang mengisukan adanya Dewan Jenderal yang akan mengkudeta Sukarno.
3) PKI terlalu gegabah jika melakukan kudeta dengan membunuh Ahmad Yani, jenderal kesayangan Bung Karno.
4) Jika PKI membentuk Dewan Revolusi dan merencanakan Gerakan 30 September yang dipimpin Untung untuk menangkap petingi Angkatan Darat (Dewan Jenderal) mengapa Untung sebelum melancarkan aksinya melapor ke Pangkodstrad, Soeharto yang notabene adalah bawahan Menteri/Panglima Angkatan Darat, Ahmad Yani?
5) Jika PKI tahu dimusuhi Angkatan Darat mengapa menunjuk Letkol Untung dari Angkatan Darat (bukan dari Angkatan Laut atau Udara) memimpin Gerakan 30 September?
6) Berdasarkan pengalaman pemberontakan di Madiun jika PKI benar-benar siap melakukan kudeta dengan Gerakan 30 September, mengapa hanya dalam tempo 12 jam pimpinan PKI bisa diringkus? Padahal pemberontakan DI/TII butuh waktu 13 tahun (1949-1962) baru bisa dipadamkan dengan tertangkapnya Kartosoewirjo.
Sebelum tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.
Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Sukarno untuk menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Akan tetapi Sukarno menolak.
Pada Sidang kabinet yang berlangsung tanggal 11 Maret 1966 pagi muncul gerakan intimidasi "pasukan liar" mengepung istana. Saat itu Soeharto sebagai Menteri/Panglima AD menggantikan Ahmad Yani tidak hadir dalam sidang kabinet karena alasan sakit.