Mohammad Natsir pemimpin Masyumi yang dikaitkan dengan pemberontakan PRRI, pernah menjadi Perdana Menteri dan telah diberikan gelar Pahlawan Nasional.
Pemberontakan DI/TII di Aceh mampu diselesaikan dengan cara musyawarah pada 1962.
Tanggal 4 Juni 1962, operasi Pagar Betis yang dilancarkan oleh militer Indonesia berhasil menangkap para anggota DI/TII beserta jajaran petingginya. Mereka ditangkap, termasuk Kartosoewirjo. Berdasarkan keputusan Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) tanggal 16 Agustus 1962, Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati.
Pada 5 September 1962, Kartosoewirjo dibawa ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu, dekat Teluk Jakarta. Ia dieksekusi setelah sehari sebelumnya dikabulkan permintaan terakhirnya untuk bertemu keluarga.
Selama pemerintahan Presiden Sukarno mengalami sejumlah pemberontakan, tidak terjadi pembunuhan massal. Yang terbunuh adalah yang melarikan diri dan kontak senjata. Tokoh-tokohnya setelah ditangkap mendapat sanksi pidana melalui proses hukum.
Karena Indonesia sibuk menghadapi Agresi Militer Belanda dan sejumlah pemberontakan maka baru berhasil menyelenggarakan pemilu pertama kali tahun 1955 yang diikuti lebih dari 30 partai politik.
Faktanya menghasilkan kursi DPR yang didominasi ketiga pilar kekuatan (Nasakom) yang pernah ditulis oleh Bung Karno dalam Nasionalisme, Islam dan Marxisme tahun 1926 (inilah yang disebut pemikiran Bung Karno melampaui jamannya) yakni:
1) Partai Nasional Indonesia (PNI) 22,32 persen dan 57 kursi parlemen.
2) Masyumi 20,92 persen dan 57 kursi.
3) Nahdlatul Ulama (NU) 18,41 persen dan 45 kursi
4) Partai Komunis Indonesia (PKI) 16,36 persen) dan 39 kursi