Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

AI, Teknologi Kuantum, dan Fusi Nuklir dalam Dialektika Integrasi Wahyu dan Sains

13 Maret 2025   02:05 Diperbarui: 13 Maret 2025   02:05 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Namun, dalam Ihya Ulum al-Din (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), ia justru menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan agama harus berjalan bersama-sama. Ia tidak menolak sains atau filsafat, tetapi menempatkannya dalam kerangka spiritual yang lebih luas.

Menurut Al-Ghazali, sains dan filsafat dapat membantu manusia memahami bagaimana dunia bekerja, tetapi hanya wahyu yang dapat memberikan makna dan tujuan dari ilmu tersebut. Dengan kata lain, ia mengoreksi ekses rasionalisme murni, tetapi tetap mempertahankan peran ilmu pengetahuan sebagai bagian dari Islam.

3. Ibn Khaldun: Integrasi Empirisme dan Wahyu dalam Ilmu Sosial

Jika para filsuf sebelumnya banyak berfokus pada filsafat dan metafisika, Ibn Khaldun adalah pemikir yang membawa pendekatan empiris dan historis dalam epistemologi Islam, terutama dalam ilmu sosial.

  • Dalam Muqaddimah, ia mengembangkan teori asabiyyah (solidaritas sosial) dan siklus peradaban yang menjelaskan bagaimana masyarakat berkembang dan runtuh berdasarkan pola sejarah yang dapat diamati.

  • Berbeda dengan pemikir sebelumnya yang banyak mengandalkan filsafat spekulatif, Ibn Khaldun memperkenalkan metode empiris dalam memahami fenomena sosial, ekonomi, dan politik.

  • Namun, ia tetap menempatkan wahyu sebagai kerangka moral dan tujuan akhir dari ilmu sosial. Baginya, peradaban Islam mencapai puncaknya justru ketika mampu mengintegrasikan wahyu dengan metode ilmiah, bukan ketika keduanya dipisahkan.

4. Ibn Haytham: Fondasi Metodologi Ilmiah Modern

Salah satu tokoh paling penting dalam sejarah epistemologi Islam yang sering diabaikan adalah Ibn al-Haytham (Alhazen). Ia dikenal sebagai bapak metode ilmiah modern, dengan pendekatan empiris yang menekankan pentingnya observasi, eksperimen, dan falsifikasi dalam membangun ilmu pengetahuan.

  • Dalam Kitab al-Manazir (Book of Optics), Ibn Haytham mengembangkan metode eksperimen sistematis yang menolak spekulasi tanpa bukti empiris. Ia menekankan bahwa teori harus diuji dengan eksperimen, bukan sekadar logika atau intuisi.

  • Prinsip yang diperkenalkannya---observasi ketat, pengujian hipotesis, dan penggunaan metode kuantitatif---menjadi dasar dari sains modern, jauh sebelum konsep ini diformalkan oleh ilmuwan Eropa seperti Francis Bacon dan Galileo.

  • Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun