Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

AI, Teknologi Kuantum, dan Fusi Nuklir dalam Dialektika Integrasi Wahyu dan Sains

13 Maret 2025   02:05 Diperbarui: 13 Maret 2025   02:05 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membangun Kembali Integrasi Ilmu dan Wahyu

Dari perbandingan ini, jelas bahwa sains Islam klasik tidak kalah empiris dibandingkan sains modern, tetapi memiliki keunggulan dalam integrasi nilai dan tujuan. Untuk membangun paradigma sains berbasis Al-Qur'an di era modern, umat Islam tidak cukup hanya mengadopsi metode ilmiah modern, tetapi harus merevitalisasi epistemologi Islam yang menghubungkan wahyu, akal, dan eksperimen. Jika tidak, umat Islam hanya akan menjadi konsumen teknologi Barat tanpa mampu membangun peradaban ilmiah sendiri.

2.7 Analisis Empiris: Studi Kasus Keterbelakangan Sains di Dunia Islam dan Hambatan Dikotomi Berpikir

Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan keterbelakangan sains di dunia Islam saat ini, analisis empiris diperlukan dengan menyoroti dua aspek utama: statistik dan indeks ilmiah di negara-negara Muslim, serta fenomena pola pikir dikotomis yang memisahkan ilmu agama dan ilmu sains.

1. Statistik dan Indeks Ilmiah Dunia Islam

a. Rendahnya Jumlah Publikasi Ilmiah

Data menunjukkan bahwa kontribusi negara-negara Muslim dalam publikasi ilmiah global masih relatif rendah. Misalnya, meskipun Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam publikasi ilmiah terkait keuangan Islam, mencapai 177 publikasi dan menempati urutan keempat setelah Malaysia (871 publikasi) dan Amerika Serikat (265 publikasi), jumlah ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Secara keseluruhan, pertumbuhan publikasi ilmiah Indonesia meningkat 1.567% dalam 17 tahun terakhir, menjadikannya negara dengan pertumbuhan tertinggi di antara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Namun, dalam konteks global, kontribusi ini masih perlu ditingkatkan.

b. Minimnya Anggaran Riset dan Pengembangan

Anggaran untuk penelitian dan pengembangan (litbang) di banyak negara Muslim masih berada di bawah standar global. Sebagai contoh, Indonesia mengalokasikan hanya 0,24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk litbang pada tahun 2022, jauh di bawah negara-negara seperti Israel yang mencapai 4,8% dari PDB. Selain itu, proporsi dana riset di Indonesia didominasi oleh pemerintah (80%), sementara standar UNESCO menyarankan 20% dari pemerintah dan 80% dari sektor nonpemerintah.

c. Kurangnya Universitas Muslim dalam Peringkat Dunia

Banyak universitas di negara-negara Muslim belum berhasil masuk ke dalam peringkat universitas top dunia dalam bidang sains dan teknologi. Hal ini mencerminkan tantangan dalam kualitas pendidikan tinggi dan kapasitas penelitian yang perlu ditingkatkan untuk bersaing di tingkat global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun