2. Fenomena Pola Pikir Dikotomis di Dunia Islam
a. Pemisahan antara Ilmu Agama dan Ilmu Sains
Di banyak negara Muslim, terdapat kecenderungan untuk memisahkan pendidikan ilmu agama dan ilmu sains. Lulusan madrasah atau pesantren sering kali memiliki pemahaman keislaman yang kuat tetapi kurang terpapar pada sains dan teknologi modern. Sebaliknya, lulusan universitas sekuler mungkin menguasai sains tetapi memiliki pemahaman agama yang terbatas. Pemisahan ini menghambat integrasi pengetahuan yang komprehensif dan holistik.
b. Dampak terhadap Pengembangan Sains dan Teknologi
Akibat dari pola pikir dikotomis ini, sains di negara-negara Muslim sering berkembang tanpa panduan etika dan moral yang kuat, sementara studi agama cenderung terjebak dalam kerangka tekstual tanpa aplikasi praktis dalam sains dan teknologi. Hal ini mengakibatkan stagnasi inovasi dan kurangnya kontribusi signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan global.
3. Upaya Mengatasi Hambatan
Untuk mengatasi keterbelakangan sains di dunia Islam, diperlukan pendekatan integratif yang menggabungkan ilmu agama dan ilmu sains. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
Reformasi Kurikulum Pendidikan: Mengintegrasikan ilmu agama dan sains dalam kurikulum pendidikan untuk menciptakan lulusan yang memiliki pemahaman komprehensif dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam pengembangan sains dan teknologi.
Peningkatan Anggaran Riset: Meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan, serta mendorong partisipasi sektor swasta dalam pendanaan riset untuk mencapai proporsi yang seimbang sesuai standar internasional.
Penguatan Kolaborasi Internasional: Mendorong kolaborasi antara universitas dan lembaga penelitian di negara-negara Muslim dengan institusi terkemuka di dunia untuk transfer pengetahuan dan teknologi.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan negara-negara Muslim dapat mengejar ketertinggalan dalam bidang sains dan teknologi, serta berkontribusi lebih signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan global.