> Tanpa benda, tidak ada ruang.
Tapi benda pun tidak dapat dipisahkan dari ruang.
Maka keduanya bukan entitas, melainkan aspek dari satu kesatuan pengalaman.
Di sinilah ruang mirip dengan bahasa: ia hanya muncul saat ada perbedaan yang dipahami.
2. Apakah ruang memiliki batas?
Ruang tidak memiliki batas intrinsik. Yang terbatas adalah daya persepsi kita. Kita membatasi ruang agar bisa memetakannya, mengelolanya, dan membicarakannya. Kita menciptakan koordinat, lokasi, arah, semuanya adalah sistem simbolik.
> Bahkan "ujung semesta" bukan batas ruang, tapi batas pemahaman kita terhadap totalitas eksistensi.
Dalam banyak tradisi mistik, realitas tertinggi adalah tidak terletak, karena segala tempat adalah penampakan-Nya. Ruang, dalam hal ini, tidak dilampaui, melainkan ditransendensikan.
3. Bagaimana ruang muncul dalam kesadaran?
Ruang muncul saat "aku" dan "yang lain" dipisahkan. Ketika kesadaran melihat "di luar sana," maka ruang terbentuk. Tapi ini bukan fakta objektif, melainkan pemetaan batin.
> Ruang adalah kesimpulan dari pemisahan antara subjek dan objek.
Maka, jika pemisahan itu lenyap, ruang pun runtuh.
Inilah pengalaman yang dikejar dalam meditatio, fana, atau ekstasis: ketika tidak ada lagi aku yang memandang itu, maka tidak ada "jarak." Tidak ada ruang. Yang ada hanyalah kehadiran menyatu.
4. Apakah ruang bisa dilipat, dihapus, atau dilampaui?