Segala pengetahuan saintifik, logis, bahkan intuisi transrasional pun, masih berada dalam ranah representasi. Kita mengetahui sesuatu melalui simbol, bahasa, kategori, bahkan perasaan.
Namun Realitas Absolut tak bisa diwakili. Ia tak bisa direduksi menjadi objek, konsep, atau bahkan pengalaman emosional.
> Maka satu-satunya jalan untuk benar-benar "mengetahui" Sang Absolut bukan dengan menggenggam, tapi mengizinkan diri larut di dalamnya.
2. Pengetahuan sebagai Partisipasi: Dari Mengetahui ke Menjadi
Dalam pendekatan ini, pengetahuan bukan lagi to know about, tapi to be with, atau bahkan to be in.
Filsuf-filsuf Neoplatonik seperti Plotinus, hingga Ibn Arabi dalam tradisi Islam, melihat bahwa:
> Pengetahuan tertinggi adalah partisipasi dalam wujud yang diketahui.
Artinya, mengetahui Tuhan bukanlah membicarakan-Nya, tetapi berada dalam keadaan yang disingkap oleh-Nya.
Ini bukan pembubaran rasionalitas, tapi transfigurasi epistemologi menjadi ontologi, penghayatan utuh bahwa mengetahui kebenaran adalah menjadi bagian dari kebenaran itu sendiri.
3. Puncak Epistemologi: Kesatuan Subjek dan Objek
Di tahap paling tinggi ini, dikotomi antara subjek-objek menghilang. Kita tak lagi berkata "aku mengetahui sesuatu", melainkan:
> "Dalam terang-Nya, segala sesuatu menjadi terang."
(In lumine Tuo videbimus lumen) Mazmur 36:10