Logika bekerja dalam domain keterbatasan. Ia butuh premis, sistem, dan validitas. Tapi apakah semua kebenaran dapat ditampung di dalam logika?
Tentu tidak. Cinta, penderitaan, harapan, pengampunan, semuanya nyata, tapi tak bisa dibuktikan secara logis atau empiris sepenuhnya.
> Maka keyakinan hadir sebagai pengakuan dan keterbukaan terhadap realitas yang lebih luas, realitas yang melampaui logika, tapi tidak bertentangan dengannya.
4. Keyakinan sebagai Dimensi Ontologis
Dalam kerangka ini, keyakinan bukan sekadar tindakan mental, tapi struktur eksistensial.
Dalam filsafat eksistensialisme teistik (Kierkegaard), keyakinan adalah lompatan eksistensial yang tak bisa dijembatani oleh logika.
Dalam filsafat Islam, terutama dalam 'ilm al-yaqin, 'ayn al-yaqin, dan aqq al-yaqin, keyakinan adalah gradasi pengetahuan yang semakin dalam, bukan pengganti pengetahuan.
> Keyakinan bukan "percaya karena tidak tahu",
tapi "percaya karena sudah melampaui tahu".
5. Keyakinan sebagai Pusat Etis dan Spiritualitas
Keyakinan tak hanya berdampak pada epistemologi, tetapi pada etik dan praksis hidup.
Keyakinan pada kebaikan, keadilan, dan Tuhan membentuk cara manusia bertindak, mencinta, dan berkorban.
Tanpa keyakinan, tindakan luhur tak memiliki fondasi yang kokoh, sebab segala nilai bisa dinegosiasikan oleh relativisme.