Di momen itu, kesadaran menyentuh keabadian, bukan sebagai rentang panjang, tapi sebagai ketiadaan waktu.
Inilah yang disebut para sufi: waqt al-haqq, saat di mana waktu manusia larut dalam waktu Tuhan yang hakikatnya, tak mengenal waktu.
3. Apakah waktu bisa dipercepat atau diperlambat?
Secara subjektif, iya. Karena waktu adalah persepsi, maka kecepatannya mengikuti kondisi batin. Ketika kita bahagia, waktu terasa cepat. Ketika kita menderita, waktu terasa lambat.
Namun dalam realitas fisik, relativitas waktu juga dibenarkan oleh fisika modern. Einstein menunjukkan bahwa waktu bersifat relatif terhadap kecepatan dan gravitasi. Maka:
> Waktu bukan mutlak. Ia fleksibel. Ia lentur.
Dan karena itu, ia bisa didekonstruksi.
4. Bagaimana waktu muncul dalam kesadaran?
Waktu muncul ketika kesadaran mulai mengenang dan merancang.
Memori menciptakan masa lalu. Harapan menciptakan masa depan.
Dua mekanisme ini, mengingat dan mengharap adalah fondasi psikologis dari ilusi waktu. Tanpa keduanya, waktu hancur.
> Maka meditasi, dzikir, dan hening kontemplatif bukan sekadar latihan spiritual.
Itu adalah cara membebaskan diri dari cengkeraman waktu.
5. Apa yang terjadi jika waktu dilucuti sepenuhnya?
Yang terjadi adalah peleburan antara subjek dan objek. Tidak ada "aku" yang bergerak dari satu titik ke titik lain. Tidak ada peristiwa yang bisa dikaitkan secara berurutan. Yang tinggal hanyalah: