2. Ilusi waktu linier dan problem identitas
Kita sering berkata: Aku yang dulu berbeda dengan aku yang sekarang.
Tapi siapa "aku" yang berkata itu?
> Jika waktu mengalir dan identitas berubah,
maka tak ada subjek yang tetap yang bisa berkata "aku berubah."
Maka satu-satunya yang konstan adalah kesadaran sebagai medan perubahan, bukan dirinya yang berubah.
Waktu linier menciptakan ilusi bahwa "dulu" dan "nanti" benar-benar ada. Padahal, keduanya hanya hidup dalam ingatan dan harapan, bukan dalam kenyataan.
3. Kekekalan bukan tanpa waktu, tapi melampaui waktu
Keabadian bukan berarti "terus-menerus selamanya dalam waktu", tapi keluar dari struktur waktu itu sendiri.
Ini bukan sekadar keyakinan religius, tapi pengalaman transrasional dalam kontemplasi terdalam:
> Saat waktu hancur dalam hening, yang tersisa bukan jam dan menit,
tapi hadir yang tak terganggu oleh sebelum dan sesudah.
Inilah keabadian aktual, bukan durasi panjang, tapi intensitas tanpa batas.
4. Kematian sebagai batas temporalitas
Kematian sering dipahami sebagai "akhir waktu" bagi individu. Tapi bagi kesadaran, kematian adalah penghentian ilusi kontinuitas ego, bukan hilangnya Ada.
> Yang mati adalah narasi, bukan eksistensi.
Yang berakhir adalah "aku" yang terikat waktu, bukan kesadaran murni.
Dengan demikian, kematian bukanlah ketiadaan, tapi transisi dari kesadaran waktu menuju kesadaran akan Ada itu sendiri, tanpa perlu membungkusnya dalam konsep religius atau metafisik.