Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi editan pribadi (sumber gambar asli: Wikimedia Commons / Warwick Goble) 

"Segala keburukan yang dilakukan manusia selalu berwarna oleh suatu alasan: entah oleh penghinaan yang memicu, atau oleh kebutuhan yang menekan, atau oleh cinta yang membutakan, atau oleh amarah yang menghancurkan. Hanya ketidakbersyukuranlah yang tak memiliki alasan, baik palsu maupun benar, untuk dijadikan sandaran.

 

Sungguh, sifat buruk ini begitu mengerikan hingga ia mengeringkan sumber belas kasih, memadamkan api cinta, menutup jalan bagi segala anugerah, dan di dalam hati orang yang tak dihargai kebaikannya, ia menumbuhkan rasa muak dan penyesalan.

 

Sebagaimana akan kalian lihat dalam kisah yang hendak kuceritakan sekarang.

 

Seorang petani memiliki dua belas orang putri, dan nyaris tak ada waktu bagi yang sulung untuk menggendong adiknya, sebab setiap tahun sang nyonya rumah yang baik hati, Ceccuzza, ibu mereka, selalu melahirkan lagi seorang bocah perempuan mungil, bagai kentut kecil yang baru lahir.

 

Setiap pagi si suami malang berangkat menggali tanah demi sepotong rotii agar keluarganya dapat hidup terhormat, dan sulit dikatakan mana yang lebih banyak, keringat yang menetes membasahi tanah, atau ludah yang ia gosokkan ke telapak tangannya. Namun, dengan sedikit tenaga itu jugalah ia berhasil menjaga semua katak kecil dan landak kecil itu agar tidak mati kelaparan.

 

Pada suatu hari, ketika ia tengah menggali di kaki sebuah gunung---gunung yang menjadi mata-mata bagi gunung-gunung lain, yang menjulang hingga ke atas awan demi menyaksikan apa yang terjadi di angkasa---ia menemukan sebuah gua yang begitu dalam dan gelap hingga Sang Matahari pun enggan masuk ke dalamnya. Dari sana merayap keluar seekor kadal hijau sebesar buaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun