Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi editan pribadi (sumber gambar asli: Wikimedia Commons / Warwick Goble) 

Ketahuilah, aku seorang raja, bukan mentimun murahan; kau tahu bahwa aku bisa melakukan dan membatalkan sesuka hatiku. Namun bocah buta penipu itu, anak seorang pincang dan seorang pelacur yang leluasa menguasai tongkat kerajaan, telah menakdirkan aku menjadi hamba bagimu, dan kini aku harus memohon kemurahan hati atas sesuatu yang sebenarnya bisa kuambil sesuka hati dan kapan pun aku mau. Dan lagi, aku tahu, sebagaimana pernah dikatakan seseorang, bahwa belaian, bukan keangkuhan, yang melunakkan Venus."

 

Perempuan tua itu tahu di mana iblis tua menyimpan ekornya, sebab ia adalah seekor rubah ulung, seekor kucing tua besar, seorang yang cerdik, licin, dan penuh tipu daya. Ia merenung bahwa justru ketika seorang penguasa meminta sesuatu, pada hakikatnya itu adalah sebuah perintah; bahwa keras kepala seorang hamba hanya akan menggerakkan empedu murka dalam usus sang majikan, yang akhirnya meledak dalam disentri kehancuran. Maka ia pun memutuskan untuk bertindak sebagaimana mestinya, dan dengan suara kecil seekor kucing terkuliti ia berkata, "Tuanku, karena Anda berkenan merendahkan diri di bawah seorang yang jauh di bawah Anda, sudi turun dari tongkat kerajaan ke alat pemintal, dari balairung istana ke kandang, dari jubah gemerlap ke kain rombeng, dari kebesaran ke kemelaratan, dari teras ke ruang bawah tanah, dan dari seekor kuda gagah ke seekor keledai, maka aku tak bisa, tak patut, dan tak ingin menentang kehendak raja yang agung. Dan karena Anda menginginkan persekutuan ini antara pangeran dan pelayan, mosaik dari gading dan poplar, tatahan berlian dan kaca, maka inilah aku, siap dan sedia melakukan kehendak Anda. Hanya satu anugerah yang kumohon, sebagai tanda pertama kasih yang Anda beri kepadaku: biarkanlah aku diterima di ranjang Anda pada malam hari tanpa lampu, sebab hatiku takkan sanggup menanggung beban bila tubuhku yang telanjang terlihat."

 

Raja, bergemuruh dengan kegirangan, bersumpah dengan satu tangan di atas tangan yang lain bahwa ia akan melakukannya dengan senang hati. Dan setelah ia mengirimkan sebuah ciuman manis kepada mulut busuk itu, ia pun beranjak pergi, nyaris tak sabar menanti Sang Surya berhenti membajak dan ladang langit ditaburi bintang, agar ia pun dapat menabur benih di ladang tempat ia berniat menuai karung-karung kegembiraan dan tumpukan kenikmatan.

 

Tatkala Malam tiba---dan, mendapati dirinya dikelilingi begitu banyak perampok toko dan pencuri jubah, ia menyemburkan tinta hitam seperti seekor cumi-cumi---perempuan tua itu menghaluskan semua keriput di tubuhnya dan mengumpulkannya ke belakang pundak dalam sebuah simpul, yang ia ikat erat dengan seutas tali.

 

Seorang pelayan kemudian menuntunnya dalam kegelapan menuju kamar tidur sang raja, dan di sana, setelah ia menanggalkan kain rombengnya, ia pun melemparkan dirinya ke atas ranjang. Raja lebih dari siap untuk menyalakan sumbu pada meriamnya, dan segera setelah ia mendengar perempuan itu datang dan berbaring, ia membalur dirinya dari ujung kepala hingga kaki dengan kasturi dan kesturi musang, lalu menyemprotkan air wangi ke sekujur tubuhnya, dan melompat ke ranjang laksana seekor anjing pemburu Korsika.

 

Dan sungguh beruntung bagi perempuan tua itu bahwa sang raja mengenakan begitu banyak harum-haruman, sehingga ia tak mampu mencium bau busuk yang keluar dari mulutnya, bau anyir dari bagian-bagian kecil tubuhnya, dan bau busuk dari benda buruk rupa itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun