Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lo cunto de li cunti atau Pentamerone: Hari Pertama

5 Oktober 2025   09:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi editan pribadi (sumber gambar asli: Wikimedia Commons / Warwick Goble) 

Bila seorang kawan bertanya padanya, "Ke mana kita pergi?" ia menjawab dengan riang, seakan berjalan di udara, "Ke medan perang, ke medan perang!" Ia bergaul di kedai arak, ia berlagak jaya di Jalan Murbei, ia pergi ke barak, ia menjual jatah tempat tinggalnya, ia menimbulkan keributan dan kegaduhan, dan bahkan Gradasso pun takkan mampu membuatnya mundur!

Kasihan dia, bila dilebur dalam wadah ujian ini! Segala kegembiraan, kesombongan, dan lagaknya berubah menjadi duka nestapa dan siksaan. Dingin membuatnya beku, panas mengakhiri hidupnya, lapar menggerogotinya, letih menyembelihnya, bahaya selalu di sisinya, sedang upah jauh dari tangannya. Luka datang kontan, gaji datang berhutang; derita panjang, manisnya singkat; hidup tidak pasti, mati sudah pasti.

Akhirnya, ia entah luluh lantak oleh siksaan dan melarikan diri, dan dengan tiga lompatan dapat memastikan apakah talinya sekadar sumbu atau jerat gantung; atau ia hancur lebur, pincang, tak punya yang tersisa selain santunan sepasang tongkat penopang, atau pengobatan kudis, atau---yang lebih ringan deritanya---sekadar uang pensiun di rumah sakit.

FAB.: Segala kebusukan telah kau ungkap, tak ada lagi yang tersisa untuk dikatakan; benar, dan lebih dari benar, sebab seorang prajurit malang menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengemis atau penuh dengan lubang!

IAC.: Dan apa katamu tentang seorang lelaki yang penuh dengan keangkuhan, berjalan dengan ujung kakinya, berlagak seperti merak, membusungkan dada dan membanggakan diri bahwa ia berasal dari darah dan keturunan Achilles atau Alexander? Sepanjang hari ia menggambar pohon silsilah, menarik dahan ek dari batang pohon kastanye; sepanjang hari ia menulis kisah-kisah dan silsilah khayal tentang para ayah yang tak pernah punya anak, dan ia bersikeras bahwa seorang lelaki yang menjual seperempat tong minyak adalah seperempat bagian bangsawan.

Ia menyusun hak istimewa di atas lembaran perkamen dan mengasapinya agar tampak tua, lalu memberi makan asap keangkuhan; ia membeli batu nisan dan menempelkan epitaf yang terbuat dari seribu sajak kanak-kanak. Ia membayar kaum Zazzera untuk menghiasi ekor bajunya, ia menghamburkan uang pada kaum Campanile untuk menyetel loncengnya, dan ia mengorbankan mata serta giginya kepada kaum di Pietri untuk meletakkan fondasi bagi beberapa rumah reyot.

Namun ketika ia dimasukkan ke dalam wadah ujian ini, meskipun ia meregangkan tubuhnya sepanjang mungkin, meskipun ia berharap yang terbaik dan berucap sengau penuh kesombongan, tetap saja tampaklah kapalan di tangannya yang berasal dari cangkul!

FAB.: Engkau menyentuh tepat pada lukanya, tak ada lagi yang perlu dikatakan; sungguh kau telah memukul kepala paku! Aku teringat, omong-omong (dan simpanlah kata-kata ini), seorang bijak pernah berkata: "Tak ada yang lebih buruk daripada seorang petani yang naik pangkat."

IAC.: Nah, lihatlah: seorang pria yang penuh kesombongan sia-sia, pengumbar wangi, dipenuhi rasa congkak, yang berani menghiasi leher kudanya dengan karangan bunga dari keju, lalu pergi dengan gaya yang megah dan berlebih. Ia meniupkan balon-balon kosong dan memuntahkan kata-kata tak berarti, melontarkan kata-kata bulat besar lalu berjalan dengan angkuh, memelintir mulutnya, mengisap bibirnya ketika berbicara, dan mengatur langkah-langkah kakinya seakan-akan setiap gerakannya adalah pertunjukan. Tebaklah, siapa yang ia bayangkan dirinya?

Ia membanggakan diri dan berkata, "Hei, cepat bawakan kuda cokelatku, atau yang belang! Panggil dua puluh orangku! Lihat apakah keponakanku sang count ingin ikut jalan-jalan sebentar! Kapan pengelola kita akan membawakan keretaku? Katakan pada penjahit utama bahwa sebelum senja aku ingin celana berhias emas! Sampaikan jawaban pada wanita itu, yang tersiksa karena cintanya padaku, dan katakan padanya bahwa mungkin, ya mungkin saja, aku akan membalas cintanya!"

Namun, begitu ia diuji dalam wadah ini, tak tersisa satu keping uang pun; semuanya hanyalah api jerami, dan semakin ia berlagak, semakin ia menguap kelaparan: ia selalu bicara tentang uang besar, padahal tak punya sepeser pun; ia berpura-pura hebat, padahal tak ada sesuap makanan untuk mulutnya; kerah bajunya terlipat-lipat indah, tapi kantongnya tak berisi setitik pun kerutan; perutnya tampak besar dan bagus, tapi tanpa satu keping uang sama sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun