Siapa sih yang mau punya utang menumpuk? Tentu membayangkannya saja kita tidak mau. Jangan sampai deh punya utang jika tidak urgent sekali kepentingannya. Memang benar, utang sendiri dibagi dua yaitu utang produktif maupun utang konsumtif.Â
Utang produktif merupakan pinjaman yang kita dapatkan dalam upaya mendanai suatu kegiatan ataupun investasi dimana akan menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Beberapa contoh utang produktif antara lain:
- Utang untuk modal usaha
- Utang di bidang pendidikan dalam upaya meningkatkan skill yang dimiliki
- Utang untuk modal kerja. Sebagai contoh, seorang blogger yang membutuhkan laptop untuk bekerja. Suatu ketika blogger tersebut perlu meng-upgrade laptop demi memaksimalkan pekerjaan sebagai blogger. Lalu dia pun berinisiatif berutang untuk membeli laptop dengan harapan kerja makin produktif, cepat dan efisien. Selama setahun, blogger itu membukukan pendapatan dan ternyata selama setahun aset laptopnya sudah balik modal dengan honor sebagai blogger selama setahun. Begitu perhitungan sederhananya.
Sementara utang konsumtif merupakan pinjaman yang didapatkan seseorang hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier serta gaya hidup. Misalnya saja Anda berbelanja tas atau baju menggunakan Paylater di sebuah aplikasi marketplace dimana bisa beli sekarang bayar bulan depan. Padahal di rumah masih banyak tas dan baju yang belum terpakai. Bisa dibilang seseorang yang belanja barang tersier itu termasuk perilaku konsumtif.
Atau juga gaya hidup nongkrong di coffee shop menggunakan kartu kredit, bayarnya bulan depan minumnya sekarang. Padahal buat kopi di rumah sendiri juga bisa kan, namun ada yang bilang nongkrong di coffee shop itu sensasinya beda.Â
Setiap orang memiliki prinsipnya masing-masing. Teman saya pernah cerita kalau dirinya punya rekan kerja yang gaya hidup selangit padahal gaji UMR, sebut saja namanya Michael. Michael selalu membeli pakaian, gadget hingga aksesoris yang dia pakai dari merk yang cukup ternama. Belum lagi hobi Michael yang suka modifikasi sepeda motor dimana pasti akan membutuhkan budget cukup besar untuk membeli spare part motor.
Bagaimana cara Michael membayar semua gaya hidup hedonnya? Dari kartu kredit donk, apalagi Michale punya limit kartu kredit yang cukup besar. Teman saya saja sampai geleng-geleng kepala padahal teman saya gajinya lebih besar dari Michael tapi selalu beli baju 100 ribuan saja itupun merk lokal. Ponsel teman saya saja harganya 2 jutaan padahal saya yakin dia bisa beli lebih dari itu.
Parahnya lagi ketika menikah, Michael tidak bercerita kepada istrinya kalau dia punya utang yang cukup fantastis sebelum menikah. Ketika teman saya menyarankan untuk berterus terang kepada istrinya, Michael menolak karena merasa harga dirinya sebagai lelaki sangat besar untuk mengakui utang-utangnya.
Dari kisah Michael akhirnya saya berpikir, bagaimana pusingnya dia dalam mengelola keuangan pasca menikah. Sementara Michael harus menafkahi istrinya dan di sisi lain harus membayar tagihan kartu kreditnya. Benar saja, ketika bertemu teman saya dan dia pun menceritakan akhirnya Michael harus gali lubang tutup lubang demi bisa membayar tagihan utang dan untuk bisa bertahan hidup dari bulan ke bulan. Kebayang capeknya kan!
Untung saja istrinya Michael belum tahu kalau suaminya punya banyak utang. Lalu bagaimana jika kemudian sang istri tahu jika suami punya tagihan kartu kredit yang terus berjalan dan dibayar menggunakan metode gali lubang tutup lubang? Bisa-bisa pasangan suami istri itu akan bertengkar hebat karena salah satu pasangan tidak jujur.
Punya Utang, Haruskah Berterus Terang Kepada Keluarga atau Disembunyikan?
Kasus seperti Michael mungkin juga dialami oleh sebagian masyarakat kita dimana ada anggota keluarga yang berutang namun keluarga lainnya tidak tahu. Bisa jadi mungkin ada yang tidak mau tahu, padahal sebenarnya sudah tahu jika ada anggota keluarga punya utang.