"Hatiku telah terisi wangi bunga yang lain."
Aku diam. Menatap huruf-huruf biru yang ditulis dengan cepat tapi rapi itu.
"Ini buat Echa?" tanyaku pelan.
Angga mengangguk. "Iya. Kamu yang kasih, ya?"
Aku menatap dia agak lama. Lalu menjawab pelan, "Aku nggak bisa kasih ini."
Dia mengerutkan dahi. "Kenapa?"
Aku menarik napas.
"Karena... aku bukan pacarmu. Nanti orang kira aku yang nyuruh kamu nolak dia."
Angga terdiam. Pandangannya lurus ke papan tulis kosong. Lalu senyum tipis.
"Iya juga, ya."
Dia berdiri, menoleh ke bangku belakang.