Jam istirahat kedua, perpustakaan sepi seperti biasa.
Kecuali... hari itu nggak biasa.
Aku duduk di pojok meja baca Novel Mira W "Galau remaja di SMA'
Bukunya cuma hiasan. Yang lebih menarik justru cowok di seberang meja: Angga.
Dia lagi nyoret-nyoret pensil di buku yang entah punya siapa---gambar-gambar kecil yang... surprisingly keren.
Ada artis film Meg Tilly, ada tulisan vignette, ada gambar sepatu Air Jordan bolong.
"Bosen ya?" tanyaku sambil senyum kecil.
Dia angkat bahu. "Cuma lagi pengen tempat yang nggak terlalu berisik."
"Perpustakaan bukan tempat kamu biasanya."
"Aku juga bukan orang biasa," jawabnya.
Aku ketawa kecil.
Tapi ketawaku langsung berhenti...
waktu aku lihat seseorang berdiri nggak jauh dari rak sebelah: Marcel.
Masih pakai kemeja rapi, rambut klimis, ekspresi kaku.
Dia ngelihat kami. Lama.
Pandangan yang... nggak bisa aku artikan. Tapi juga nggak bisa aku abaikan.
Dia nggak nyapa. Cuma balik badan dan keluar.
Besoknya, kejadian kedua.
Hari itu langit mendung, tapi bukan yang dramatis.
Lebih seperti mendung biasa di Jambi menjelang sore.
Jalanan padat. Suara angkot dan klakson bersahutan di sepanjang Simpang Jelutung.
Kami dari makan bakso Selekta di pertigaan talang banjar, di traktir Lita, dan Angga menawarkan mengantar pulang, aku iya.
Cindy duduk di boncengan belakang GL Pro milik Angga.
Seragam abu-abu, dan rambutnya yang tergerai ditiup angin.
Angga di depan, cuek seperti biasa.