Siapa pun yang pernah berlibur di Kepulauan Seribu, mesti jujur mengakui kepulauan ini memang menawan: lautnya jernih, udaranya segar, jaraknya tak jauh dari Jakarta. Namun sayang, masyarakat di daerah kepulauan ini, masih terjerat kemiskinan.Â
Pada Januari 2025, data dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, mencatat fakta yang sangat mengejutkan tentang Kepulauan Seribu.
Sepanjang 2024, kawasan kepulauan ini dikunjungi oleh ratusan ribu wisatawan, dengan Pulau Pari mencatat 103.382 pengunjung, Pulau Untung Jawa 75.748 orang, Pulau Tidung 65.258 orang, Pulau Pramuka 52.202 orang, dan Pulau Harapan 36.190 orang.
Total kunjungan wisatawan ke berbagai pulau di Kepulauan Seribu, menunjukkan tren positif yang konsisten dari tahun ke tahun.
Tingginya kunjungan ini tidak mengherankan, mengingat Kepulauan Seribu menawarkan keindahan yang menawan: pantai berpasir putih, terumbu karang yang masih terjaga untuk snorkeling, cagar budaya di Pulau Onrust dan Pulau Kelor, serta cagar alam di Pulau Bokor.
Namun, di balik ramainya kunjungan wisatawan, terdapat ironi yang menyakitkan. Kepulauan Seribu, justru menjadi wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jakarta.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Seribu menyebutkan, bahwa pada 2022 jumlah penduduk miskin mencapai 3.670 orang.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kepulauan Seribu meningkat dari 1,95 pada 2019 menjadi 2,10 pada 2020, dan Indeks Keparahan Kemiskinan dari 0,46 pada 2019 menjadi 0,42 pada 2020.
Ketika mengunjungi pulau-pulau di Kepulauan Seribu, kontras ini terasa nyata. Di dermaga-dermaga utama, perahu-perahu wisata hilir mudik membawa rombongan wisatawan yang tertawa riang.
Homestay dan penginapan sederhana berjejer di sepanjang jalan setapak yang dikelilingi hutan pinus, beberapa menyewakan sepeda untuk wisatawan yang ingin berkeliling pulau.