Izumi menatap Ariel dalam-dalam.
Ariel pun membalas tatapan itu, kemudian berkata, "Pergi! Pulanglah."
Izumi mengangguk pelan, kemudian berdiri dan berlalu pergi dari tempat itu.
=***=
Di siang hari yang sangat terik, sepulang kuliah motor sport merah milik Ariel berpacu kencang melewati perbatasan Kota Zippon menuju Kota Tokyo. Jarak antara Zippon dan Tokyo tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu kurang lebih satu setengah jam, terlebih Ariel naik motor yang memiliki kecepatan diatas rata-rata, dan jarak antara kampusnya dengan Kota Tokyo terbilang cukup dekat.
Tak lama kemudian, motor Ariel berhenti di depan rumah besar berlantai dua. Ia masuk ke halaman rumah dengan pembatas pagar yang terbuat dari banyak batu besar itu. Begitu sampai di dalam, Ariel langsung menghentikan motornya di depan pintu rumah tersebut dan melepas helm merahnya serta menggantungkannya di stang sebelah kiri dan tak lupa menstandarkan motor tersebut dengan standar sebelah kiri, kemudian ia turun dari motor. Setelah itu, ia membuka pintu putih bergagang perak rumah tersebut.
"Selamat datang...." Seorang wanita berwajah bulat, beralis tipis agak panjang, bermata sipit, berpipi tembam, dan berambut panjang sepunggung serta berponi lurus tersenyum pada Ariel ketika Ariel masuk ke dalam rumah tersebut. Ia memakai kaos putih bergaris-garis biru, celana panjang ketat putih, serta sepatu hak tinggi putih.
"Seperti biasa, Kak Hina," balas Ariel yang langsung berjalan menuju meja nomor '46' dari sekian banyak meja yang ada di sana dan dekat dengan dapur. Meja-meja yang lengkap dengan beberapa kursi itu masing-masing berwarna krem begitu juga dengan kursinya dan terbuat dari kayu jati. Meja-meja tersebut berlapis taplak putih panjang. Ada cukup banyak orang yang duduk di bangku-bangku itu menikmati makanan dan minuman mereka sambil mengobrol. Ariel lalu duduk di bangku dekat meja nomor 46 itu.
"Hmm ... Sayangnya persedian bumbu ayam bakar sudah habis hari ini. Eiji lupa membelikan stok lagi," ucap wanita bernama lengkap 'Hina Izumi' itu.
Ariel menghela nafas. "Selalu saja."
Hina hanya tertawa kecil sambil masuk ke dapur.