Mohon tunggu...
Ariel Matsuyama
Ariel Matsuyama Mohon Tunggu... Novelis - A man who will rule everything

Bertarung atas nama Dendam

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FanFic] Kamen Rider Blitzer (Episode 2: Gerombolan Raja Minyak)

12 Juni 2019   15:00 Diperbarui: 12 Juni 2019   15:19 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah gubuk di pedesaan dekat dengan Kota Zippon, pukul 21:00.

"Ibu... Aku lapar," ucap seorang bocah laki-laki berambut jabrik dengan nada memelas sambil mengusap-usap perutnya. Tampak banyak 'tambalan' pada kaos lengan pendeknya yang berwarna hijau, begitu juga dengan celana pendek cokelatnya.

"Ibu... Aku mau makan. Lapar...." Seorang bocah perempuan berambut panjang sebahu tak kalah memelasnya dengan si bocah laki-laki. Kaos kuningnya yang bergambar beruang juga banyak tambalan seperti kaos si bocah laki-laki. Celana pendek merahnya pun sama, banyak tambalan.

"Andai saja ayah masih hidup, pasti kita tidak akan kesusahan seperti ini," ucap bocah laki-laki berambut jabrik.

Mata sipit seorang wanita setengah baya berambut panjang dikuncir menetes. "Iya nak... Sabar... Ibu akan cari makanan. Kalian tunggu disini ya." Setelah itu ia keluar dari gubuk tersebut dengan mengenakan jaket hitam.

Wanita itu, atau lebih dikenal dengan nama 'Aiko' bingung hendak mencari makanan kemana, karena ia tidak memiliki uang sama sekali. Ia berjalan tak tentu arah sembari memikirkan anaknya di rumah yang kelaparan. Sampai akhirnya, ia berhenti di sebuah mini market dengan plang bertuliskan "Waku Mart". Dengan langkah perlahan sambil menahan tangis ia masuk ke dalam mini market tersebut.

Di dalam, Aiko mencari-cari makanan yang ia butuhkan. Setelah mendapatkan makanan yang ia butuhkan, yaitu beras setengah kilo dan beberapa bahan makanan lainnya, Aiko menyembunyikan semua itu di balik jaketnya. Setelah itu ia beranjak dari sana.

Namun, ketika Aiko mendorong pintu mini market tersebut, terdengar suara alarm yang berbunyi lantang.

Seorang kasir wanita langsung terbelalak dan menatap ke arah Aiko. "Pencuri!!!" teriaknya.

Semua yang ada di dalam mini market langsung geger dan menatap ke arah Aiko. Seorang 'satpam' yang ada di mini market itu langsung mengejar Aiko yang melarikan diri ketika ia diteriaki 'pencuri'.

Satpam itu terus mengejar Aiko yang berlari menuju hutan sepi. Tapi, tiba-tiba Aiko menghilang dari pandangan matanya. Satpam tersebut terus mencari ke seluruh pelosok hutan.

Sementara itu, Aiko yang ketakutan tengah bersembunyi di balik salah satu semak-semak hutan tersebut. Nafas Aiko memburu dan jantungnya berdetak kencang.

Tiba-tiba, Aiko terkejut karena merasakan sesuatu yang menyenggol punggungnya. Perlahan, ia pun menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya ia melihat monster robot berbentuk 'gorilla' yang berdiri tegak layaknya manusia dengan tinggi 2 meter. Giginya runcing dan matanya merah menyala. Kedua tangan makhluk tersebut nampak kekar dengan jari-jari yang besar serta dilingkari oleh gigi roda tajam dari pergelangan tangan hingga bawah bahu, dan di tepi luar kedua bahunya menempel baja bundar keperakan yang bagian tengahnya berwarna hitam. Selebihnya, bentuk makhluk tersebut seperti gorilla pada umumnya, hanya saja seluruhnya terbuat dari baja keperakan. Makhluk itu menatap Aiko cukup lama. Guratan-guratan di wajahnya membuat makhluk tersebut terlihat 'sangat menyeramkan'. Aiko diam mematung, tubuhnya menolak untuk bergerak karena keterkejutannya.

Perlahan, wujud makhluk tersebut berubah menjadi 'sangat mirip' dengan Aiko, bahkan tinggi badan dan pakaiannya pun juga mirip. Aiko makin terkejut dibuatnya.

Setelah tersenyum miring, makhluk itu langsung mencekik leher Aiko.

Aiko meronta-ronta sekuat tenaga agar bisa lepas dari cekikan tersebut. Namun, tenaga makhluk itu jauh lebih kuat dibanding dirinya. Hingga pada akhirnya, Aiko kehabisan nafas dan mati. Makhluk itu langsung melemparkan tubuh Aiko yang terkulai lemas.

"Kemana perginya orang itu?" ucap satpam yang tadi mengejar Aiko sembari mengecek ke semak-semak. Tapi, ketika ia membalikkan badannya, ia melihat sosok seseorang tengah berdiri tegak menatapnya. Ia langsung mengarahkan senter yang dipegangnya ke arah orang tersebut. Rupanya orang itu adalah Aiko.

"Bagus. Disitu kau rupanya," ucap sang satpam dengan ekspresi senang. Ia segera berjalan mendekati Aiko sambil mengambil sebuah borgol yang menggantung di ikat pinggangnya. Sementara Aiko sendiri cuma berdiri tanpa bergeser dari tempatnya berpijak.

Namun, begitu jaraknya sudah dekat dengan Aiko, wanita itu dengan cepat mencekik leher si satpam.

Si satpam terus berusaha memberontak dari cekikan Aiko. Tapi semua usahanya sia-sia. Bahkan ketika si satpam mencoba menendang Aiko pun tidak berhasil, karena Aiko bisa menangkis dengan tangan yang satunya. Akhirnya tubuh satpam itu melemas. Nyawa si satpam sudah hilang. Aiko langsung melemparkannya ke semak-semak.

"Akhirnya, aku dapat wujud basic baru. Dengan begini, aku bisa memakai kekuatanku secara maksimal. Tinggal penyesuaian diri saja," ucap Aiko, bukan, tapi monster robot gorilla yang telah membunuh Aiko dan berubah wujud menjadi wanita itu. Ia memandangi kedua telapak tangannya kemudian tersenyum sinis dan berlalu pergi.

Sesampainya Aiko di depan rumahnya, ia langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.

Dua anak Aiko yang berambut jabrik dan berambut panjang sebahu terlihat sangat senang karena ibunya tidak pulang dengan tangan hampa.

Aiko lalu memasak makanan yang ia bawa, dan setelah matang langsung ia hidangkan untuk anak-anaknya. Anak-anak Aiko pun sangat bersyukur bisa makan hari ini.

Komplek Shinkuudere, Kota Zippon - Jepang, Sabtu 11 Januari 2020, pukul 06:00.

Di ruang dojo besar nan luas Ariel sang 'Kamen Rider Blitzer' yang mengenakan kaos merah dan celana panjang hitam--yang sama seperti yang ia kenakan kemarin sore--melatih fisiknya. Ia melakukan push up dengan dua tangan mengepal, lalu satu tangan dengan tangan kanan dan kiri sebagai penopang secara bergantian dan juga mengepal, itu semua ia lakukan sebanyak 100 kali. Sit up ia lakukan juga 100 kali, begitu pula squat jump. Dilanjutkan dengan angkat barbel kecil yang beratnya 20 kilo di tangan kanan dan kirinya sebanyak 100 kali. Lalu angkat barbel besar seberat 100 kilo di atas matras berkaki empat sebanyak 100 kali pula. Kemudian ia bergelantung di sebuah alat besi panjang yang menempel di dinding satu ke dinding lainnya dan menaik turunkan tubuhnya sebanyak 100 kali. Terakhir, ia memukul-mukul dan menendang-nendang 'sandsack' berkali-kali dengan jurus-jurus 'beladiri' yang ia miliki. Tubuh Ariel tidaklah kekar, ototnya cenderung kecil, tapi terlihat padat dan sangat terlatih.

Selesainya latihan fisik, Ariel pergi meninggalkan dojo menuju kamar mandi. Usai mandi dan lain sebagainya, ia berjalan ke kamarnya dan membuka lemari pakaian berwarna hitam. Di dalam lemari tersebut banyak sekali jaket kulit yang menggantung dengan bentuk dan warna yang serupa seperti jaket yang kemarin ia pakai. Selain itu, juga ada banyak kaos merah dan celana panjang hitam yang sama seperti yang ia kenakan saat ini. Ariel mengganti pakaiannya dengan salah satu kaos, jaket, dan celana panjang yang ia ambil dari lemari tersebut. Tidak ketinggalan ia melipat lengan jaketnya hingga batas siku.

Lalu Ariel berkaca dan menyisir rambutnya yang masih berantakan. Ia menyisir poninya ke arah samping kanan. Kemudian ia mengambil sepasang sarung tangan hitam seperti yang ia gunakan kemarin dari dalam laci atas meja belajar luasnya yang dihiasi 'lampu belajar', meski jumlah sarung tangan itu ada beberapa pasang ia hanya mengambil sepasang dan memakainya. Ia juga mengambil kalung yang kemarin melingkar di lehernya dari dalam laci yang sama kemudian memakai kalung tersebut. Setelah itu, ia menekan beberapa tombol hitam yang ada di permukaan atas sebuah wadah baja kotak berwarna perak yang setiap sudutnya dihiasi motif kotak dan di permukaan depannya tertera tulisan 'Codename: Blitzdrive' berwarna merah. Wadah kotak itu terletak di samping lampu belajar. Tidak butuh waktu lama, lampu merah yang ada di samping tombol yang ditekan Ariel berubah warna menjadi hijau dan bagian atas kotak tersebut terbuka. Di dalamnya ada sebuah benda putih agak elips yang kemarin Ariel gunakan untuk berubah wujud menjadi Kamen Rider Blitzer. Ia lalu mengambil benda dengan nama Blitzdrive itu dan menyembunyikannya di balik jaket bagian samping kanannya, yang mana di balik jaket itu menempel beberapa potong 'magnet' yang membuat sabuk tersebut merekat disana. Tak lupa, ia menutup kembali kotak tersebut. Tidak ada seorang pun yang bisa membuka kotak itu sekalipun ia hacker terhebat, kecuali pemiliknya sendiri dengan kombinasi 'password' yang benar. Setelahnya, Ariel mengambil 'smartphone' hitam berlambang seperti lambang di kalungnya dan berwarna merah di belakangnya yang hanya memiliki satu tombol besar di permukaan bawah layarnya yang tergeletak di atas meja belajarnya lalu mengantongi smartphone itu di saku sebelah kanan celana panjangnya. Tidak ketinggalan dompet hitam yang tergeletak di meja belajarnya ia masukkan ke dalam saku sebelah kiri belakang celananya. Kemudian ia mengambil 'parfum' yang berdiri di atas meja belajarnya. Parfum bermerek 'Red Locust' dengan tulisan merah serta gambar bayangan belalang di atasnya tersebut ia semprotkan ke seluruh tubuhnya. Ia lalu mengambil beberapa buah buku dari rak buku yang terletak disamping lemari pakaian. Buku-buku yang diambilnya sesuai dengan jadwal pelajaran kuliahnya 'hari ini' yang tertempel di dinding. Kemudian ia memasukkan buku-buku itu ke dalam tas gemblok berwarna hitam bercorak merah di bagian-bagian sudutnya yang tergeletak di lantai lalu memakainya. Terakhir, ia mengambil lalu memakai kaos kaki dan sepatu kets seperti yang kemarin dipakainya yang ada di rak sepatu warna biru, walau kaos kaki dan sepatu tersebut ada banyak, ia hanya mengambil masing-masing sepasang. Setelah itu ia keluar dari kamarnya menuju ruang makan.

Sesampainya di ruang makan, pemandangan yang pertama kali Ariel lihat adalah meja makan besar berwarna abu-abu dengan taplak berwarna oranye. Di atas meja tersebut terhidang dua jenis makanan yaitu steak sapi dan roti tawar lengkap dengan selai cokelat. Steak sapi terletak di atas piring ceper besar warna putih, sedangkan roti tawar terletak di atas piring ceper kecil berwarna serupa. Selain makanan ada segelas air putih, segelas susu cokelat, serta aneka jenis buah-buahan yang ditaruh di dalam keranjang kayu. Kursi-kursinya yang terbuat dari kayu jati dengan bantalan putih empuk nampak tersusun rapih memperindah ruang makan yang cukup besar tersebut. Seorang pria paruh baya berdiri di arah belakang meja makan itu. Ia mengenakan kemeja putih berlapis jas hitam dan celana panjang hitam. Kepala bulatnya dihiasi Rambut pendek yang penuh dengan uban.

"Selamat pagi, Tuan Ariel," sapa pria paruh baya tersebut sambil tersenyum, membuat mata sipitnya menjadi tambah sipit. "Sarapannya seperti biasa," lanjutnya. Kerutan-kerutan di wajahnya nampak jelas. Hidung pria itu mancung, bibir dan mulutnya kecil, alis matanya tipis, dan daun telinganya agak besar. Ia mempersilahkan Ariel duduk dengan bahasa isyarat.

Ariel pun melangkah ke arah salah satu kursi makan dan kemudian duduk.

"Tuan Ariel, nanti sore ada rapat peresmian cabang baru perusahaan milik tuan. Sebagai pemilik perusahaan, tuan diwajibkan datang dan tidak boleh diwakilkan," kata pria tua itu.

"Apa tidak bisa dibatalkan dulu, Tokuo?" balas Ariel yang kemudian mengambil pisau dan garpu yang tergeletak di samping kanan piring steak sapi untuk memotong steak sapi tersebut. "Aku sedang tidak mood ikut rapat hari ini."

"Sayangnya, tidak bisa, tuan."

Ariel menghelas nafas. "Baiklah kalau begitu."

Pria tua yang diketahui bernama Tokuo itu menepuk bahu Ariel sambil tersenyum, kemudian beranjak keluar dari ruang makan.

Ariel lalu memakan steak sapinya dengan lahap, dilanjutkan dengan memakan roti tawar yang ia olesi selai cokelat. Setelah meneguk susu cokelat dan memakan sepotong buah apel, ia mengambil remot tv yang tergeletak di meja makan lalu menekan tombol merah remot tersebut sembari mengarahkannya ke tv layar datar yang menempel pada dinding yang tak terlalu jauh dari hadapannya.

Seketika, tv pun menyala. Acara yang ditampilkan oleh tv tersebut adalah acara kriminal ibukota dalam channel Cyber TV. Di sana diberitakan bahwa harga bahan bakar minyak mendadak naik pagi ini, karena pada malamnya bahan bakar di semua tempat dirampas oleh gerombolan yang menamakan diri mereka 'Gerombolan Raja Minyak'. Tapi, ini bukan yang pertama kalinya harga bahan bakar naik, dulu juga pernah ada kasus seperti ini dan yang melakukannya adalah seorang pria yang menamakan dirinya 'Gasoline Hunter'. Gasoline Hunter membuat pihak keamanan sangat kerepotan, hingga akhirnya nama Gasoline Hunter tidak terdengar lagi, ia hilang bagai ditelan bumi, saat itulah harga bahan bakar kembali stabil, sebelum akhirnya Gerombolan Raja Minyak muncul dan melakukan hal yang sama hanya dalam semalam saja. Pihak keamanan Jepang masih terus menyelidiki kasus ini dan bersumpah akan menyelesaikan sampai ke akar-akarnya.

Untuk saat ini, Ariel percaya pada pihak keamanan Jepang. Namun, jika ini ada kaitannya dengan makhluk yang sejenis dengan makhluk yang kemarin malam ia lawan, yakni Orpharer, maka dia tidak akan tinggal diam.

Tv tersebut kemudian Ariel matikan dan ia meneguk habis air putih di meja makannya lalu beranjak dari kursinya dan keluar dari ruang makan. Ia berjalan menuju garasi di area rumahnya yang sangat luas.

Ketika tiba di depan garasi, Ariel menekan tombol merah di permukaan depan pintu garasi itu. Seketika, pintu perak garasi tersebut terbuka ke arah samping. Di dalamnya, ada mobil lamborghini warna hitam dan motor sport merah yang ia pakai kemarin pagi lengkap dengan helm full facenya menggantung di stang sebelah kiri.

Ariel masuk ke dalam garasi lalu menghampiri dan kemudian menaiki motor sportnya. Tak lupa ia mengambil kemudian memakai helm yang menggantung di stang sebelah kirinya. Begitu motor telah dinaikkan standarnya yang terletak di sebelah kiri, motor itu pun distarter, dan Ariel dengan motornya langsung melaju melewati pagar yang dibuka oleh Tokuo dan pergi meninggalkan rumahnya.

Komplek Perumahan Hanabi, Zippon - Jepang, pukul 07:00.

Izumi yang memakai setelan 'piyama' merah jambu terbangun dari tidurnya dengan sangat bersemangat. Ia langsung pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Setelah mandi, berganti pakaian, make up, dan memakai banyak parfum, ia langsung turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Hari ini, Izumi mengenakan kaos berwarna oranye yang dibalut dengan rompi lengan panjang merah jambu, celana hotpants biru, dan sepatu hak tinggi warna hitam.

Ketika melihat wajah a yang sangat ceria menuju meja makan, ibu Izumi jadi bingung. Izumi yang sekarang berbeda dengan Izumi yang dari kemarin-kemarin mengurung diri di kamar. Seolah sosok Izumi yang ceria telah kembali.

"Aduh anakku... Kelihatannya kau senang sekali hari ini," ucap ibu Izumi sambil tersenyum. "Padahal kemarin-kemarin kau mengurung diri di kamar seperti orang depresi." Ibu Izumi lalu mengernyitkan dahinya.

"Sudahlah bu, jangan bahas yang kemarin-kemarin, karena hari ini aku sangat senang akan kuliah di tempat baruku," balas Izumi.

Ibu Izumi kembali tersenyum. "Baiklah. Melihat kau senang, ibu pun juga ikut senang."

Izumi kemudian duduk di meja makan lalu menyantap hidangan yang tersedia. Setelah sarapan, Izumi pun pamit kepada ibunya untuk pergi kuliah.

Izumi berangkat kuliah dengan naik taksi. Di dalam taksi, Izumi teringat kejadian kemarin pagi. Setelah Ariel alias Kamen Rider Blitzer mengalahkan Orpharer dan kembali ke wujud manusia lalu menaiki motornya, sesuatu jatuh dari kantung celana belakang sebelah kanan Ariel. Izumi pun memungutnya persis ketika Ariel sudah jauh. Ternyata sesuatu tersebut adalah kartu mahasiswa 'Aizawa University' milik Ariel. Izumi terkejut, karena ia akan pindah kuliah di universitas itu. Benar-benar suatu kebetulan yang membuat Izumi sangat senang dan bersemangat, karena dengan begini Izumi bisa bertemu dengan Ariel yang sangat mirip dengan kekasihnya yang sudah meninggal. Bagi Izumi, Ariel adalah kekasihnya yang bereinkarnasi. Ia bertekad untuk menjadikan Ariel sebagai pengganti Arai (Kekasihnya itu).

Tak lama kemudian, taksi yang ditumpangi Izumi berhenti di depan sebuah gedung besar dan megah. Plang bertuliskan 'Aizawa University' menempel di bagian atas gedung.

Izumi pun turun dari taksi. Setelah membayar ongkos taksi yang ditumpanginya, ia berjalan menuju gedung kampus itu dengan riang.

Bel masuk tiba-tiba berbunyi. Seluruh mahasiswa yang masih ada di luar langsung masuk ke kelas masing-masing.

Seorang pria berkepala plontos yang merupakan salah satu dosen masuk ke salah satu kelas bersama dengan Izumi. Kemeja putih yang dibalut jas hitamnya terlihat rapih dengan dasi hitam yang menghiasi lehernya, begitu pula dengan celana panjangnya yang berwarna sama. Matanya yang bulat dan terlihat sangat teduh menatap mahasiswa-mahasiswa yang ada.

Ketua kelas berambut lurus dan berponi depan dengan kaos hijau garis-garis serta celana jeans tiga perempat warna biru langsung mengomandokan para mahasiswa untuk berdiri dan memberi salam.

Setelah membalas salam dari mahasiswa-mahasiswa, sang dosen langsung duduk di bangkunya, begitu juga dengan para mahasiswa.

"Nah, anak-anak, di semester baru ini, kita kedatangan murid baru pindahan dari Chouwa University. Kuharap kalian bisa menerimanya dengan baik," kata sang dosen bernama Kiriyama itu, dilihat dari 'nametag' yang menempel di atas saku jas sebelah kirinya.

"Namaku Yamada Izumi. Kalian bisa memanggilku Izumi. Mulai hari ini mohon bantuannya," ucap Izumi yang kemudian membungkukkan badannya.

"Kalau begitu kau duduk dimana ya...." Sang dosen memegangi dagunya sambil melirik ke arah bangku murid-murid. Akhirnya ia menemukan bangku yang kosong. "Nah, Izumi, sekarang kau duduk disana!" tunjuknya pada bangku yang kosong disamping seorang perempuan.

"Terimakasih, pak," ucap Izumi. Ia lalu berjalan ke arah bangku yang ditunjuk sang dosen kemudian duduk disana.

Perempuan berambut panjang sepunggung dengan poni depan lurus dan bagian samping menutupi telinganya yang duduk disamping a menatap Izumi sambil tersenyum. "Hei. Namaku Shinomori Fumiko. Kau bisa memanggilku Fumiko." Lalu ia mengulurkan tangan pada Izumi. Perempuan itu tak kalah cantik dengan Izumi. Kulitnya putih mulus, wajahnya oval, matanya agak sipit, alisnya tipis, batang hidungnya tipis, mulut dan bibirnya berukuran 'standar' dilapisi dengan lipgloss warna pink. Ia mengenakan baju kotak-kotak warna cokelat dengan bagian pergelangan tangan warna putih, rok pendek berwarna merah, dan sepatu hak tinggi yang juga berwarna merah.

Izumi pun menjabat tangan perempuan itu. "Oke, Fumiko," ucapnya sembari tersenyum.

=***=


Sementara itu, di sebuah pom bensin Kota Zippon, terlihat banyak sekali polisi tengah berkelahi dengan lima orang berpakaian serba hitam yang menamakan diri mereka 'Gerombolan Raja Minyak'. Mereka memakai ikat kepala berwarna hitam dan bertuliskan 'Gerombolan Raja Minyak' berwarna merah. Meski jumlah polisi tersebut lebih banyak, namun mereka nampak kuwalahan menghadapi Gerombolan Raja Minyak yang kemampuan beladirinya sangat hebat. Para polisi tidak menggunakan pistol mereka karena bisa membuat pom bensin meledak.

Polisi-polisi tersebut dibuat roboh satu persatu dan pingsan, membuat pom bensin itu dipenuhi tubuh polisi dimana-mana.

"Hraaaa!!!" teriak salah seorang pria anggota Gerombolan Raja Minyak berambut 'mohawk' seraya melancarkan tendangan terbang dengan kaki kanan ke dada salah satu polisi.

Darah segar langsung menyembur dari mulut sang polisi begitu ia kena tendang. Ia pun terpental dan jatuh pingsan. Itu adalah yang terakhir, karena polisi yang lainnya sudah pingsan sebelum dia.

Si rambut mohawk berjalan ke arah pria berambut cepak, berbaju kemeja oranye lengkap dengan celana panjang berwarna senada yang merupakan satu-satunya pekerja di pom bensin itu. Pekerja yang lain sudah lari dari tempat tersebut.

Pria pekerja itu gemetaran tatkala ditatap dengan tajam oleh si rambut mohawk. Mulut lebar dan bibir tebalnya bergetar. Matanya yang sayu tak berani menatap mata si rambut mohawk lebih lama lagi.

"Cepat masukkan semua bensin yang ada disini ke jeriken yang ada di mobil kami!" perintah si rambut mohawk yang kemudian menunjuk mobil pick up hitam yang terparkir dekat pom bensin. Di mobil tersebut ada tujuh jeriken besar berwarna hijau lumut.

"B-b-baik!" balas si pekerja dengan terbata dan ketakutan. Ia pun lalu mengisi jeriken besar yang ada di dalam mobil pick up yang ditunjuk si rambut mohawk satu persatu.

Setelah semua derijen terisi penuh, Gerombolan Raja Minyak berpakaian serba hitam itu langsung naik ke mobil, dua orang di depan dan tiga orang lagi di bak mobil. Setelah itu, Gerombolan Raja Minyak dengan mobilnya pergi dari pom bensin tersebut.

Beberapa menit kemudian, Gerombolan Raja Minyak itu sampai di sebuah rumah besar yang ada di dalam hutan. Mobil pick up milik kelompok tersebut berhenti di depan rumah itu. Setelah Gerombolan Raja Minyak turun dari mobil, mereka menurunkan dua jeriken besar yang ada di bak mobil lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Yang membawa adalah si rambut mohawk dan seorang lagi yang berambut botak.

Selangkah demi selangkah akhirnya Gerombolan Raja Minyak itu sampai di sebuah ruangan dengan 'singgasana' berkursi putih corak merah. Di singgasana itu, duduklah seseorang berjubah dan bertudung hitam.

"Yang mulia, ini bensinnya!" ucap si botak seraya menaruh jeriken berisi bensin yang ia bawa ke depan singgasana orang berjubah hitam itu.

Si rambut mohawk juga menaruh bensin yang dibawanya itu ke depan singgasana si jubah hitam. "Sesuai permintaan anda yang mulia, dua jeriken kami bawa ke hadapan anda, dan beberapa jeriken lagi dijual dengan harga mahal oleh anggota yang lain yang punya tugas khusus menjual bensin."

Orang berjubah hitam itu mengangguk. Ia lalu berdiri dari singgasananya dan membuka tutup salah satu jeriken, mengangkat jeriken tersebut dengan kedua tangannya, menempelkan mulutnya di lubang jeriken tersebut kemudian meminum isinya hingga tinggal setengah. Setelah itu ia menaruh kembali jeriken berisi bensin tersebut.

"Apakah kami boleh pergi sekarang?" tanya si rambut mohawk dan si botak bersamaan.

Orang berjubah hitam itu mengangguk.

"Terimakasih, yang mulia!!" ujar si mohawk dan si botak seraya membungkukkan badannya.


=***=


Kembali ke Aizawa University.

Ketika jam istirahat tiba, Izumi, Fumiko, dan satu orang perempuan lagi bernama Shizuno duduk-duduk di tangga keramik. Mereka bertiga asyik sekali mengobrol dan sesekali terlihat tertawa karena obrolan yang lucu.

Shizuno merapihkan rambut kuncir duanya, lalu membentulkan kacamatanya yang miring. Matanya yang besar dan berwarna biru terlihat indah dibalik kacamatanya. Wajahnya bulat dengan hidung mancung, daun telinga agak besar, dan bibir 'sensual berbalut lipstik.

"Aku salut padamu, Izumi," ucap Shizuno. Ia mengenakan t-shirt putih yang dibalut jaket hijau. Celana panjang katunnya yang juga berwarna hijau membungkus kakinya yang jenjang walau diantara Izumi dan Fumiko dialah yang paling pendek.

"Salut karena apa??" Izumi mengangkat alisnya.

"Karena kau dinobatkan menjadi mahasiswi tercantik di kelas kita," jawab Shizuno.

Semburat merah langsung muncul di kedua pipi Izumi. "Ah, kau membuatku malu."

"Tapi kau memang sangat cantik kok," timpal Fumiko. "Bukan hanya dosen yang menilai seperti itu, tapi hampir semua mahasiswa dan mahasiswi di kelas."

"Hehe... Terimakasih." Semburat merah kembali muncul di kedua pipi Izumi.

Tiba-tiba, ketika Izumi melihat sekelilingnya, matanya menangkap sosok laki-laki yang pernah ia temui sebelumnya tengah berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana bagian samping kanan dan kirinya ke arah yang sama dengan tempat Izumi duduk. Laki-laki itu ialah Ariel Matsuyama.

"Ada apa?" tanya Fumiko pada Izumi yang daritadi memelototi sesuatu.

"Ada yang kenal dengan laki-laki itu?" Tunjuk Izumi pada laki-laki tersebut.

Fumiko pun melihat arah tunjukan Izumi. "Ohh... Dia. Namanya Ariel. Ariel Matsuyama. Sebenarnya dia satu kelas dengan kita, tapi dia dapat dispensasi dari kampus untuk mewakili Jepang dalam turnamen catur sedunia. Makanya, dia baru datang jam segini."

"Apa dia sehebat itu??" tanya Izumi dengan dahi mengernyit

"Tentu saja," jawab Fumiko. "Dia itu jenius dan mampu melakukan hampir segala hal secara sempurna. Ia selalu mendapat peringkat pertama di kampus dan sering mewakili Jepang dalam banyak olimpiade. Karena hal itu ia pernah beberapa kali tampil di televisi dan koran. Dan dia itu teman dekatku."

"Teman dekatmu?? Wah aku ketinggalan berita ternyata. Maklum, jarang nonton televisi apalagi membaca koran," ucap Izumi dengan ekspresi malu. "Dan dapat melakukan hampir segala hal secara sempurna?? Aku baru tahu ada orang seperti itu di dunia ini."

"Dia memang ada. Dan semenjak ada dia di kampus ini, tindakan bullying semakin berkurang. Ia sangat membenci tindakan bullying dan selalu membela kaum yang lemah dan suka dibully. Para pelaku bullying di kampus ini dibuat kapok olehnya, hingga banyak orang yang takut. Karena hal itu dia mendapat julukan 'Jagoan Anti Bully'." Fumiko menjelaskan.

"Waw!!" seru Izumi.

"Memang kenapa? Kau suka padanya yaa...," goda Fumiko.

Izumi memasang raut wajah serius. "Bukan hanya suka, tapi cinta," ucapnya pelan.

"Hmm ..." Fumiko memegangi dagunya. "Yaa ... Wajar sih. Banyak sekali gadis di kampus ini yang tergila-gila padanya. Bahkan ada gadis yang menciptakan fansclub bernama 'Ariel Lovers' yang isinya gadis-gadis yang cinta mati pada Ariel. Jangankan itu, pesona Ariel saja mampu mencuri hati para gadis."

"Aku tidak suka dengannya karena hal itu. Tapi karena hal lain yang tidak bisa aku ceritakan. Yang terpenting sekarang, aku harus mendapatkan hatinya!" ucap Izumi.

"Kalau menurutku lebih baik jangan," kata Shizuno.

Izumi menaikkan alisnya dan menatap Shizuno. "Kenapa??"

"Dia itu sering menolak cinta gadis-gadis yang suka padanya dengan kata-kata yang dingin sedingin es, sampai gadis-gadis itu menangis, depresi, bahkan bunuh diri," jawab Shizuno.

Izumi beranjak tempat ia duduk dan berkata, "Kalau begitu, akulah yang akan mencairkan es di dalam hatinya!" Setelah itu ia berjalan ke arah Ariel tanpa mempedulikan Shizuno dan Fumiko yang berusaha menghentikannya.

Begitu tiba dihadapan Ariel, air mata Izumi langsung tumpah. "Arai...," ucapnya lirih.

Tapi Ariel hanya diam dan memandang Izumi dengan tatapan datar dan ekspresi wajah yang dingin.

Setelah saling tatap, Izumi langsung memeluk Ariel sambil menangis. Meski Ariel sangat dingin, tapi tubuhnya mampu memberi kehangatan pada Izumi dan membuat gadis itu merasa nyaman.

Tentu saja hal tersebut membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar situ.

Namun meski begitu, Ariel tetap tidak bergeming. Ia hanya diam dan menatap datar ke depan.

Tak jauh dari sana, sepasang mata biru kecil dari seorang gadis berambut panjang ikal berwarna cokelat tengah menatap Izumi yang sedang memeluk Ariel dengan tatapan penuh kebencian. Ia memiliki wajah oval, alis mata tipis menyambung, bulu mata lentik, hidung mancung ke bawah, mulit kecil serta bibir tipis, daun telinga yang besar, dan kulit putih bersih. Baju yang dikenakannya adalah kaos ketat lengan pendek warna biru dibalut dengan rompi ungu tanpa lengan, rok mini berwarna hitam tidak ketinggalan menghiasi bagian bawah tubuhnya, sepatu hak tinggi warna merah mempercantik kaki gadis tersebut. Disamping gadis itu, ada dua gadis lagi, satu di kanan dan satu di kiri. Yang di sebelah kanan rambutnya dikuncir ke belakang dan mengenakan topi ungu bergambar anjing di bagian tengahnya, berkulit putih bersih pula, berwajah bundar, beralis tebal, berbulu mata biasa, bermata sipit nan sayu, berhidung pipih, dan mulut kecil serta bibir tipis. Sementara yang di sebelah kiri rambutnya tergerai panjang dan lurus, wajahnya segitiga, alis dan bulu matanya tipis, matanya bulat lebar, hidungnya pipih, serta mulutnya kecil dengan bibir yang cukup tebal, kulitnya juga putih bersih. Uniknya, mereka bertiga memiliki tubuh langsing dengan ukuran dada serta bokong yang besar dan mengenakan pakaian serta sepatu yang sama, warna rambut yang sama, dan tinggi tubuh yang sama pula yakni 168 sentimeter.

"Yamanaka, berani benar anak baru di kelas kita itu memeluk Ariel!" ujar gadis yang dikuncir ke belakang dan mengenakan topi pada gadis berambut ikal.

"Ya, Haku. Dia tidak bisa kuampuni!" ucap Yamanaka, membalas perkataan gadis dikuncir dan bertopi itu.

Gadis berambut tergerai panjang dan lurus menatap Yamanaka. "Bagaimana kalau kita beri dia pelajaran? Agar dia tahu siapa kita."

"Ide yang bagus, Sasame." Yamanaka tersenyum sinis.

Di siang hari, dimana bel berbunyi menandakan kuliah telah berakhir. Para mahasiswa dan mahasiswi Aizawa University bergerombol keluar dari kampus untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun, tidak dengan Izumi. Karena Yamanaka dan teman-temannya menyeret a ke tempat sepi.

"Apa-apaan ini?? Lepaskan aku!" teriak Izumi sembari berusaha memberontak dari kedua teman Yamanaka yaitu Haku dan Sasame yang memeganginya walau itu percuma karena tenaga Haku dan Sasame jauh lebih kuat.

Yamanaka menghampiri Izumi lalu memegang pipinya dengan kasar hingga pipi Izumi mengempot. "Hei, anak baru! Kuperingatkan kau, jangan coba-coba dekati Ariel, apalagi sampai memeluknya seperti tadi pagi!"

"Memangnya kau siapa melarang-larangku seperti itu, hah?!" bentak Izumi setelah Yamanaka melepaskan cengkraman dari pipinya.

"Beraninya kau membentakku seperti itu!?" gertak Yamanaka sambil menunjuk batang hidung Izumi. "Di kampus ini, akulah orang yang pantas bersanding dengan Ariel, mengerti?!"

"Apa??? Enak saja! Akulah orang yang akan mencairkan es di dalam hati Ariel!" Izumi terlihat ngotot.

"Kurang ajar kau!!!" maki Yamanaka. "Haku, Sasame, seret dia ke belakang kampus! Kita habisi dia!"

Sesuai permintaan Yamanaka, Izumi pun diseret ke belakang kampus oleh Haku dan Sasame. Setelah itu, mereka mengikat Izumi di sebuah tiang. Tak hanya itu, mereka juga mengikatkan botol kaca di kepala Izumi dengan dua utas tali rafia merah. Tali tersebut diikatkan berjejer dari atas ke bawah.

"Kau akan menyesal atas perbuatanmu!" ucap Yamanaka sambil memegang sebuah batu besar dan bundar. Setelah itu ia membidik sasarannya yakni botol yang diikat di kepala Izumi.

Sayangnya, begitu Yamanaka melemparkan batu tersebut, tembakannya meleset ke samping kiri.

"Sial!" keluh Yamanaka. "Haku, bawa batunya kesini!"

Haku pun melakukan apa yang diperintahkan Yamanaka.

Ketika batu sudah di tangannya, Yamanaka kembali membidik sasarannya. Akan tetapi, tembakan Yamanaka kembali meleset dan miring ke samping kanan.

Haku mengambil lagi batu itu dan diberikan pada Yamanaka.

Sekali lagi, Yamanaka membidik sasarannya. Namun, tetap saja meleset. Bahkan dicoba berulang kali pun hasilnya tetap sama.

"Yang lebih teliti lagi, Yamanaka! Kau harus lebih fokus dan lebih berkonsentrasi!" saran Sasame.

Yamanaka kembali berkonsentrasi. Kali ini konsentrasinya lebih tajam dan lebih fokus. Merasa semuanya telah cukup, Yamanaka pun kembali melemparkan batu di tangannya.

Kali ini lemparan Yamanaka melaju lurus ke arah botol yang terikat di kepala Izumi.

Akan tetapi, ketika batu itu tinggal berjarak beberapa inchi saja dari kepala Izumi, tiba-tiba batu tersebut dihantam oleh sebuah batu dari arah lain hingga terlempar jauh.

Yamanaka terkejut. Ia lalu menoleh ke arah batu itu berasal. Gadis itu langsung membelalak begitu melihat sosok laki-laki yang sangat dikenalnya tengah berdiri menatapnya. "A-A-Ariel?" ucapnya dengan nada gugup.

Izumi yang juga melihat ke arah yang sama dengan Yamanaka langsung tersenyum lega.

Ariel berjalan menghampiri tempat Yamanaka dan dua orang kawannya berdiri, lalu berkata, "Tindakan yang sangat aku benci. Pergi kalian dari sini!!"

"T-tapi ..." Yamanaka tampak gugup dan berkeringat dingin.

"Pergi!!" perintah Ariel sekali lagi, dengan tatapan tajam yang menusuk.

Yamanaka dan teman-temannya pun langsung beranjak dari tempat mereka berpijak dan meninggalkannya.

Ariel kemudian menghampiri Izumi. Ia melepas ikatan yang mengikat tubuh gadis itu dan juga yang mengikat kepalanya.

Izumi menatap Ariel dalam-dalam.

Ariel pun membalas tatapan itu, kemudian berkata, "Pergi! Pulanglah."

Izumi mengangguk pelan, kemudian berdiri dan berlalu pergi dari tempat itu.

=***=


Di siang hari yang sangat terik, sepulang kuliah motor sport merah milik Ariel berpacu kencang melewati perbatasan Kota Zippon menuju Kota Tokyo. Jarak antara Zippon dan Tokyo tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu kurang lebih satu setengah jam, terlebih Ariel naik motor yang memiliki kecepatan diatas rata-rata, dan jarak antara kampusnya dengan Kota Tokyo terbilang cukup dekat.

Tak lama kemudian, motor Ariel berhenti di depan rumah besar berlantai dua. Ia masuk ke halaman rumah dengan pembatas pagar yang terbuat dari banyak batu besar itu. Begitu sampai di dalam, Ariel langsung menghentikan motornya di depan pintu rumah tersebut dan melepas helm merahnya serta menggantungkannya di stang sebelah kiri dan tak lupa menstandarkan motor tersebut dengan standar sebelah kiri, kemudian ia turun dari motor. Setelah itu, ia membuka pintu putih bergagang perak rumah tersebut.

"Selamat datang...." Seorang wanita berwajah bulat, beralis tipis agak panjang, bermata sipit, berpipi tembam, dan berambut panjang sepunggung serta berponi lurus tersenyum pada Ariel ketika Ariel masuk ke dalam rumah tersebut. Ia memakai kaos putih bergaris-garis biru, celana panjang ketat putih, serta sepatu hak tinggi putih.

"Seperti biasa, Kak Hina," balas Ariel yang langsung berjalan menuju meja nomor '46' dari sekian banyak meja yang ada di sana dan dekat dengan dapur. Meja-meja yang lengkap dengan beberapa kursi itu masing-masing berwarna krem begitu juga dengan kursinya dan terbuat dari kayu jati. Meja-meja tersebut berlapis taplak putih panjang. Ada cukup banyak orang yang duduk di bangku-bangku itu menikmati makanan dan minuman mereka sambil mengobrol. Ariel lalu duduk di bangku dekat meja nomor 46 itu.

"Hmm ... Sayangnya persedian bumbu ayam bakar sudah habis hari ini. Eiji lupa membelikan stok lagi," ucap wanita bernama lengkap 'Hina Izumi' itu.

Ariel menghela nafas. "Selalu saja."

Hina hanya tertawa kecil sambil masuk ke dapur.

"Namanya juga Eiji," ucap seorang pria yang tiba-tiba turun dari tangga. Rambutnya pirang ikal dan bagian depannya panjang serta disisir ke kanan.

Ariel menoleh ke arah pria tersebut. "Kak Ankh?"

Pria bernama Ankh itu memiliki tangan kanan seperti tangan 'monster'--dari batas siku sampai jari--dengan kuku yang lancip. Warna tangan itu dominan merah, hitam, serta hijau. Di bagian atasnya ada bagian seperti 'burung' yang menempel dengan sayap membentang.

"Kau seperti tidak tahu Eiji saja." Ankh lalu berjalan dan duduk di salah satu bangku yang ada meja nomor 46 yang dekat dengan Ariel. "Bahkan sebelum tempat ini direnovasi," lanjutnya sembari memangku kedua tangan di dada. Ia memiliki wajah yang lonjong, alis tipis, mata sayu, hidung kecil, bibirnya pun juga kecil. Tubuhnya yang tinggi kurus dilapisi baju kaos putih dengan tulisan 'gravity' berbalut rompi putih lengan pendek, sementara celananya adalah celana jeans biru.

"Lalu kemana dia sekarang?" tanya Ariel.

Ankh mengangkat kedua bahunya. "Entahlah."

Tiba-tiba dari dalam dapur keluar seorang pria tinggi berkulit putih, berambut hitam (seperti warna rambut pada umumnya) lurus agak panjang dengan bagian samping yang menutupi kedua telinganya dan sedikit berdiri serta berponi menyamping agak ke tengah, berwajah oval, beralis agak tebal, dan bermata hitam (seperti warna mata pada umumnya) sipit. Sesekali ia memegangi hidung mancungnya. "Aku disini," katanya. Bibirnya yang berukuran sedang itu tersenyum lebar. Ia mengenakan kaos lengan panjang warna oranye berpola garis-garis tebal yang didominasi warna abu-abu, krem, dan ungu. Tangan kanannya memegang kantung kresek hitam.

"Kak Eiji, pesananmu sudah kubawa," ucap Ariel.

"Pesananmu juga." Eiji yang bernama lengkap 'Eiji Hino' itu mengangkat kantung kreseknya seraya menunjukkannya pada Ariel. Kemudian ia duduk di bangku yang dekat dengan Ariel.

Ariel membuka tasnya, di sana ia mengambil kantung plastik hitam berukuran cukup besar berisi 'bayam'. "Ini! Masih segar, karena baru kupetik di belakang kampusku." Ia lalu memberikan seplastik bayam itu pada Eiji.

Eiji pun menerimanya. "Terimakasih," ucapnya sambil tersenyum lebar. Ia kemudian memberikan kantung plastik yang ia bawa pada Ariel. "Dan ini pesananmu!"

Ariel mengambil kantung plastik tersebut. Ia lalu membuka ikatan kantung plastik itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Sesuatu itu ialah celana kolor warna hitam dengan simbol merah besar yang sama seperti simbol merah di kalung Ariel. Simbol itu ada di bagian depan dan belakangnya.

"Mudah-mudahan kau suka kolor buatanku." Eiji tersenyum.

"Modelnya bagus," ucap Ariel. Ia kembali memasukkan kolor itu ke dalam plastik dan kembali mengikat plastik tersebut.

"Oh iya, Ariel, apa kau sudah tahu berita tentang kelangkaan bahan bakar hari ini?" tanya Eiji.

Ariel mengangguk. "Aku menontonnya tadi pagi. Untungnya meski sekarang harganya sangat mahal, aku masih mampu membelinya."

Tiba-tiba, Hina datang sambil membawa nampan warna cokelat berisi semangkuk sup miso dan segelas kopi susu. "Sekarang makan dan minum ini saja dulu," katanya sembari menghidangkan sup miso dan kopi susu itu di atas meja Ariel.

"Terimakasih, Kak Hina," ucap Ariel sambil menatap Hina.

Hina tersenyum manis. "Sama-sama." Ia lalu pergi sambil membawa nampan yang isinya sudah kosong.

"Jadi, apa kau tertarik dengan kasus kelangkaan bahan bakar ini?" tanya Eiji pada Ariel

"Jika pelakunya adalah 'Mechaster', maka aku akan segera bertindak," jawab Ariel.

"Lalu jika bukan?"

Ariel diam sejenak, kemudian menjawab, "Entahlah ..."

"Apa tujuanmu membunuh para Mechaster masih sama?"

Ariel terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Eiji. Tujuannya membunuh Mechaster (yakni spesies monster yang sejenis dengan Orpharer yang ia habisi kemarin pagi) hanyalah untuk 'BALAS DENDAM'.

"Yaa aku paham." Eiji mengusap belakang kepalanya. "Meski tujuanmu adalah balas dendam, alam tetap akan memberkatimu, karena secara tak langsung kau sudah melindungi manusia."

"Aku tidak melindungi mereka!" ujar Ariel dengan nada cukup keras. "Untuk apa aku melindungi orang-orang yang bukan siapa-siapaku dan tentunya tak bisa kupercaya!"

"Berisik!" seru Ankh. Ia saat ini tengah memainkan smartphone merahnya.

Eiji mengusap kepalanya sekali lagi sambil tertawa kecil yang terlihat dipaksakan. "Maaf kalau pertanyaanku membuatmu marah, Ariel."

Ariel menyendok sup miso yang terhidang untuknya dan menyeruput kuahnya lalu memakan isinya.

"Nanti aku akan mencoba menyelidiki kasus kelangkaan bensin itu dan akan berusaha menangkap pelakunya dan menyerahkannya pada polisi. Jika ini ada kaitannya dengan Mechaster, aku akan menghubungimu!" ucap Eiji.

"Baik! Aku percayakan padamu!" ujar Ariel. Ia lalu mengambil gelas berisi kopi susu yang terhidang untuknya kemudian menyeruputnya.

Eiji mengangguk.

Ariel merogoh saku celananya, mengambil smartphonenya dari sana, lalu mengecek jam yang ada di layar benda tersebut. Waktu menunjukkan pukul satu lewat delapan belas menit. "Aku harus pergi," katanya yang kemudian berdiri dari bangku.

"Lho, kenapa buru-buru sekali?"

"Ada urusan penting.

"Hmm ... Baiklah kalau begitu."

Ariel mengambil dompet hitam bergaris-garis merah dari saku belakang kiri celananya, mengambil selembar uang dari sana dan memberikan uang tersebut pada Eiji.

"Tidak usah!" tolak Eiji. "Hari ini tidak usah bayar." Ia mengembalikan uang itu pada Ariel.

Ariel menatap bingung pada Eiji dan mengambil uang yang dikembalikan pria tersebut. Setelah memasukkan uang itu pada dompetnya dan mengantongi dompet tersebut di saku belakang kiri celananya, Ariel beranjak keluar dari tempat itu.

Setelah keluar dari rumah bernama 'Cous Coussier' tersebut, Ariel menaiki motornya, mengambil lalu memakai helm yang menggantung di stang, lalu menaikkan standar motor itu, menstarternya dan melesat meninggalkan tempat tersebut.

=***=


Malam harinya di kamar Ariel.

Pemuda itu tengah berkutat di meja belajarnya. Di meja belajar tersebut banyak sekali buku tergeletak dan smartphone kesayangannya. Ariel menulis di sebuah buku bersampul merah dan sesekali ia melirik ke arah buku lain yang letaknya dekat dengan buku sampul merah tersebut. Ketika sedang fokus-fokusnya menulis, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang yang membuat fokus Ariel terpecah.

"Masuk!" perintah Ariel tanpa menoleh ke arah pintu.

Pintu--yang tidak dikunci--itu pun terbuka perlahan. Yang membuka ialah seorang gadis berambut hitam panjang yang ternyata adalah Fumiko si teman dekat Ariel.

"Selamat malam, Ariel... Maaf mengganggu," ucap Fumiko.

Ariel menengok ke belakang. "Ada perlu apa?" tanyanya dengan nada datar.

Fumiko merogoh kantung belakang hotpantsnya. Ia mengambil sebuah kartu yang ternyata adalah kartu mahasiswa milik Ariel, kemudian berjalan menghampiri Ariel dan menyerahkan kartu tersebut pada pemuda itu. "Ini!"

Setelah menerima kartu tersebut, Ariel terkejut. "Darimana kau dapatkan ini?"

"Dari orang yang memelukmu di kampus tadi pagi. Dia bilang dia tidak sengaja menemukannya di jalan," jawab Fumiko.

"Pantas saja kucari di mana-mana tidak ada."

"Izumi bilang, katanya sampaikan salam darinya untukmu." Fumiko tersenyum lebar.

Ariel hanya diam. Ia lalu memutar kepalanya ke depan, menaruh kartu mahasiswa-nya di dalam laci meja belajar dan kembali berkutat dengan bukunya.

Fumiko duduk di kasur Ariel, menghela napas, dan menatap langit-langit. Sahabatnya yang satu itu memang sangat dingin. Ia berharap suatu hari nanti sikap dingin Ariel bisa berubah.

Tiba-tiba, smartphone milik Ariel yang tergeletak di meja belajar berbunyi. Ariel pun menjawab panggilan dari smartphonenya.

"Hah?" Ariel nampak terkejut. Lalu ia mengangguk beberapa kali dan berkata, "Iya! Oke! Baik!"

Setelah menutup panggilan di smartphonenya, Ariel pun berdiri, mengambil jaket hitam corak merah kesayangannya yang menggantung di gantungan yang menempel di dinding dekat meja belajar, memakai jaket itu, dan beranjak menuju pintu.

Dahi Fumiko mengernyit. "Ariel, kau mau kemana?"

"Ada urusan penting," jawab Ariel.

"Ooh, baiklah kalau begitu aku pulang dulu," ucap Fumiko yang kemudian berdiri dari kasur Ariel.

Fumiko pun beranjak keluar, disusul oleh Ariel yang kemudian mengunci pintu kamarnya dengan kunci yang ia ambil dari saku jaketnya. Setelah pintu terkunci Ariel kembali memasukkan kunci itu di saku jaketnya.

=***=


"Ibu, aku senang sekali malam ini," ucap bocah laki-laki berambut jabrik pada seorang wanita tinggi berbaju hijau dengan rompi putih tanpa lengan, celana panjang hitam, dan sepatu hak tinggi merah. Wanita itu adalah Aiko. Tinggi si bocah di atas pinggang Aiko.

Aiko tersenyum. "Iya, Masaru. Kalau kamu senang, ibu juga senang."

Masaru membalas senyuman itu dengan senyuman lebar.

Bocah perempuan di samping kiri Aiko menengok ke arah Aiko. "Bu, aku sekarang sangat senang karena kebutuhan kita semuanya sudah tercukupi dan tidak memakai baju tambalan dan tidak tinggal di gubuk lagi. Walaupun mobil kita sedang di bengkel hari ini, tapi aku tetap senang."

Aiko tersenyum pada anaknya yang tingginya hanya sepinggangnya itu. "Ya, Ocha.

Mereka pun berjalan dengan riang. Masing-masing dari mereka memegang plastik besar di kedua tangannya.

Akan tetapi, ketika sedang asyik-asyiknya berjalan sambil bersenandung di jalanan sepi itu, tiba-tiba mereka dihadang oleh seseorang dengan motor sport merah.

Aiko terkejut dan dahinya berkerut bingung. "Siapa kau?" tanyanya pada orang yang menghadangnya itu.

Orang yang menghadang Aiko itu membuka helmnya. "Matsuyama Ariel," jawabnya seraya menaruh helm tersebut di atas motornya dan menyetandarkan motor itu.

"Apa maumu?" tanya Aiko.

Ariel turun dari motor. "Memusnahkanmu!" jawabnya datar.

"Apa??? Masaru, Ocha, cepat cari tempat berlindung!" perintah Aiko pada dua bocah di samping kanan dan kirinya.

"Tapi, bu ..." ucap Masaru.

"Sudahlah! Turuti perintah ibu!" balas Aiko.

"Baik, bu," jawab Masaru, ia lalu menarik tangan Ocha untuk pergi dari sana dan dan mencari tempat persembunyian.

Sekarang, hanya tinggal Ariel dan Aiko.

"Dasar perusak suasana! Kau pikir kau siapa ingin memusnahkanku?" geram Aiko.

"Tunjukkan jati dirimu, Mechaster!" ujar Ariel, nada bicaranya dingin seperti biasanya.

Aiko sontak kaget. "Kau ... Darimana kau tahu?

"Karena aku adalah ... Kamen Rider," jawab Ariel.

"Hoo... Kau Kamen Rider rupanya. Baiklah, aku akan mengajakmu bermain-main sebentar," ucap Aiko. Setelah menaruh kantung belanjaannya di jalanan, Aiko meninju telapak tangan kirinya yang ia tempelkan di depan dada seraya berteriak, "Mecha!!"

Bagan baja kotak keperakan setinggi 2 meter muncul di samping kanan dan kiri Aiko. Bagan tersebut kemudian menyatu dan membungkus tubuh Aiko. Tidak lama kemudian, bagan itu kembali memisah dan menghilang. Tubuh Aiko pun berubah menjadi monster bertubuh baja dan berbentuk gorilla robot yang berdiri tegak layaknya manusia dengan tinggi 2 meter. Giginya runcing serta matanya merah menyala. Monster itu adalah monster robot yang menyamar menjadi Aiko yang asli kemarin malam, bedanya tubuh makhluk itu sekarang terlihat lebih ramping seperti tubuh wanita. Guratan-guratan di wajahnya membuat makhluk tersebut terlihat sangat menakutkan.

"Grraaa...," geram makhluk itu. "Aku adalah Gorirer."

Ariel mengambil Blitdrive dari balik jaket sebelah kanannya, kemudian menempelkan benda itu di depan pinggangnya dengan posisi permata merah menghadap ke depan dan lubang kotak tipis menghadap ke atas. Lalu ditekannya permata merah pada Blitzdrive. Sebuah tali sabuk berwarna perak dengan motif garis tebal keluar dari kedua sisi benda itu, membawa kotak putih di sisi kanan benda tersebut lebih ke kanan dan kedua tali sabuk tersebut bertemu di tengah-tengah belakang, melilit pinggang Ariel.

Ariel kemudian menggeser penutup kotak kartu di sebelah kanan sabuknya lalu mengambil selembar kartu dari sana dengan cara diapit menggunakan jari telunjuk dan tengah. Kartu tersebut memiliki lambang yang mirip dengan lambang di kalungnya. Nama lambang itu adalah 'Blitz Crest'. Usai penutup kotak kartu itu kembali menutup, Ariel menekuk lengan kanannya secara diagonal membentuk sudut siku-siku hingga jari telunjuk dan tengahnya mengarah ke bahu sebelah kirinya.

"Henshin!" seru Ariel. Ia lalu menurunkan tangan kanannya seraya memasukkan kartu yang dipegangnya ke dalam lubang kotak tipis pada Blitzdrive.

Permata merah yang ada pada Blitzdrive mengeluarkan cahaya terang. Cahaya tersebut memancar sejauh 1,5 meter dan mengeluarkan siluet hologram yang seluruhnya berwarna merah seukuran tubuh Ariel. Siluet tersebut memiliki tanduk pipih menyamping nan runcing dan beberapa lekukan di sekitar tubuhnya serta berpose seperti pose Ariel saat ini yaitu berdiri tegak. Sinar tersebut kemudian mundur ke arah Ariel dan melapisi tubuhnya. Begitu sinar terserap oleh tubuh Ariel, tubuh pemuda itu berubah menjadi sesosok 'rider' dengan suit merah yang mencolok serta simbol 'Blitz Crest' di dada sebelah kirinya. Helmnya yang berwarna merah terlihat seperti kepala belalang. Lensa mata biru pada helm itu berkedip. Ariel telah berubah menjadi Kamen Rider Blitzer.

"Ayo maju!" tantang Gorirer.

Blitzer pun berlari ke arah Gorirer. Dan ketika sudah dekat, Blitzer langsung meninju Gorirer dengan tangan kanannya.

"Khuhuhuhuhu...." Gorirer tertawa licik. Tinjuan Blitzer yang sangat keras tidak berarti sama sekali terhadapnya.

"Apa???" Blitzer terkejut.

"Kau memukul atau apa, hah?!" cemooh Gorirer.

"Heeeaaaa!!!" Blitzer kemudian meninju Gorirer bertubi-tubi dengan kedua tangannya, dilanjutkan dengan menendang perut Gorirer dengan telapak kaki kanannya.

Akan tetapi, jangankan bergeser, Gorirer merasakan sakit pun tidak.

"Kau kalau mau memijit itu tenaganya lebih kuat lagi. Atau jangan-jangan tenagamu cuma segitu?" ejek Gorirer. "Baiklah, sekarang giliranku!" Kemudian ia mencekik leher Blitzer dengan tangan kirinya. Gigi roda/gear tajam yang melingkari kedua tangannya berputar semua. Lalu ia menyapukan gear di tangan kanannya ke tubuh Blitzer, dan sesaat setelah melepas cekikan di leher Blitzer, Gorirer menyapukan gear di tangan kirinya ke tubuh rider itu.

Blitzer pun terhuyung ke belakang dan jatuh berlutut. Tubuhnya dipenuhi percikan konsleting serta asap.

"Menyerah atau mati?" tanya Gorirer.

"Lebih baik mati daripada menyerah pada makhluk sepertimu!" jawab Blitzer. Dengan kondisi seperti itu, ia mencoba berdiri, lalu mengambil kartu 'STRIKE MACHINE' dari kotak kartu di sebelah kanan sabuknya. Kartu tersebut kemudian ia masukkan ke lubang kotak yang terdapat di atas kepala Blitzdrive.

"STRIKE MACHINE!!" Suara tersebut terdengar dari kepala Blitzdrive. Permata merah pada Blitzdrive pun mengedipkan cahaya merah.

Hologram berbentuk sepatu yang persis seperti 'kemarin' melapisi kaki kanan Blitzer dan kemudian menjadi nyata.

"Strike Shoes, bantu aku!" gumam Blitzer, menyebutkan nama sepatu tersebut.

Gorirer memegang dagunya. "Mau apa kau? Khahahaha..."

"Lihat saja," balas Blitzer yang kemudian menekan permata merah di sabuknya.

"POWER!!" Blitzdrive mengeluarkan suara yang membahana. Permata merah yang ada di sabuknya itu mengeluarkan cahaya merah terang yang terus menyala. Rasa sakit di tubuh Blitzer langsung hilang seketika.

Tanpa basa-basi, Blitzer langsung melompat tinggi, kemudian bersalto, dan meluncur dengan posisi menendang menggunakan telapak Strike Shoes. Baling-baling pada Strike Shoes berputar kencang. Blitz Crest yang ada di depan Strike Shoes bercahaya merah, begitu pula tiga kotak di punggung sepatu itu. Telapak Strike Shoes pun mengeluarkan api.

"Khahahahaha...." Gorirer hanya tertawa sembari memukul-mukul kedua dadanya dengan kedua tangan yang mengepal dan melihat Blitzer yang meluncur ke arahnya.

Tidak lama kemudian Blitzer datang dan menendang dada Gorirer.

DUAKH!!

Namun, Blitzer malah terpelanting ke belakang dan jatuh ke tanah. Strike Shoes di kaki kanannya langsung lenyap.

"Ti-tidak mungkin!" Blitzer berlutut dan menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Serangan pamungkasnya tidak mempan?

To Be Continued

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun