Mohon tunggu...
Shabilla Putri Bintang Pratama
Shabilla Putri Bintang Pratama Mohon Tunggu... XII MIPA 5

Salam sejahtera untuk semua rekan-rekan pembaca dan penulis. Mari saling berinteraksi guna meningkatkan literasi di negeri tercinta kita ini!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kereta Terakhir

20 Februari 2022   10:46 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:20 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas ketika akhirnya suara Jihan terdengar dari sebrang sana, Arkais pada akhirnya mampu mematut wajah lebih rileks, tak segundah dan sekaku asalnya. Ia melegakan tenggorokannya dan berdeham.

"Jihan, surat wasiat milik Gusti sudah ditemukan." ucap Arkais dengan nada agak khawatir.

Telepon tak lagi mengabarkan suara Jihan, melainkan sebuah suara aneh laiknya ada sepasukan semut yang tengah menginvasi telepon tersebut.

Di sebrang sana sepertinya Jihan tengah membenarkan posisinya. Ada sebuah jeda sebelum lontaran pertanyaan bernada getas disampaikan Jihan, "Bagaimana bisa?"

"Sudah kubilang, keputusan kita saat itu begitu gegabah Jihan. Salah satu dari mereka sepatutnya dibawa ke Leiden, seperti rencana awal." 

Arkais menatap pada cakrawala yang begitu biru, desakan angin memburu tubuhnya yang dibanjiri keringat.

"Jadi sekarang kau menyalahi takdir dan melimpahkan kesalahan seluruhnya padaku? Sementara sejak mereka kita curi, kau dan kebangsatanmu begitu menikmati cuan-cuan yang kau dapat? Begitu caramu bekerjasama, Arkais?"

Suara Jihan terdengar samar-samar, dilatarbelakangi suara debuman pintu, Arkais menebak jika wanita itu kini sedang berbenah dan melesat ke kawasan Dago untuk mencabik-cabik dirinya dengan umpatan.

"Begitu lalainya engkau, Arkais. Jika mau aku balikkan, dulu kau yang sesumbar akan menghadang siapa saja agar kasus ini tak tercium siapa pun, lalu sekarang? Nyatanya suruhan Gusti masih berkeliaran dan mendapatkan bukti itu, sekarang siapa yang gegabah?" cerca Jihan, sekarang ia terdengar tengah menuruni tangga bersama dengan stilleto miliknya yang setia melingkupi kaki.

Hati Arkais berdentam menahan amarah yang nyaris meledak. Ia mengepalkan jemari, membuat amplop coklat yang berisi foto usang dua bayi laki-laki ikut teremat hingga kusut.

"Wanita munafik! Jelas-jelas ini kesalahan kita bersama! Sejak awal tidak ada yang menyalahkanmu, aku hanya berbicara soal seharusnya!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun