-
Dini hari Damara terbangun karena kehausan. Ia menyadari bahwa dirinya kini tengah berada di atas sebuah kasur. Matanya memicing membiasakan akan cahaya dari lampu yang begitu menyilaukan. Sebuah selimut bulu terhampar di atas tubuhnya. Di sofa Damara lihat ada Syakira dan Amel yang tengah tertidur dalam posisi duduk.Â
Damara menjadi merasa tidak enak dan terlalu merepotkan sekarang.
Maka setelahnya Damara pun turun dari pembaringan bersamaan dengan Kisan yang mengigau kembali menyebut nama yang masih asing di telinga Damara.
"Mala ... Mala ...." katanya.
Karena rasa penasaran begitu membuncah tanpa terasa kaki Damara melangkah menghampiri kursi yang ada di samping brankart Kisan. Ia duduk di sana tanpa suara.
Dahulu, saat Damara demam tak ada yang mengurusinya pengecualian ketika Panji tengah berada di rumah. Jihanna tak pernah merasa sudi untuk menapaki kaki jenjangnya di depan pintu kamar Damara yang temaram. Sekali waktu memang Kinanti selalu datang menjenguk, membawakan banyak boneka untuk kemudian dipakai untuk bermain bersama. Damara tak merasa keberatan, tapi yang memberati hatinya adalah ketika penghasuh Kinan datang tergopoh-gopoh dan menghalau segala kebahagiaan yang baru saja tercipta. Nampaknya Jihan terlalu khawatir Kinanti berdekatan dengan seorang Jeremiah. Maka dari itu, Damara paham betul apa arti kesepian saat tengah sendirian melawan rasa sakit.
"Kata Mama, nama kamu Kisan." Damara menggenggam tangan Kisan yang begitu panas seperti sengatan mentari di siang bolong. "Aku masih sungkan manggil beliau Mama, tapi aku gak mau tinggi hati dengan menolak permintaan beliau."Â
"Aku turut berbelasungkawa atas kepergian saudara kamu. Aku juga minta maaf. Perlakuanku tadi kasar banget ke kamu."
"Merasa ikhlas kadang memang susah sih. Tapi kuharap kamu bisa tegar dan bisa menjalani hari-hari selanjutnya dengan kembali damai. Perpisahan memang selalu mengigit hati, aku tahu rasa pedihnya sesakit apa. Tapi aku juga ngga tahu sih kalau dampaknya bisa sebesar ini buat kamu. Kamala pasti saudara yang baik ya, Ki? Aku iri, kayaknya kamu ngga pernah kesepian pas tidur. Kamala pasti anak yang asyik."
"Kisan, aku turut sedih lihat keadaan kamu. Tapi, aku bukan saudara kamu, Ki. Aku bukan Kamala." Damara menunduk dalam.