Mohon tunggu...
Murni KemalaDewi
Murni KemalaDewi Mohon Tunggu... Novelis - Lazy Writer

Looking for place to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pemberontakan Cinderela

22 Mei 2019   07:09 Diperbarui: 22 Mei 2019   07:13 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh ya, Bro. Kau pasti ingatkan peraturannya. Seberapa pun buruknya perasaanmu saat itu, ingatlah untuk selalu tersenyum di depan umum." kata Erick seraya mengedipkan matanya dan keluar.

Ivan hanya tersenyum kecil menatap pintu yang tertutup. Untuk sesaat ia tampak melamun. Perlahan ia mengalihkan pandangannya pada topeng yang tergeletak di atas meja. Ivan mendekati meja itu dan meraih topeng tersebut.

"It's show time!" katanya sambil mengenakan topeng itu di wajahnya. Ivan lalu keluar dari ruangan dan menutup pintu.

@@@

Aya melihat ke kiri dan ke kanan dengan wajah bingung,

"Ke arah mana ya? Tadi mas-mas yang pakai seragam nunjuknya ke arah mana ya ? Kiri atau kanan?" ucapnya bingung. Aya lalu menghentakan kakinya dengan marah ke karpet, "Aduh Ayaaa! Apa sih yang dirimu lakukan di tempat ini?! Kurang kerjaan!" keluhnya jengkel pada dirinya sendiri.


Aya lalu menghembuskan nafas keras dan membusungkan dadanya, "Sudah! Terlanjur basah, ayo nyebur sekalian! Setidaknya ada banyak makanan enak yang bisa dimakan. Lumayan. Siapa tahu bisa aku sisihkan sebagian untuk dibawa pulang. Shiro pasti suka. Hehehe" katanya lagi tertawa sendiri. Tapi tak lama tawanya berganti raut kekecewaan, "Yah saying, aku lupa bawa kantong plastik!" keluhnya lagi.

Aya menundukan kepalanya sedih. Kemudian ia kembali menatap ke kiri dan ke kanan dengan tidak yakin.

"Ah...sudahlah. Kiri saja. Kalau salah, balik lagi" putusnya sambil memutar badannya ke arah kiri dan melangkah dengan cepat.

Namun Aya sepertinya masih belum terbiasa dengan sepatu hak tingginya. Ia kehilangan keseimbangan dan membuat tubuhnya jatuh dengan perlahan ke arah belakang. Aya menjerit tertahan, menerima nasibnya dengan pasrah. Ia menutup mata, menunggu rasa sakit akan menimpanya.

Tiba-tiba sebuah tangan menahan pinggangnya agar dia tidak jatuh. Aya perlahan membuka mata dengan wajah heran, hanya untuk menemukan Ivan, sedang menatapnya sambil tersenyum,

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun