Mohon tunggu...
Biyan Mbois
Biyan Mbois Mohon Tunggu... Bankir - Ngestoaken dhawuh ROMO, anut ROSO

Penjelalah ke dalam diri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Yang Terserak

23 Oktober 2019   23:39 Diperbarui: 24 Oktober 2019   00:00 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

1

Renjana Pagi

pagi duka

makan angin

minum debu

kau entah dimana

hatiku dingin

disergap beku 

2

di Ranjang Pengantin

Kekasih, apakah ranjang pengantin kita masih hangat ?

Angin barat santer menerjang laut

Menerobos loronglorong kabut

Ombak dan gelombang berebut ke pantai

Hatiku merindumu tak usai-usai

3

kita tak peduli

tangan kita erat berpegangan. langit di luar mendung. dari music player sayup mendayu suara january christy yang mendesah berat karena ditimpa suara knalpot bocor. 

sementara jauh disana para politikus sibuk mematut-matut diri dengan cara mencacag-cacag kehormatan lawannya. 

kita tak peduli

tak terasa kita sudah berdekap dan berpagut kini

4

Rindu dan Kereta Terakhir Itu

Rindu memalu rindu bertalu

Harapan lekas bertemu

Biar segera bercumbu

Kereta terakhir sudah lewat

Aku tercekat dihadang sekat

Dibanjiri lunglai penat

Kekasih, mungkin mencumbumu seabad lagi masih akan

kini hidupku penuh urusan 

Yang belum lagi bisa kuselesaikan

Sementara kereta terakhir telah lewat

Aku sekarat

Menahan rindu yang berkarat

5

Menggelar Tentram

Saat hanyut dalam RASA, anganangan tibatiba menyela dan diamdiam menyeretku, membawa menjauh dari RASA. Sebelum terlalu jauh, kutegur ia. 

" Hai, kau Cah Bagus. Hendak kau ajak aku kemana ? Ke masa depan yang masih penuh perkiraan & tanda tanya ? Atau ke masa kemarin yang telah lalu ? 

Ayolah, diam dan tenanglah DISINI. Nikmati yang sedang terjadi KINI. RASAkan darah yang mengalir ke seluruh tubuh & oksigen yang memenuhi tiap sel. RASAkan dan nikmati semuanya. Pori-pori yang bernafas bebas dan rambut yg asik diskusi, tentang siapa yang memutih duluan. Naah, gitu doong, diam tenang dan .... "

Begitu selesai kubujuk angananganku, aku sudah lelap, tanpa mimpi. Zzzzzz

6

Di Stasiun Pada Pagi Buta Hari Ini

Andai aku bisa sampai padamu saat ini, _saat kau masih terlelap_, pasti aku bangunkan kamu dengan kecup dan bunga. Namun waktu senantiasa setia pada detiknya. Hingga aku harus menunggu sampai jam kereta berangkat tiba. Lalu saatnya aku melewati rindu yang mengalur sepanjang rel hingga jalan menujumu.

Kuhela nafas, menyimpulkan betapa rinduku begitu mesra bersekutu

dengan waktu

7

Kecupan dan hasrat

Pada dua alismu terbentang jembatan rambut-rambut halus tempat aku menyemaikan kecupan dan hasrat

tetaplah kasih, kau larut dalam ciumku

sampai maut menjemput

8

_Percakapan Gelap_

"Sayang, kemarilah. Peluk aku erat-erat sebelum engkau kembali padanya. 

Jadikan percintaan kita sekarang seolah percintaan yang terakhir. Panas, ganas dan buas," pintaku padanya yang sedang termangu menatap keluar jendela dengan tubuh dililit selimut seadanya. 

Dia diam saja. Tangannya pelan mengusap kaca jendela. Tiba-tiba dia menghambur padaku hingga selimut di tubuhnya ikut tanggal, kemudian memelukku sambil menangis deras.

Maka seketika itu uratku tegak, keras dan membara.

9

di Puncak Malam

Kipas angin gantung di kamar terus saja berisik, riuh-rendah dan reyot.

Baling-balingnya oleng membelah-belah udara.

"Aku ingin jadi angin," katamu. "Agar bisa menelusup ke celah tersempit dimana kau berada.". 

"Ah tidak," sanggahmu sendiri. "Aku ingin jadi udara saja, biar bisa masuk ke tubuhmu setiap waktu."

Sejenak sunyi. Tiba-tiba :"Tidak! Aku ingin jadi diriku sendiri saja biar bisa menyiumimu sesukaku." 

Kemudian segalanya jadi sunyi. Hilang suara kipas angin yang berisik. Yang ada hanya desah nafas dan kecipak bibirmu melumat bibirku.

Cepat, hangat dan padat.

10

Kepada kekasih

Selalu saja 

aku tak berdaya

saat cintamu menjemba

Membuatku terpaku

Kelu

dan

Beku

Selalu saja

aku mendamba

peluk dan kecupmu senantiasa

Menghangatiku

sampai Bisu

dan

Memaku

( selamat ulang tahun, istriku. puisi, doa,  cinta dan setia untukmu )

11

Percakapan Angin, Pucuk Daun dan Mendung di Suatu Senja yang Dingin dan Basah

"Aku minta maaf karena ngga bisa memenuhi janji utk bercerita tentang _sunrise_ & _sunset_ di pantai itu," Angin berkata kepada Pucuk Daun.

Pucuk Daun diam & resah. "Sepanjang hari langit suram. Mendung tekun menutup matahari," sambung Angin. Pucuk Daun masih beku dan bisu.

Mendung yang melihat mereka kemudian berkata :"Maafkan aku kerna seharian menggelapi bumi. Hari itu ada sepasang kekasih yang bersetia suci sampai kapanpun. Lihatlah kini mereka menikmati cinta, berlarian di pantai dengan gembira." 

Mendengar jawaban Mendung, Pucuk Daun merunduk malu. Angin kemudian memeluknya, erat dan hangat.

12

Mendamba Bermain Sepenuh Waktu

Seorang anak kecil bertanya tentang apa itu Kemerdekaan.

Kakeknya mengatakan :

"Cu, kemerdekaan itu jika tanpa tongkat kita tetap bisa berjalan."

Ibunya menjelaskan :

"Nak, kemerdekaan itu kalau kamu selalu mematuhi aturan dan ngga banyak pertanyaan."

Ayahnya ikut menambahkan :

"Gini ya Nak, kemerdekaan itu kalau kelak saat sudah besar kamu bisa ngumpulin uang yang banyak."

Kakak perempuannya menerangkan :

"Kemerdekaan itu kalau kita bisa jalan-jalan, makan-makan, dandan-dandan, wifi-an tanpa larangan."

Lalu anak kecil itu membuka halaman buku sekolahnya yang bergambar foto Proklamasi Kemerdekaan.

Lama dia mengamati foto tersebut. Tiba-tiba dia berteriak : "Kemerdekaanku hilang karena banyak tugas pelajaran yang harus kuselesaikan."

Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Selalulah jadi negeri yang elok dan sentosa.

13

Nanar

Gadis Merah Jambu, o duhai

mengapung di purnama

menjangkaumu aku lunglai

berkarung duka di dada

14

Tak ada luka yang bisa melukai rinduku

kau tancapkan pisau di dadaku

tak ada luka, tak ada 

tak ada darah, tak ada

tak ada nanah, tak ada

yang tinggal

hanya rindu yang mendendam menggendam

: memabukkan

15

Menyatu SATU

Malam tafakur

DalamMU aku melebur

Cinta bertabur

Jam melaju

Satu satu

mengeja namaMU

sampai menyepi sunyi

16

Luka

kucing mengerang minta kawin

anjing menggonggong 

melihat bulan diperkosa awan

aku disini dicambuk kesepian, 

termangu di depan fotomu yang tiada lagi senyuman

17

sebelum hujan Turun di KOTAmu

kau tatap lama tirai jendela yang lunglai dan pucat sambil kau hela nafas panjang seperti mencoba melepaskan bergunung-gunung beban, namun tetap saja beban itu membeku dan setia bersamamu

18

saat hujan Turun di KOTAmu

kau buka tirai jendela sambil bergumam atau bahkan terdengar menyerupai bisik : "sayang,ayo kita rayakan hujan ini dengan TAwa dan cinTA. Sebab alangkah merananya hidup tanpa keduanya. Ia serupa tanah yang berabad mengering."

19

setelah hujan Turun di KOTAmu

kau tutup tirai jendela dengan pelan dan tiba-tiba dengan kecepatan yang tak kuduga, kau hamburkan pelukan dan ciuman yang panas hingga aku susah bernafas dan tak kuasa membalas

20

Melarik senja

Seperti sore yang mengeja waktu dengan jingganya, yang tak putus mendaraskan doa, dan tak henti menyelimuti matahari. Itulah aku yang tak henti mengenangmu sampai ke sum-sumku dan makin mencintaimu di tiap detikku

21

Telah Terpatri

langit mengirimkan puisi yang pasi ke ranjangku yang beku,

sementara rinduku gagal melacak jejak rindumu yang hilang di ujung kabut

Meskipun bau tubuhmu tetap menancap tajam di ingatan

22

Sumpah

kau dedes, aku arok

langit dan bumi dalam genggaman

semesta merestui

kupeluk kupeluk engkau rapat-rapat

bagai mangsa tekena jerat

menyatu menyawa di kalbu

dalam keabadian waktu

23

Untuk Indonesia

Indonesia adalah pelangi

Beragam warna, beribu bahasa dan budaya

Memperindah semesta dengan perbedaannya

Tak sebutir peluru pun

Bisa membuat pelangi

Hanya menjadi satu warna

Tak sebilah pedang pun

Bisa memaksa Indonesia harus seragam dan sama

Tak ada satu pun kekuasaan manusia

Yang bisa menjadikan warna kulit

Hitam semua,

Putih semua,

Atau kuning semua

Karenanya

Biarkan Indonesia tetap menjadi pelangi

Menghiasi bumi

Dengan warna warninya

24

Dalam hujan yang datang setelah  seribu abad

" Ayolah kita lewati gerimis ini", katamu sambil menggamit tanganku

Seketika gerimis mengguyur tubuh 

Rambutmu tergerai berat membawa basah,

Sepatumu memecah air yang menggenang.

Butiran air singgah di dahimu 

Dan pelan-pelan meleleh ke bibirmu

" Sebaiknya kita berteduh saja. Gerimis sudah menjadi hujan yang ganas. Aku khawatir kamu kena flu", bisikku di telinganya

" Berteduh ?", kau bertanya heran sambil mendongak ke langit

" Tidak. Ini hujan pertama setelah seribu abad.

 Kita akan terus berjalan. 

Bahkan kita akan bercinta dengan ledakan berpanjang-panjang 

sampai hujan ini reda!!", teriakmu kini

Astaga, aku terkesima 

karena tiba-tiba aku menjelma hujan

dan kamu bumi

aku menghujamimu

dengan berjuta tusukan dan gairah

kamu pasrah dan basah

25

Di Bau Rambutmu

di bau rumbutmu lahirlah hamparan laut 

aku akan merenangi dengan nafas memburu

di bau rambutmu terbit wajah langit

aku akan menerbangi dengan bisikan gairah

di bau rambutmu tumbuh mawar

aku akan mendekap erat meski harus berdarah

karena tusukan duri-durinya

Akulah kekasih sejati

Yang menjadikan bau rambutmu

Sebagai selimut tidurku

(Bandung, 4 nov'15)

26

sesaat Setelah Hujan pergi

Bahkan sungguh aku ingin kita bercakap tentang apa saja tanpa kita rencanakan hendak bicara apa karena aku merasa banyak sekali yang bisa kita percakapkan.

Namun sayang engkau lebih memilih berasikmasyuk dengan gadget terbarumu yang berkilat-kilat saat terkena bias cahaya, mengingatkanku pada kilat pundakmu yang putih saat berkeringat. 

" Sayang, aku tak percaya kenapa orang-orang sekarang begitu gampangnya menjadi kompor : dibakar dan membakar, " tiba-tiba engkau berucap. Ah, aku tak tahu apakah engkau sedang berkata atau bergumam. Aku lebih tidak tahu lagi ucapanmu engkau tujukan pada siapa karena saat engkau berucap, pandanganmu tetap ke gadgetmu dengan jempol tanganmu terus menerus bergerak di atasnya, sampai-sampai rokok mild di jari tanganmu sudah memucuk abunya dan hampir jatuh di rok hitam berbahan kain sifon yang lembut, lentur dan halus permukaannya.

Kuputuskan aku tak menjawab ataupun  menanggapinya karena aku sungguh yakin engkau tak membutuhkannya. Aku memilih larut dalam rasa kopi Gayo yang pekat dan pahit yang jika diteguk pekatnya akan tinggal lama di ujung tenggorokan dan bahkan akan selalu bisa terulang dalam ingatan meski sudah lampau meminumnya.

Mataku menyapu pandangan ke jalan raya yang lalu lalang bermacam kendaraan di atasnya. Semuanya sibuk, tak acuh, dingin dan bosan dirambang basah hujan.

sesaat Setelah Hujan pergi, aku kesepian tapi tak terluka.

Tasikmalaya, 24 Oktober '17

27

Senin yang Selalu Bergegas

Tiada lagi kenangan-kenangan bersemi

Seperti hujan yang tak membawa dingin

Semua menguap menjadi awan

Hanyut dalam kesia-siaan

Rebah

Punah

Musnah

Musim dan abad bertemu di sebuah cafe

kemudian bercakap akrab sambil menghirup kopi pahit dan menghisap cerutu 

Sementara berita-berita di televisi 

begitu rajin melahirkan ketakutan, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan juga motivasi palsu yang kemudian dikunyah dan ditelan mentah oleh anak-anak sekolah

Akhirnya lahirlah generasi pemberang, pemarah dan penuh masalah

O, engkau Kekasih yang selalu ceria !

Dimanakah kau simpan cerita-cerita jenaka, hulu dari segala makna ?

Tasikmalaya, 23 Oktober'17

28

tak sudahsudah menulis namamu

aku menulis namamu - pelanpelan huruf demi huruf - sambil kuamati bentuk dan rupa hurufhuruf itu yang tak bisa kutahu kenapa telah menjadi nama yang bukan hanya kata, namun juga nyawa, jiwa, makna dan pesona.

akupun diam-diam tak terasa hanyut dalam gelombang kerinduan yang begitu menggeliat yang seiring dengan itu segala yang ada di tubuhku ikut menghangat bahkan kehangatan itu menyentuh selsel terkecil di tubuhku.

suarasuara di luar sudah tak ada lagi berganti degup dan desir darah seperti air yang menyeruak memasuki poripori busa cuci piring.

entahlah, tak sudahsudah aku menulis namamu di langit, di udara, di air, di ingatan hingga harihariku menjadi penuh namamu seperti keranjang belanjaan ibuibu di supermarket atau bak mandi yang luber airnya, tumpah ruah namun tidak sampai membanjiri.

tak sudahsudah kutulis namamu dan jarijariku tak jadi lunglai karenanya bahkan sebagaimana otototot binaraga yang justru selalu membesar mengembang penuh juga liat jika beban latihannya ditambah.

tak sudahsudah kutulis namamu karena kamu juga tak pernah sudah.

Tasikmalaya, 22 Oktober '17

29

Rindu yang Datang Bersama Hujan

Tiap sore hujan datang ke kotaku

membuat aku rindu padamu

pada cerita-ceritamu

dan tentu saja, deretan rapi gigimu

Seperti sore ini

Hujan kembali datang

Tidak rintik, tidak deras

Sedang-sedang saja

namun membasahi tanaman dan jendela 

Tiap kali hujan datang

itu artinya rinduku mengembang

dan hatiku menghangat

meski hanya sekedar bisa mengingatmu

dengan singkat

30

Embun di Daun

Saat kubaca kisah percintaan Arok - Dedes, tiba-tiba rasa ciumanmu merayap mili demi mili di bibirku. Tiba-tiba pula seluruh sel dan hormon terbakar, seperti kayu basah dibakar api.

Lantas kisah percintaan Arok-Dedes menjadi nasi basi dan dingin yang bikin mual jika dimakan.

Rasa ciumanmu perlahan mengendap dan tinggal abadi di urat-uratku.

Ia menjelma embun di Daun yang tetap ada meski sedang hujan

Tasikmalaya, 29 Oktober '17

31

Kenapa kamu

Kenapa kamu

suka tergesa melintasi waktu ?

Ayolah, nikmati detikmu disini

Karena itulah yang sejatinya hidupmu

Kenapa selalu kau buang melulu ?

Kenapa kamu

biarkan dirimu dikusiri angan-anganmu ?

Lihatlah, betapa letihnya jiwamu

Berjalan kepayahan, hingga merangkak pun kau tak mampu

Apa yang kamu kejar ?

Berhentilah sejenak, 

tarik nafasmu,

atur degup jantungmu,

amati sekelilingmu,

dan 

biarkan semesta 

memelukmu.

Mesra dan apa adanya.

Tasikmalaya, 18 Oktober '17

32

Doa Terakhir Seorang Koruptor

Tuhan,

Ijinkan aku berlutut di depan-Mu

dan berdoa

Karena aku yakin

Engkau Maha Mendengar doa-doa

semua makhluk-Mu

meski ia penuh dosa seperti aku

( Bulan di angkasa

Cahyanya kuning emas

Berpendar menerpa jeruji penjara

yang kaku dan dingin )

Tuhan,

Inilah malam terakhirku.

Besok saat matahari sepenggalan naik,

satu regu tembak 

tlah siap mengakhiri hidupku.

Aku akan segera menghadap-Mu,

meninggalkan semua milikku, hartaku dan keluargaku.

Dan yang paling berkesan

kutorehkan jejak abadi :

m      a       t      i         s      e     b      a     g     a     i        k     o     r     u     p      t     o     r

Terima kasih Tuhan

karena aku tertangkap dan dipenjarakan

hingga aku bisa berkata jujur kepada diriku sendiri

saat ini

Setelah bertahun-tahun aku tutup mataku,

setelah detik demi detik dalam hidupku

aku tipu nuraniku

( Bulan di angkasa

Nyalanya meredup

Ditutup awan gemawan )

Aku ditikam kesepian Tuhan

Kemana kerabat yang dulu 

mengelu-elukanku?

Kemana keluarga yang dulu

membanggakanku?

Kemana sahabat yang dulu

bersumpah setia kepadaku?

Apa mereka sedang berduka atau justru tertawa?

Ah, apa bedanya 

Duka dan tawa hanya sepenggal kisah

yang tak kan merubah sejarah :

aku akan mati sebagai koruptor

Ya,

aku memang koruptor

Sudah kuakui semua ini

di depan jaksa, juga media massa

dan sekarang di depan-Mu yang Maha Perkasa

Aku memang koruptor

tapi aku bukan pengecut dan munafik

yang lari atau sembunyi

Bahkan aku beberkan semua bukti-bukti

yang selama ini mereka tutup-tutupi

dengan menyuap para saksi.

Selalu saja mereka melakukan itu,

memberi kesempatan orang untuk korupsi

kemudian saling berebut minta dibagi

seperti anjing berebut tulang basi.

Cuh!

( Bulan di angkasa

Lenyap seluruhnya

meninggalkan gelap yang menganga )

Tuhan,

Kuakhiri doa terakhirku ini

Ijinkanlah aku memasuki sorga-Mu

Sst Tuhan, berapa keping yang harus kubayar untuk mendapat satu kapling

di sorga-Mu?

Amin.

33

Malam dan Bulan

Malam jalang

Bulan lajang

Saling berlari telanjang

Menerobos menerjang 

Segala yang melintang

Namun akhirnya pingsan terlentang

Deru nafas memburu

Biru

Kelu

Beku

Malam menangis di kesunyian

Bulan meradang sendirian

Kunang-kunang lelap di ayunan

Tanpa cahaya tanpa bayangan

Malam dan bulan tak pernah mengeluh

Kerna detik mereka penuh peluh

Seperti nahkoda yang menarik sauh

Menuju pulau-pulau yang jauh

Menjelmakan hidup yang utuh

Hai, engkaukah malam atau bulan yang merana ?

yang menelan sepi sendirian saja ?

Tasikmalaya, 18 Oktober '17

34

Lagu Catalonia

Marcella, apa kabarmu di tengah negerimu yang menuntut merdeka ?

Apa kamu masih selalu senantiasa membersihkan kuku tiap habis mandi ?

Apa benar Camp Nou akan diganti nama ?

Aku kacau sebab selalu bertanya tentangmu tapi tak menemu jawaban

Aku ribuan kilo dari Catalonia sekarang,

Di sebuah kota bernama Tasikmalaya

Kota dengan rintik hujan yang padat dan udara dingin merayap

Kemarau hampir tidak ada

Aku menatap jendela yang basah dan korden yang lembab

Kopi di meja mendingin perlahan

Sementara hatiku bergetar karena terbakar rindu 

Darahku menderas karena wajahmu melintas

Pagi ini telah menjadi bencana

Karena ketiadaan dayaku menemuimu segera

Udara telah menjadi racun

Karena kenangan tentangmu menderas tanpa ampun

Marcella, lagu kemerdekaan Catalonia sudah berkumandang

Kuharap kamu baik-baik saja

dan sayangmu padaku tak hilang

Tasikmalaya, 17 Oktober '17

35

Laku Penggenapan

Anusapati,

Setelah bertubi-tubi kuhujam pisau pengkhianatan ke jantungmu,

Setelah berliter air keras kusiram ke egomu,

Setelah berlaksa bisa kusuapkan ke darahmu,

Setelah penghinaan dan penderitaan terperih kutimpakan kepadamu,

Maka 

Disinilah aku, Tohjaya

Diam saja

Tak akan mengelak, lari atau sembunyi

Untuk menerima pembalasanmu

Bukan hanya kebencian dan dendam namun juga kutukan maha kejam

Untuk merasakan berkali lipat kepedihan

Anusapati,

Disinilah aku, Tohjaya

Diam saja

Tak akan mengelak, lari atau sembunyi

Kuhadapi semuanya dengan terima kasih terbesarku

Kutanggung semua dengan bahagia, sendiri saja

Karena aku tahu

Inilah laku penggenapanku

Agar kelak di kemudian hari 

perjalanan panjangku lapang dan sempurna

36

Catatan Lelaki Empat Puluhan

Kekasih, percintaan kita adalah totalitas rasa, jiwa dan hidup. Didalamnya tersimpan daya akan gairah, penghormatan dan partnership. Kita tak melulu tenggelam dalam romantisme remaja. Tak ribet dengan ketertarikan pada wajah, tubuh dan kulit. Cinta kita sudah menukik dan menghujam dalam, sedalam-dalamnya dasar.

Kekasih, kau dan aku menyublim menyemesta. Hingga ingatan-ingatan tak kan pernah usang apalagi hilang. Terus berputar membayang senyampang lahirnya ingatan-ingatan yang baru. Hari-hari kita adalah hari-hari dimana bunga-bunga bermekaran.

Kekasih, saat raga ini mati kuingin kita mati bersama dengan berpelukan.

37

Jejak Itu

Diantara yang terserak

Aku tahu dimana kamu menapak

Karena tak mudah menghapus jejak

Di sudut ingatan yang lasak

Kamu menjelma udara

Kuhirup hawamu tanpa jeda

Melagu dalam darah jelaga

Merintih menghela duka

Saat malam kututup mataku pelan

Kuraba tiap sudut ranjang

Meruapkan berlaksa kenangan

Seribu warna bertebaran

Waktu menjadi ibu

Tempat menyandarkan segala kelu

Atas ketakberdayaan menghalau sembilu

Kamu, ya kamu 

yang selalu merayapi kepalaku

Tasikmalaya, 4 Oktober '17

38

Lintasan Rindu

Malam malas bergerak

Tiada tawa dan gelak

Kerinduan makin menyeruak

Padamu aku beranjak

(Kroya, 17/4)

39

Menyenyawa

Lenguh luruh bersama peluh

Kita satu tubuh, satu ruh

Menyatu utuh

Menyandarkan sauh di dermaga subuh

Waktu pun diam dalam sungguh

Malam tafakur

Dalam namamu aku melebur

Cinta bertabur

Jam melaju

Satu satu

Aku mengeja namamu

40

Pinta

Di stasiun aku terkesima

Begitu banyak cinta melintas-lintas

Akupun ingin segera sampai kepadamu dengan lekas

Keretaku keretaku

antarkan aku pada kekasihku

yang sudah di stasiun itu : 

menungguku

Keretaku keretaku

Saliplah waktu

Kerna rindu ini makin menderu

dan membakarku

41

Sajak Malam Pertama

Kita bergelut 

saling berpagut,

Lantas berkaitpaut,

Tiada takut, hanya cinta melaut

Hormon kita bergejolak,

Bergolak bergolak galak

Membawa kita ke puncak

Dan kasur kita pun lasak.

Kita ulangi beribu malam lagi

42

Gerimis mengiris

ketika hujan tiba

itulah saat lahirnya anak-anakku yang gemuk dan lucu

yaitu kenangan-kenangan abadi tentang cintamu

yang dingin tapi menghangatkan

yang panas tapi menyejukkan

yang membara sekaligus membuai

Tapi hujan kali ini membuatku sedih

Karena hujannya hanya sebentar saja, itupun hanya gerimis

43

Tentang kau

kau adalah puisi yang lahir bersama angka, warna, huruf, rupa

kau pula yang membuat bunga mewangi, buah meranum, air meriak dan udara mengekas

hingga semesta menjadi sempurna

terutama saat kau tertawa

44

Laut pun bisa murka

Laut kau tenggelamkan dengan batu-batu gunung yang kau angkut bertruk-truk,

juga dengan beton-beton gajah

Nelayanpun bertanya : "dimana kami menjaring ikan lagi?" 

Kemudian laut menjawabnya dengan mengirim cuaca panas menyilet, badai dan tsunami.

Cinta perlahan musna di lautku

45

Matahari  pagi-pagi dengan riang  menghangati dauh SALAM yang wangi  menghijau. Terbangun dari tidur di kota KUDUS, menjelajahi pikiran kekasih KASIH terjalin erat melekat tiada putus. Seperti kondisi DAMAI di suasana kota-kota penuh kesejukan sampai ke langit. DAN banyak hati berjalan dan menggetarkan SUKA CITA. Awan berlaksa-laksa berarak-arak SELAMAT menuju pelangi. Itu adalah ekspresi natural mortal dan NATAL mahluk di semesta raya. Tirai DESEMBER 2017 telah terbentang menahan sengatan badai. BAGI pengharapan dan cinta. Menuju keabadian YANG selalu saja lahir dari waktu ke waktu. Suara-suara yang membahana, membelai-belai batu dan air dan orang-orang yang MERAYAKAN sampai malam usai.

46

Menyerah

Aku susah bernafas karena bayangmu membelitku. 

Dan aku tidak bisa menulis puisi karena wajahmu menyandera kata-kataku.

Inilah aku yang menyerah pasrah pada pesona dan cintamu.

47

Rajam

Kutangkap sajak di tengah hujan lebat

Jarum jam berkarat menghujam hujam

Meleleh darah di pori dan hatiku

Aku kuyup, kedinginan dan menggigil

Menanggung luka dan pengkhianatan

Yang kau tancapkan sejak berabad silam

Kini sajak yang kutangkap itu

perlahan menjadi bara yang segera menguraiku menjadi debu

48

Bertanya

Kenapa ku risau menggalau

Kenapa ku dihempas cemas

Kenapa ku lebih memilih yang enak dan menolak yang sebaliknya ?

bukankah suka-duka, untung-rugi, sehat-sakit selalu ada di kehidupan ?

bukankah tak ada suka-duka yang abadi, tak ada untung-rugi yang hakiki ?

bukankah yang serba dua itu pakaian kehidupan ?

diamlah

dan tengok DIA yang diam bertahta di kedalaman hati

yang SEJATI,

SUMBER KETENTRAMAN,

MATA AIR SEJATI,

kemana ku pergi, DIA selalu mengikuti

apapun yang ku lakukan, DIA mengetahui

namun

ku tidak menyadari

bahkan menutup diri

hingga ku dibelenggu dan dikekang terpenjara cemas galau risau

yang tak berarti

sampai sesudah raga ini mati

49

Perjalanan

Di dalam kereta yang melaju menderu, kutaruh semua bebanku, agar aku bisa mengenangmu dengan leluasa di sepanjang perjalananku.

Inilah perjalananku yang tanpa stasiuntujuan. Sebab stasiuntujuanku sudah berhenti di hatimu. 

Adapun stasiun yang kulewati hanyalah pemberhentian sementara, tempat menaikturunkan cerita dan orang-orang yang terburuburu. 

Seperti sebuah adegan di layar bioskop namun tanpa tokoh, tanpa konflik, tanpa penyelesaian. Aku hanya melihat tanpa terlibat. Begitulah dari stasiun ke stasiun berikutnya. 

Sementara keretaku terus menderumelaju, menuju asal muasalku

50

Orang-orang Proyek

Gatal tangan kami kalau diam saja,

Pegal badan kami kalau tak bekerja,

Gagal hidup kami kalau tak berkarya.

Matahari membakar, kami tetap tegar

Hujan menghujam, kami makin menajam

Angin santer menyilet, kami menyatu menderet

Petir menyambar, kami berkawin sabar

Kami tidak membangun bangunan, tapi masa depan

Lagu kami bukan kekalahan, tapi lagu kejayaan

Keringat kami adalah emas

Darah kami adalah permata

Debu bagi kami adalah mainan

Otot kami menjelma kawat

Tulang kami sekeras besi

Kulit kami legam nan liat

Sekali mengayunkan godam, itulah tanda terciptanya satu peradaban

Karena kami adalah Orang-orang Proyek

Tasikmalaya, 20 Oktober'17

51

Fragmen siang

Aku dan perempuan itu berbaring kelelahan dan saling tatap. Sejenak hening menjadi tuan. Tiba-tiba dia bertanya setengah berbisik : "tadi kau cukur kumismu ?". kulihat matanya menyelidik bagian atas bibirku. "iya. Kenapa ?", tanyaku setengah berbisik juga. "masih ada dua tiga larik rambut yang tersisa," jelasnya, "aku akan mencukurnya. Kamu berbaring saja di sini. Aku kan ke kamar mandi mengambil alat cukur.lantas dia bangkit dari ranjang dan melenggang. Kulihat lekuk tubuhnya yang telanjang hilang di balik pintu kamar mandi.

52

untuk R

Seorang kekasih berbisik pada pacarnya : " Cintaku tak hilang, aku hanya menyimpannya. Ia tak membesar, aku hanya menjaganya. Kau abadi dalam cintaku."  

Dan pagi pun rebah bersama rintik hujan, kabut dan ciuman-ciuman yang menusuk. Udara cemburu dan matahari memerah wajahnya.

Dan sebelum pagi usai, kedua kekasih itu telah terbang menembus langit, bertemu malaikat dan bidadari.

53

Radya Pustaka Senja Hari

: untuk Museum Radya Pustaka Surakarta

Udara beku di pintu-pintunya

Kesunyian merayap

Lewat terali besi jendela

Angin berhembus, satu satu mengalur

Memantul pada dinding-dinding

yang putih dan dingin

Kemudian mengendap dan menyergap diam-diam

Arca, prasasti, buku-buku tua,

panji-panji dan pusaka

hadirkan jejak para leluhur

mengajarkan bagaimana mengolah kehidupan

dengan pikir dan rasa

agar anak cucu

tahu memaknai sejarah,

mengukir keabadian kisah.

Benda-benda di sini

tidaklah mati

Mereka bercahaya

Seperti bintang-bintang

Menerangi nelayan,

memberi tanda pada petani.

Karena itu kilau terangnya

harus terus dijaga

dari debu jaman tua

( dua turis asing

memotret patung Dewa Syiwa

yang patah satu tangannya

dan di jalan

orang-orang saling kejar

menuruti ambisi yang lapar )

Sungguh

ini bukanlah menunggu saat kematian tiba

sebab bertahan dalam diam

adalah ruang sudut yang berbeda

Meski nafas tinggal sisa

tak surut dalam pergulatan

Terkapar atau jaya

bukanlah esensinya

Radya Pustaka 

dialah kesetiaan

kepada mutiara peradaban

Hingga kita tak perlu ke Belanda

untuk mengerti wajah moyang sendiri

Sala, September 1997

54

Nyanyianku

Aku mencintaimu

dengan merdeka

Menyelami ke-apaada-anmu

Kemudian memeluknya

dalam dekapan rindu

"Embun pagi luruh di ujung daun

Menetes pelan membasahi tanah"

Aku mencintaimu 

dengan segenap usia

Mempersembahkan hidupku 

Melewati hari hingga menua tiba

"Sepasang kupu-kupu bercumbu

Singgah dari bunga ke bunga

Kemudian mengangkasa bersama"

Aku mencintaimu

dengan sedikit bicara

karena cintaku

bukan semata kata

55

Malam di Sudut Purwosari

Malam diam, angin mematung

Berkelindan ruam dengan dingin

Musik malas lamat-lamat merambat

Jalanan kadang tumpah ruah,kadang lengang

Pikiran melayang menerka-nerka

Melampaui batas sunyi

Diregam waktu yang diam-diam menyelusup

Menjelma keabadian

Malam diam, angin mematung

Seperti rinduku

Yang beku menggigil tiada ujung

dan tanpa pelukanmu

56

Persekutuan Angin dan dahan

" Terima kasih," kata dahan kepada angin, "Engkau mau singgah sebentar, mengusir asap knalpot yang menyesaki hidungku." "Kau tahu mengapa kulakukan itu? karena aku menyayangimu,'' jawab angin sambil terus menyiumi dahan dengan lembut dan pelan-pelan

57

Cinta di Pagi Ini

Di pagi ini yang berpesta hangatnya matahari, aku lihat di pinggir pertigaan jalan besar seorang suami yang memboncengkan istrinya menghentikan sepeda motornya. Kemudian istrinya turun. Berdua mereka melepaskan helm masing-masing. Mereka saling mengulurkan tangan untuk bersalaman. Sang istri mencium tangan suaminya dilanjutkan mencium pipi kanan kiri dan diakhiri mencium kening suaminya. Suaminya pun melakukan hal yang sama. Mencium tangan istrinya dengan lembut, terus mencium pipi kanan kiri dan kening istrinya.

Dari jauh aku hanya terpana. dadaku berdesir dan berbisik halus : "Gusti, I love YOU, full," sambil menahan tumpahan air mata.

58

Dimana, di sini

Dimana kata

Dimana warna

Dimana masa

Dimana rupa

Dimana batas

Dimana engkau

Dimana aku

lalu engkau aku bertemu

Dada tiba-tiba mengembang

bagai kembang di taman

Kepala mendadak penuh ingatan

bagai lemari berjejal pakaian

akhirnya engkau aku menyatu

Seketika terjawab semua tentang kata, warna, masa, rupa, batas, engkau dan aku

Seketika semua bergetar menderu

di sini Kekasih, di urat nadiku

59

Perempuan Berbaju Ungu 

Hai Perempuan Berbaju Ungu, engkau nampak gemuk sekarang. Pipimu padat mengembang dengan rona merah di tulang pipi.

Membuatmu semakin indah, mengalahkan indahnya bunga apapun.

Adapun rambutmu, amboi, tergerai menawan diusap angin.

60

Perih

layangan putus. meliukliuk kaya orang mabuk, meninggi terus meninggi hingga akhirnya dilemparkan angin meluncur deras ke bawah dan terhempas di ranting-ranting pohon. sebentar kemudian, tercabik-cabik ia....

aku meringis perih melihatnya.......

61

Perempuan Berbaju Ungu-2 

Perempuan Berbaju Ungu, semalam kau datang lagi di mimpiku. Kita berpelukan erat dan saling berpandang lekat.

Paginya saat bangun aku letih, tertekan,rindu dan merana.

Perempuan Berbaju Ungu, engkau dimana ?

62

Selalu rindu itu datang berulang dan bergelombang

Aku adalah lidah gelombang yang berulang-ulang menjilati bibir pantai

dan rinduku berkali-kali datang menyapa jantungmu

Kaulah pesona

Dan aku terkapar lelap di hangat pelukmu

63

Minggu pagi di saat orang-orang joging

Entah berapa kali kita bicara tentang awan, angin, langit dan matahari

Di sela-sela pembicaraan itu kita tergelak seperti anak kecil yang melihat tingkah badut.

" Lihat, langitnya mulai mendung. Ayo kita pulang sebelum hujan datang," katamu. "Tidak," balasku cepat. " Aku ingin kita berhujan hari ini. Aku menyukai rambutmu yang basah dan lunglai menahan air hujan. Dan aku ingin mengusap larik-larik air yang mengaliri pipimu sambil kusisikkan : engkau cantik."

64

melingkar

Sel-selku bergetar

Hormonku bergetar

Syarafku bergetar 

Ototku bergetar

Kelaminku bergetar

SEMESTA BERGETAR

Berputar-putar, melingkar-lingkar

Tiada awal,tiada akhir

Tiada hulu, tiada hilir

Menggelombang menjalar-njalar

SEMESTA MENGGELAR

Berdengung-dengung

Dalam gelembung

Tanpa selubung

SEMESTA MENGGULUNG

65

Terbuai

Akulah Sysipus. Aku  tidak ingin mengangkat batu lagi. Aku ingin piknik melihat laut, karena di gunung ini hanya kulihat batu-batu yang kaku.

Waktu tak pernah beranjak. Hanya berputar-putar. Tiada awal - tiada ujung. Mengabuti langkahku.

Akulah Sysipus. Kurindu usapan sapu tanganmu di keningku

66

Jalan Rasa

Hening 

Bening

Meliputi

Menyelimuti 

Tenang 

Mengalir

Berputar

Berpusar

Daya merengkuh

Melebar meneguh

Kilasan kilatan pikiran

Bermain mempermainkan

Monyet liar lepas kendali

Berganti-ganti rupa

Berubah-ubah hawa

Sungguh sangat susah digenggam

Terlepas menjauh

Dalam titian serambut dibelah sejuta

Untuk menemu

dan memeluk

AKU

67

MIJIL

Matahari menyala 

Hari berganti rupa

Aku melangkah 

Menembus kabut, menerobos halimun

Anak-anak burung belajar terbang

Kakiku tertusuk kerikil

Bebatuan menghujam tulang

Langkahku tertahan masa silam

Aku diliputi ketakutan

Langit pun makin gelap

Langkahku meruang mewaktu

Abad menjauhkanku

Ruang menguburku

Jarak menyilaukanku

akhirnya kuhentikan langkah

saat letih dan berdarah

hela nafas membuka cakrawala

Ada yang menyawa di diriku

aku yang satu

AKU YANG SATU

berkelindan berpilin berkawin

dalam

aku yang satu

AKU YANG SATU

: KONTHORUPO

KONTHORUPOO 

JENENGSIRO MIJILO PANJENENGAN INGSUN KAGUNGAN KARSO 

ARSO MBEKSO 

MBEKSANIRO PRIBADI

68

Sketsa sore hari yang lelah

"Keningmu basah," kataku padanya di sore itu sembari kuulurkan tangan untuk mengusap keningnya. Lalu dengan cepat dia tahan tanganku dan berbisik :"Bukan dengan tangan. Tapi dengan dengan kecupan." Tiba-tiba entah bagaimana awalnya sore menjadi desah dan basah.

69

Menujumu

Kemana cinta akan kuarahkan ?

Apakah ke timur saat matahari terbit ?

Atau ke barat saat matahari tenggelam ?

Tidak !

Cinta kuarahkan ke hatimu saja

Biar selalu bersemi tanpa peduli musim

70

Pulang

Akankah aku pulang ke peraduan ataukah ke haribaan?

Angin mengirim berita duka

Udara membawa samsara

Tanah berdebu jeruji

Dan aku tanggal kini

Langkah ini sudah tak lagi bisa kuangkat

Bertimbun berat dan penat

waktu tak menawariku istirahat

Di tengah matahari yang menyengat 

Apakah aku akan pulang ke pelukan atau peristirahatan ?

Waktu merambat beku

Matahari pasi

Laut cemberut

dan bumi memumi

Kemanakah aku akan pulang, Kekasihku ?

71

Sajak tentang kursi-kursi yang ada di beranda belakang

Apakah cinta jika angin melesatkan kemarau ?

Apakah damba jika nama menggaungkan parau

Itulah mulanya angin tiba-tiba menyapa sengau

Lalu keduanya lenyap bersama sore yang terang dan memukau

Setelah itu terbitlah rindu yang, oh, tak lagi bisa kuhalau

72

Sabda

Jangan kau cari AKU di siang hiruk

Atau di gulita malam

Tapi pejamkan matamu

Karena AKU ADA di balik hatimu

73

Taifun

Musik berdentam. Dada digedor. Dalam gelap kelelawar berputar-putar, menyambar-nyambar. Putung rokok dan abu mengotori meja yang basah dibanjiri tumpahan bir dan Jack D. Ruangan pengap dan sesak oleh hasrat, tawa, asap rokok, bualan dan kepalsuan. 

Dada meledak liar. Tak tahu dimana dan mau apa. 

Mata nanar. Menelanjangi kumparan semesta.

Telinga menangkap gelegar. Suarasuara menjadi tak bermakna 

Kelamin terkapar. Birahi menelan cinta

Sedetik kemudian segalanya menjadi pekat

Dan selanjutnya sekarat

74

Masih Termangu Terpesona di Malam Minggu Ke Tiga Puluh di 2019

Jadi begini Kekasih, kenapa malam mingu ini aku masih saja termangu, takjub dan terpesona sampai hilang kata ?

Karena siang tadi aku menerka rindu akn datang bersama angin yang setelah itu akn hinggap di hati para perindu seperti aku.

Ternyata terkaanku keliru. Rindu bukan saja datang bersama angin. Namun ia juga datang bersama sinar matahari, hiruk pikuk suara semesta, aneka rupa warna dan beragam bau daun, batu, air, debu, asap, kulit pojon, cucian kertas tisu, rokok, kopi, handphone, gunting, beras dan ah, pokoknya di setiap yang ada.

Sesudahnya ia bukan hanya hinggap tapi juga berbiak-biak tanpa batasan dan ukuran. Ia bukan saja memenuhi hatiku tapi juga nafasku bahkan hidupku.

Dan kini aku hanya bisa termangu terpesona dan hilang kata, tidak sendiri apalagi kesepian.

Aku penuh rindu padamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun