Mohon tunggu...
Biyan Mbois
Biyan Mbois Mohon Tunggu... Bankir - Ngestoaken dhawuh ROMO, anut ROSO

Penjelalah ke dalam diri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Yang Terserak

23 Oktober 2019   23:39 Diperbarui: 24 Oktober 2019   00:00 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia diam saja. Tangannya pelan mengusap kaca jendela. Tiba-tiba dia menghambur padaku hingga selimut di tubuhnya ikut tanggal, kemudian memelukku sambil menangis deras.

Maka seketika itu uratku tegak, keras dan membara.

9

di Puncak Malam

Kipas angin gantung di kamar terus saja berisik, riuh-rendah dan reyot.

Baling-balingnya oleng membelah-belah udara.

"Aku ingin jadi angin," katamu. "Agar bisa menelusup ke celah tersempit dimana kau berada.". 

"Ah tidak," sanggahmu sendiri. "Aku ingin jadi udara saja, biar bisa masuk ke tubuhmu setiap waktu."

Sejenak sunyi. Tiba-tiba :"Tidak! Aku ingin jadi diriku sendiri saja biar bisa menyiumimu sesukaku." 

Kemudian segalanya jadi sunyi. Hilang suara kipas angin yang berisik. Yang ada hanya desah nafas dan kecipak bibirmu melumat bibirku.

Cepat, hangat dan padat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun