Bus berbelok di tikungan, dan dia melihat sekilas warna putih di jendela lantai tiga. Seorang lelaki tua dengan piyama berkancing berjalan menuju jendela dengan satu tangan terulur untuk menahannya di ambang jendela begitu dia mencapainya. Wajahnya berkerut dan kusut, dan entah kenapa dia terlihat seperti sudah lama tidak berbicara dengan siapa pun.
Astaga, pikirnya. Untuk sesaat tangannya menjadi begitu berat hingga dia mengira akan meremukkan kakinya.
Namun momen itu berlalu.
Terkadang dia bodoh, itu saja.
Dia tidak bisa mengkhawatirkan orang asing selama sisa hidupnya. Dalam tas kerjanya penuh dengan dokumen-dokumen yang harus diselesaikan. Dia punya masalahnya sendiri.
***
Baca juga: Cerita Fiksi Horor: Bangkit dari Lapisan Tanah Hitam -- Part 2/2
Selama dua hari dia mengira seseorang akan melakukan sesuatu terhadap mobil tersebut. Namun setiap hari mobil tersebut masih ada, belum diderek atau diberi tanda dengan pita oleh polisi.
Mobil-mobil diparkir di depannya, di belakangnya, lebih dekat daripada yang pernah ia dapatkan dari mobil yang kelihatannya sama mengerikannya dengan mobil ini. Beberapa orang tidak dapat melihat masalah jika masalah tersebut dihadapkan langsung ke arah mereka.
Pada hari kedua, Ny. Kristanti pasti sudah menyapu kaca yang ada di depan rumahnya - ada goresan kelabu gelap akibat debu yang bertaburan di trotoar - tapi pecahan kaca yang melewati batas lahannya tetap tak tersentuh, ujungnya mencuat ke atas.
Pagar yang bagus bisa menjadikan tetangga orang baik, tapi untuk sesaat, bulu kuduknya berdiri.