1. Dekonstruksi mitos "remaja labil"
Selama ini, masa remaja sering dicap sebagai fase rapuh, penuh kebimbangan, dan sulit dikendalikan.
Padahal, sejarah justru membuktikan bahwa usia belasan adalah usia emas keberanian, kreativitas, dan ketajaman visi.
Al-Fatih menembus benteng Konstantinopel, Newton merumuskan hukum-hukum abadi, dan Zuckerberg menulis kode yang mengubah cara manusia berinteraksi---semua dimulai di fase ini.
2. Energi eksplosif yang bisa diarahkan
Remaja memang sarat hormon, emosi, dan rasa ingin tahu---tapi itu bukan kelemahan.
Itu adalah energi nuklir sosial: jika diarahkan dengan sistem, ia menerangi dunia; jika dibiarkan liar, ia bisa menghancurkan dirinya sendiri.
Artinya, yang dibutuhkan bukan sekadar pengendalian, melainkan kanalisasi: memberi mereka medan perjuangan, tantangan nyata, dan tujuan besar.
3. Ladang penakluk zaman
Usia remaja adalah fase di mana imajinasi belum terkubur rutinitas, keberanian belum dilumpuhkan ketakutan, dan mimpi belum dipasung pragmatisme.
Jika Indonesia berani menjadikan usia belasan sebagai ladang pembibitan tokoh besar, maka masa depan bangsa ini bukan sekadar "mengikuti arus global," melainkan mengguncang sejarah.
Jadi pesan pamungkas bagian ini: remaja bukanlah generasi labil yang harus diawasi, melainkan generasi penakluk yang harus diberi arena.
C. Bonus Demografi cuma terjadi sekali, gagal = hilang selamanya
1. Fakta sejarah demografi
Setiap bangsa hanya diberi satu kali momentum bonus demografi: saat jumlah penduduk usia produktif mendominasi.