Perasaan waktu berlalu cepat adalah umum. Banyak merasa remaja tak berujung. Liburan dahulu terasa sangat panjang. Namun, usia bertambah membuat akhir pekan sekejap. Tahun berganti begitu saja. Fenomena ini memicu pertanyaan, "Ke mana perginya waktu?"
Sejatinya, waktu tidak pergi ke mana-mana. Ia juga tidak berlalu lebih cepat. Perasaan itu hanyalah persepsi. HelloSehat menyatakan demikian.Â
Pengalaman subjektif itu telah didiskusikan lama. Para filsuf dan psikolog membahasnya. Chennairivers.gov.in juga mencatat hal ini.Â
Peneliti pada 1990-an mencoba mencari hubungan. Mereka mencari usia dan percepatan waktu. Hasilnya belum jelas. Mereka juga belum menyeluruh. Ini menunjukkan persepsi waktu kompleks. Research.manchester.ac.uk menjelaskan.
Pada 2010-an, sebuah studi dilakukan. Studi itu penting untuk dipahami. Tujuannya seberapa umum efek ini. Penelitian dipimpin Sylvie Droit-Volet. John H. Wearden juga memimpinnya. Ini berdasarkan PubMed, 2015.Â
Mereka justru tidak menemukan perbedaan. Ini tentang persepsi kecepatan waktu. Antara orang muda dan lansia. Dalam kehidupan sehari-hari mereka. Frontiers in Psychology, 2016 melaporkan.Â
Temuan ini menunjukkan perbedaan perasaan. Ini tentang kecepatan waktu. Bisa jadi bukan karena usia semata.
Pergeseran Persepsi dan Otak
Seorang lansia mungkin merasa lambat. Waktu berjalan lambat saat menjalani hari. Namun, merenungkan setahun terakhir terasa cepat.Â
Hal ini sering dikaitkan. Terkait sedikitnya peristiwa baru. Ini terutama jika ada ketidakpuasan. Ketidakpuasan dalam hidup mereka. Matabanua.co.id menyebutkan.Â
Rutinitas monoton juga berperan. Rutinitas minim perhatian baru. Ini membuat waktu terasa cepat. Tribunnews Parapuan, 2021 menjelaskan. Di sini ada perbedaan fokus. Antara satu hal dengan kehidupan berulang.
Faktor usia juga berperan besar. Ini terutama pada lansia di atas 75 tahun. Melambatnya jam internal berkaitan. Terkait perubahan neurokognitif mereka. PMC NCBI, 2016 melaporkan ini.Â