Memberikan tantangan nyata untuk membentuk disiplin dan orientasi masa depan.
Intervensi ini tak cukup dengan ceramah atau modul daring. Yang dibutuhkan adalah pengalaman terstruktur, intens, dan transformasional: sebuah kurikulum hidup berbasis kedisiplinan, kerja tim, tanggung jawab, dan eksplorasi potensi. Inilah yang melandasi gagasan besar ini : Program Wajib Karakter Nasional (WKN) pasca-SMP, dengan model karantina nasional selama 6--12 bulan, bukan untuk militerisasi anak, tapi untuk membangun fondasi manusia tangguh masa depan.
II. Jejak Tiga Tokoh Besar: Al-Fatih, Newton, Zuckerberg
A. Karakteristik Mereka di Usia Belasan
Sejarah selalu menyimpan rahasia yang mengejutkan: tokoh-tokoh besar tidak muncul tiba-tiba di usia matang, melainkan ditempa sejak belasan tahun. Pada masa ketika banyak remaja modern tenggelam dalam distraksi gawai, tiga nama ini justru sudah menyiapkan diri untuk mengubah jalannya peradaban.
1. Muhammad Al-Fatih (1451--1481): Disiplin Spiritual dan Visi Militer Sejak Belasan
Di usia 12 tahun, Muhammad II atau Al-Fatih sudah diberi amanah untuk memimpin wilayah kecil oleh ayahnya, Sultan Murad II. Ia dilatih langsung oleh ulama besar seperti Syekh Aaq Syamsuddin yang menanamkan visi profetik: bahwa kelak dirinya akan menaklukkan Konstantinopel, kota terkuat pada zamannya.
Pada usia di mana remaja modern sering galau mencari jati diri, Al-Fatih justru sudah berlatih strategi militer, memperdalam tafsir Al-Qur'an, menguasai bahasa Arab, Persia, Latin, bahkan Yunani. Disiplin hidupnya nyaris menyerupai taruna militer: bangun subuh, belajar teori perang, latihan fisik, dan kontemplasi spiritual. Belasan tahun baginya bukan masa bermain-main, melainkan masa fondasi untuk misi sejarah.
2. Isaac Newton (1643--1727): Kesunyian Kreatif dan Obsesi Pengetahuan di Usia Remaja
Newton kecil tumbuh dalam kondisi keluarga yang rapuh, penuh kesepian, bahkan nyaris gagal di sekolah dasar. Namun ketika memasuki usia belasan, ia menemukan dirinya: obsesi pada mekanika, cahaya, dan fenomena alam.
Ketika teman-teman sebayanya bermain atau bekerja di ladang, Newton menekuni eksperimen sederhana dengan peralatan seadanya. Di usia 16 tahun, ia sudah mulai mencatat ide-ide tentang gerak benda dan prinsip matematika yang kelak berkembang menjadi kalkulus.
Ciri khas Newton belia adalah kesunyian produktif: ia menyalurkan kesendiriannya menjadi kreativitas intelektual. Belasan tahun bagi Newton bukanlah masa pergaulan luas, tetapi laboratorium pribadi di mana pikirannya meletup-letup mencari hukum dasar semesta.
3. Mark Zuckerberg (1984--): Eksperimen Teknologi dan Hasrat Membangun Sejak SMA
Lahir di era digital yang baru tumbuh, Mark sudah mengutak-atik komputer sejak usia 12 tahun. Ia menciptakan "ZuckNet", sebuah sistem pesan internal untuk keluarganya, jauh sebelum WhatsApp atau Messenger lahir.
Ketika masih belasan di SMA Phillips Exeter, ia dikenal sebagai "coding prodigy": membuat game sederhana, alat pemutar musik berbasis AI, hingga jaringan sosial kecil untuk sekolahnya. Karakternya sejak remaja adalah menggabungkan keahlian teknis dengan ambisi membangun komunitas digital.
Bagi Zuckerberg, belasan tahun adalah masa eksperimen tanpa henti---masa ketika setiap ide, betapapun sederhana, ia realisasikan menjadi prototipe nyata.