Kurikulum karakter di sekolah masih formalitas, belum menyentuh pembentukan habit.
Kesiapan SDM (instruktur, psikolog, mentor, fasilitator AI) masih minim, perlu investasi serius.
Solusi: tahapan roadmap (pilot skala menengah nasional), serta kolaborasi antara TNI, universitas, industri, dan ormas agar program punya fondasi lintas sektor.
4. Perspektif Etika Sosial
Risiko "uniformitas berlebihan": anak-anak dipaksa jadi seragam, kehilangan keberagaman kultural.
Risiko "stigma sosial": remaja yang tidak mampu mengikuti program mungkin dicap gagal.
Oleh karena itu, fleksibilitas dan sistem dukungan diferensial harus dipastikan sejak awal, misalnya dengan konseling tambahan, jalur khusus untuk remaja dengan kebutuhan khusus, dan mekanisme remedial tanpa diskriminasi.
Intinya, WKN harus diposisikan bukan sebagai bentuk kontrol negara atas anak muda, melainkan investasi kolektif untuk menumbuhkan generasi pemimpin yang tangguh. Tantangan etika bisa dijawab dengan desain program yang transparan, inklusif, dan memberi ruang bagi keberagaman remaja Indonesia.
B. Perlindungan Data dan Kebebasan Berpikir dalam Kerangka Karakter
1. Perlindungan Data Pribadi (Privacy & Security)
Karena WKN bertumpu pada AI (asesmen, monitoring, evaluasi), otomatis data sensitif remaja terkumpul: psikologis, kognitif, minat, bakat, bahkan interaksi sosial.
Risiko: data bocor, disalahgunakan untuk komersial, atau jadi alat politik (profiling generasi muda).
Prinsip utama: data peserta milik individu, bukan milik negara atau korporasi. Negara hanya sebagai pengelola amanah.