Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Indonesia Menghadapi Disrupsi AI Tanpa Pemimpin Visioner

24 Mei 2025   16:50 Diperbarui: 24 Mei 2025   16:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Referensi terhadap AI sebagai entitas transformatif yang mengubah struktur ekonomi, sosial, dan etika sangat minim dan tidak substansial.

Dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus selama lima tahun terakhir, istilah "kecerdasan buatan" (AI) nyaris tidak muncul atau hanya disinggung secara simbolik, tanpa strategi atau peringatan etis yang memadai.

Tidak ada penjabaran tentang risiko otomatisasi tenaga kerja, bias algoritmik, ketimpangan teknologi, atau pergeseran epistemologi pengetahuan akibat generative AI.

Sebagai perbandingan, PM Kanada, Presiden Korea Selatan, hingga Presiden Prancis secara aktif membentuk AI national narrative yang mengaitkan teknologi dengan arah budaya dan peradaban.

2. Fragmentasi dan Sektorialisasi Wacana di Level Menteri

Menteri Kominfo, Menristek/BRIN, Mendikbud, dan Menteri Bappenas adalah aktor-aktor kunci dalam membentuk ekosistem AI. Namun:

Wacana yang mereka bangun cenderung parsial dan teknokratik. Kominfo fokus pada regulasi infrastruktur TIK dan literasi digital dasar, tanpa menyentuh diskursus strategis AI. BRIN lebih menekankan aspek riset, tetapi belum berhasil membangun narasi terintegrasi yang menghubungkan riset dengan arah kebijakan nasional. Kemendikbud belum menjadikan AI sebagai katalis perubahan paradigma pendidikan secara sistemik.

Hingga kini, tidak ada dokumen resmi AI National Strategy Indonesia yang bersifat interdisipliner, multidimensi, dan berbasis nilai-nilai Pancasila atau orientasi geopolitik kebudayaan Indonesia.

3. Ketidakhadiran Narasi Etis dan Kultural

Hal yang paling mencolok adalah ketiadaan narasi etis, spiritual, dan kultural dalam menyikapi AI. Tidak ada pejabat publik yang:

Mengangkat potensi AI sebagai tantangan moral umat manusia,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun