Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Indonesia Menghadapi Disrupsi AI Tanpa Pemimpin Visioner

24 Mei 2025   16:50 Diperbarui: 24 Mei 2025   16:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Bab I: AI dan Kekosongan Feromon Kepemimpinan

A. Teori Kepemimpinan dalam Masyarakat Kompleks

Dalam setiap titik kritis sejarah peradaban, kepemimpinan tidak sekadar dituntut untuk mengelola, melainkan untuk mentransformasi arah kolektif menuju masa depan yang belum dikenali. Dunia yang tengah dibentuk ulang oleh kecerdasan buatan---dengan kecepatannya yang eksponensial dan ketidakpastian yang melekat---menuntut jenis kepemimpinan yang berbeda: bukan yang hanya administratif atau teknokratis, melainkan kepemimpinan adaptif, naratif, dan evolusioner.

1. Ronald Heifetz: Kepemimpinan Adaptif dalam Situasi Ambiguitas

Heifetz, dalam konsep "adaptive leadership," menekankan bahwa krisis sejati tidak dapat dipecahkan dengan solusi teknis. Tantangan seperti AI---yang menyentuh sistem nilai, identitas pekerjaan, dan masa depan umat manusia---adalah adaptive challenges. Mereka menuntut pemimpin yang tidak hanya memberi jawaban, tetapi mampu menahan ketegangan sosial sambil membimbing masyarakat menemukan makna baru.

"Leadership is about disappointing your own people at a rate they can absorb." ---Ronald Heifetz

Dalam konteks ini, Indonesia tidak kekurangan manajer, tetapi kekurangan pemimpin adaptif yang berani membuka ruang belajar kolektif tentang AI, bahkan bila itu mengguncang kenyamanan birokrasi dan budaya politik patronase.

2. Ilya Prigogine: Ketidakteraturan dan Titik Bifurkasi Sistem

Prigogine, peraih Nobel bidang kimia, memperkenalkan konsep dissipative structures dalam teori sistem kompleks. Ia menyatakan bahwa dalam sistem terbuka (seperti masyarakat), krisis bukanlah akhir melainkan pintu menuju struktur baru, asalkan sistem mampu melewati titik bifurkasi---yakni titik ketidakstabilan yang membuka dua arah: kehancuran atau re-organisasi kreatif.

AI menciptakan kondisi bifurkasi itu: mempercepat entropi sosial, memicu kebingungan arah, dan menguji kapasitas kolektif untuk beradaptasi. Kepemimpinan dalam konteks ini bukan lagi soal kontrol, tapi memfasilitasi transisi melalui ketidakpastian.

3. Arnold Toynbee: Tantangan dan Respons Peradaban

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun