Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Indonesia Menghadapi Disrupsi AI Tanpa Pemimpin Visioner

24 Mei 2025   16:50 Diperbarui: 24 Mei 2025   16:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kepemilikan bersama atas algoritma yang memengaruhi hidup masyarakat.

D. Membangun Narasi yang Membela, Bukan Menindas

Narasi AI mandiri harus berpihak. Ia harus berpihak kepada mereka yang paling rentan di tengah disrupsi. Seperti kata Amartya Sen, "keadilan bukan hanya soal merancang lembaga, tetapi mengatasi penderitaan yang nyata." Di sinilah pentingnya membangun narasi yang bukan netral, tetapi berkomitmen pada pembebasan dan keberdayaan.

Jembatan ke subbagian selanjutnya:
 Tanpa keadilan sosial, narasi AI akan menjadi dongeng elit di tengah banjir data dan kelaparan makna. Maka pilar kedua yang harus kita bangun adalah Narasi Literasi dan Kedaulatan Kognitif, agar masyarakat tidak hanya menerima, tetapi memahami dan mengendalikan narasi digital mereka sendiri.

2. Narasi Kedaulatan Algoritma dan Data Lokal

Di abad ke-21, data adalah minyak baru, namun lebih dari sekadar komoditas: data adalah cermin jiwa kolektif suatu bangsa. Dalam lanskap digital global saat ini, Indonesia tak ubahnya ladang minyak yang dikeruk tanpa kendali---algoritma asing memanen perilaku, emosi, dan bahkan pilihan politik masyarakat kita. Narasi AI mandiri harus menegaskan: data dan algoritma adalah wilayah kedaulatan, bukan sekadar aset ekonomi.

A. Data sebagai Representasi Kolektif

Setiap klik, rekaman CCTV, unggahan media sosial, dan transaksi digital menyusun identitas digital Indonesia. Namun ironisnya, sebagian besar data ini dimiliki, diolah, dan disimpan di luar negeri---oleh perusahaan raksasa seperti Google, Meta, TikTok, dan OpenAI.
 Menurut laporan Global Data Barometer (2023), Indonesia tergolong lemah dalam kategori data governance, khususnya dalam hal keterbukaan data publik, perlindungan privasi, dan transparansi penggunaan algoritma.

Tanpa kontrol atas data, kita tidak mengendalikan narasi---kita hanyalah karakter figuran dalam cerita digital yang ditulis orang lain.

B. Algoritma: Logika yang Mewakili Siapa?

Algoritma bukan netral. Ia diciptakan oleh manusia, dengan asumsi, nilai, dan bias tertentu. Jika algoritma AI yang digunakan di Indonesia berasal dari luar negeri tanpa adaptasi lokal, maka:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun