"Apa ini?" bisik Nisa dalam hati, merasakan ketegangan yang berbeda dari pengalaman sebelumnya.
Keluarga Umer menatapnya dengan kritik terselubung, membandingkan Nisa dengan standar yang mereka harapkan. Hanya Fiza, adik perempuan Umer, yang tersenyum ramah dan menyambut Nisa dengan hangat.
"Jangan khawatir, Kak Nisa. Aku akan ada di sisimu," bisik Fiza lembut, menggenggam tangan Nisa.
Momen itu membuat Nisa sedikit lega, tapi tekanan dan kesulitan yang menantinya di negeri asing baru saja dimulai.
BAB 10: PENOLAKAN KELUARGA
Hari-hari pertama Nisa di rumah Umer terasa menegangkan. Keluarga Umer menatapnya dengan skeptis, seolah setiap gerak-geriknya diawasi.
"Apa kau bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan di sini?" tanya ayah Umer dengan nada dingin.
Nisa tersenyum sopan, menunduk. "InsyaAllah, Pak. Aku akan berusaha."
Namun setiap langkah kecilnya selalu dibandingkan dengan standar keluarga. Mereka menilai pakaian, kebiasaan makan, dan cara Nisa berinteraksi. Umer merasa frustrasi, tapi ia mencoba menenangkan diri dan tetap berdiri di sisi istrinya.
BAB 11: ISOLASI DAN TEKANAN
Komunikasi dengan dunia luar dibatasi. Ponsel Nisa sering kali tidak diizinkan digunakan. Ia merasa jauh dari keluarga dan teman-teman di Indonesia, sendirian menghadapi keluarga suaminya yang dingin.