Percakapan mereka mulai bergeser dari topik ringan ke hal-hal pribadi. Umer bercerita tentang hidupnya di Pakistan, keluarganya yang konservatif, dan tanggung jawab yang harus ia penuhi.
Nisa mendengarkan dengan seksama, ada rasa hangat sekaligus kekhawatiran.
"Apakah keluargamu akan menerima aku?" tanyanya pelan.
Umer menatap jauh ke arah laut. "Aku tidak tahu... Tapi aku ingin mencoba. Aku ingin kau tetap di sisiku."
Detak jantung Nisa bergetar. Kata-kata itu membuatnya tersenyum tipis, tapi juga sadar bahwa cinta mereka akan diuji. Perbedaan budaya dan ekspektasi keluarga Umer bukan hal yang sepele.
Mereka duduk di pasir, berbicara tentang impian, hobi, dan tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi. Tawa mereka mengisi malam, namun di dalam hati masing-masing, muncul kesadaran: cinta ini akan menghadapi banyak tantangan.
Saat mereka kembali ke kota, langit malam sudah gelap, namun Nisa merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka---benih cinta yang kuat, sekaligus awal dari ujian yang belum mereka ketahui.
BAB 4: HUBUNGAN YANG SEMAKIN DEKAT
Hari-hari di kantor terasa lebih menyenangkan bagi Nisa. Kehadiran Umer membuat hari-harinya ringan, meski pekerjaan menumpuk. Mereka sering duduk bersebelahan dalam proyek, berbagi ide, saling menertawakan kesalahan kecil, dan terkadang menenangkan satu sama lain ketika rapat panjang membuat stres.
Suatu pagi, setelah rapat yang melelahkan, Umer menghampiri Nisa dengan dua gelas kopi di tangan.
"Aku tahu kamu suka kopi hitam tanpa gula," katanya sambil menaruh gelas di mejanya.
Nisa tersenyum kaget. "Bagaimana kamu bisa tahu?"